KARENA ALLAH (CERPEN)

5 0 0
                                    

Akankah ada kita?
Di saat kau masih menyimpannya.
Akankah kita bersama?
Meskipun kutahu kau masih mengharapkannya.”
(Cea)


“Cea!” panggil gadis dari seberang sana.

Siapa, ya? Batin Cea sambil menyipitkan pandangan ke arah gadis berjilbab merah marun.

“Hai!” Suara gadis itu semakin dekat. Dengan langkah cepat, Cea menghampirinya.

“Ya Allah, Yunda! Kamu ternyata!” seru Cea setelah mengenali si gadis, sahabat selama di SMP hingga SMA.

“Iya, Cea, ini aku. Sudah lama kita berpisah. Kira-kira empat tahun, enggak, sih?” tanya Yunda.

“Emm ... kemungkinan iya. Enggak apa-apa, berpisah sejenak untuk impian masing-masing,” ujar Cea.

“Alhamdulillah. Allah masih mempertemukan kita.”

“Ya sudah, ayo mampir ke rumah.” Sambil berjalan melewati pedagang kaki lima. Yunda terlihat lebih pendiam dan banyak melamun. Cea menghentikan langkah.

“Kamu kenapa, Yun? Kok, dari tadi kayak memikirkan sesuatu gitu?” tanya Cea sambil duduk di trotoar, berharap Yunda bercerita masalah yang dihadapinya.

“Aku bingung, Ce ....”

“Bingung kenapa? Coba, deh, serahkan kepada Allah. Pasti tenang.”

“Rumahku, Ce ...,” ujar Yunda sembari menundukkan kepala dan terjatuhlah air mata yang ia bendung, “rumahku terbakar habis, sedangkan ekonomi keluarga menipis. Bagaimana ini?”

“Emm ... gimana kalau kamu tinggal di rumahku saja. Kebetulan tidak ada siapa-siapa,” usul Cea.

“Tapi aku tinggal sama Tizo, sepupuku. Kalau aku tinggal denganmu, dia sama siapa, Ce?”

“Enggak usah dipikirin ... kamu ajak saja dia tinggal bareng sama kita. Gampang, kan?” senyum mereka pun tergambar bahagia.

🌸🌸🌸

“Assalamualaikum.”

“Wa ‘ailaikumsalam.”

Siapa, ya? Batin Cea sambil melihat arlojinya yang menunjukkan jam dua belas malam.

“Ya Allah, Yunda! Kamu, kok, basah kuyup begini, sih? Ayo masuk.” Di luar memang sedang hujan petir.

“Maaf, ya, Ce ... aku mengganggu tidurmu.”

“Enggak, kok. Aku masih belum tidur.”

“Cea ... aku mau menginap di rumahmu selama beberapa waktu bersama Tizo,” pintanya kepada Cea yang tak sadar bahwa ada lelaki yang memandanginya sejak tadi.

“Ya sudah, ayo menghangatkan diri kalian di dalam saja.” Sambil beranjak memberi tahu kamar mereka.

“Yunda, kamar kamu yang pintunya bercat pink itu, ya. Sedangkan kamar Tizo yang pintunya berwarna gold itu. Di tengah, yang pintunya warna marun itu kamarku,” jelas Cea, “kalau perlu sesuatu, kalian ketuk saja” lanjutnya.

“Terima kasih, Cea. Semoga Allah memperlancar urusanmu.”

“Amin.”

🌸🌸🌸

Satu bulan sudah, Yunda dan Tizo menginap di rumah Cea. Tak disangka, Cea selalu memperhatikan Tizo selama ia datang di rumahnya. Apalagi saat Tizo membaca lantunan Alquran yang ia dengar pada waktu tahajud sampai azan Subuh berkumandang. Betapa Masya Allah sekali bagi Cea. Hingga ia memberanikan diri bertanya kepada Yunda tentang Tizo.

“Assalamualaikum, Yunda.” Sambil mengetuk pintu kamar Yunda.

“Wa 'alaikumsalam, Cea.” Seraya membukakan pintu.

“Yunda, aku mau bertanya sebentar tentang Tizo.”

“Kenapa? Ayo masuk dulu.”

“Dia, kok, saleh banget. Setiap aku tahajud, pasti sudah ada suara Tizo membaca Alquran.”

“Tizo, mah, dari dulu. Sebelum orang tuanya meninggal, Tizo dididik benar dalam beragama. Makanya, mama dan papaku menyuruh aku sama Tizo serumah, biar nular gitu kealimannya.”

“Oow ... memangnya ada cewek yang dia cintai? Kok, dari penglihatanku tak ada.”

“Hahaha ... ada, Cea.” Perkataan Yunda seperti kilat yang menyambar hati Cea. Air matanya ingin keluar, tapi harus ditahan. Gadis itu tak ingin membuat hati orang lain hancur karenanya.

“Siapa, Yunda?” tanya Cea.

“Namanya Lin. Dia murid terunggul di pesantren. Cantik, hafal Alquran, khatam nadhom kitab Alfiyah lagi. Dia juga pernah mengikuti lomba tafsir Alquran dan dapat juara satu. Ya pantas, lah. Enggak, wow, bagaimana?” jelas Yunda membuat hati Cea bertambah sakit.

“Apakah dia masih mengaguminya?”

“Emm ... ya, kali. Sepertinya ....”

“Aduh! Perutku sakit, Yunda. Aku ke kamar dulu, ya. Maaf!” Itu adalah alasan Cea agar bisa pergi dan khawatir jika ada pertanyaan yang membuatnya tersiksa.

Apakah pantas? Jika diri ini berdampingan denganmu. Kau hanya angan yang tak bisa aku genggam. Mampu melihat tanpa bisa kumiliki. Batin Cea sembari menata bajunya dan dimasukkan ke dalam koper. Ia ingin pergi jauh. Pertama kali baginya menangis sesenggukan hanya karena lelaki.

🌸🌸🌸

Pagi sudah datang. Yunda dan Tizo telah siap di meja makan untuk menunggu sarapan bersama.

“Cea di mana? Kok belum turun?” tanya Tizo.

“Enggak tahu. Sebentar, aku ke atas,” ujar Yunda.

Sesampainya di atas, kamar Cea sudah kosong. Semua isi almari bersih, tak ada baju sama sekali. Hanya ada sepucuk surat di atas kasur.

“Tizo, sini! Cepat!” teriak Yunda hingga Tizo terkejut melihat kamar yang kosong. Apalagi saat pandangannya menuju sepupunya yang sedang menangis.

Dari: Cea Ay Zara
Untuk: Tizo dan Yunda Sanadya
Hai, kalian. Maaf, ya, pergi enggak bilang. Aku hanya ingin sendiri, pergi jauh. Tizo, maaf, aku telah mencintaimu karena salehmu menggetarkan imanku. Tapi jangan khawatir. Aku akan hapus itu. Yunda, maaf, aku tak bisa jadi sahabat baik kamu. Enggak bisa jadi teman yang selalu ada buatmu. Jangan cari aku, ya! Rumah itu, anggap permintaan maafku kepada kalian. Aku ikhlas karena Allah.


-----
Nama Lengkap: Siti Al muzaroh Fita
ID Instagram: Muzaroh.f

Kumpulan Karya AliyamahikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang