KEMBALI KE JALAN-MU (Cerpen)

8 0 0
                                    

Akankah ada kata perpisahan?


Di saat diri ini belum siap untuk menggenggam kenangan


Bersatunya sebuah hubungan


Adalah awal untuk mengerti arti kata perpisahan


Masih bisakah kita terus bersama?


Sedangkan pemilik raga yang hakiki sudah memanggil


Karena sejatinya, semua yang ada di dunia akan kembali kepada pemiliknya


Diri ini hanya bisa membuat alur cerita


Yang menentukan hanyalah Sang Pencipta segalanya

Seorang gadis ditemukan di pinggir sungai oleh Kyai Halim dan salah satu santrinya, Alex. Segera mereka membawa gadis itu ke rumah sakit, berharap agar Allah masih memberikan kesempatan hidup padanya.

🍁🍁🍁

Cahaya lampu dari ruang rawat menyilaukan mata gadis yang baru saja terbuka. Seorang perawat tengah memeriksa keadaan gadis beriris cokelat itu.

"Gue di mana?" tanyanya.

"Anda di RS. Citra Medika," jawab si perawat membuat angannya melayang pada peristiwa beberapa waktu lalu.

Minggu pagi, gadis itu harus bangun lebih awal untuk menyambut kedatangan papanya yang baru pulang dari luar negeri. Sang mama sudah berangkat untuk menjemput ke bandara. Kedua netranya berbinar, membayangkan hadiah yang akan dibawakan papa untuknya. Riangnya terpancar dari terbitnya senyuman di bibir.

Tak pernah terlintas sedikit pun di benaknya bahwa kebahagiaan itu akan direnggut seketika. Tanpa persiapan, tanpa aba-aba. Telepon dari Rumah Sakit Citra Medika membuat tubuh gadis cantik itu tak terselamatkan dari benturan lantai yang keras. Ia merasa, hidupnya menjadi gelap.

Rumah Sakit ini, menghadirkan kembali memori yang masih segar tentang kabar kematian kedua orang tuanya akibat kecelakaan. Jerit parau melenggang ketika dokter menyatakan hal yang tak ingin didengarnya. Dia sendirian. Tak ada siapa-siapa lagi. Dengan harapan yang mustahil terwujud, gadis itu mengguncang jasad yang sudah terbujur, seolah mereka akan bangun dan tersenyum padanya sambil mengucapkan, "Surprise! Kamu kena prank!"

Kini, di tempat yang sama, peristiwa saat itu seolah terputar utuh di hadapannya. Gadis itu histeris, mengeluarkan sumpah serapah pada udara kosong.

"Gue mau mati! Hidup gue hancur! Dunia ini busuk!" teriaknya berulang-ulang.

Kyai Halim yang mendengar jerit amarah itu, segera menghampiri gadis yang sudah ditolongnya. Gadis rapuh itu terlihat sangat kacau, menyentuh rasa iba sanubari lembutnya.

"Ada apa, Nak?" tanya orang sepuh itu.

"Siapa lo? Jangan ikut campur urusan gue!"

"Saya yang tadi membawamu ke sini."

"Jadi lo, yang udah berani-beraninya bawa gue ke sini! Tau apa lo tentang gue? Gue mau mati! Gue enggak mau hidup di dunia yang busuk ini! Ngapain lo nyelametin nyawa gue!"

"Bukan saya, tapi Allah yang belum menakdirkan kamu mati."

"Jangan sebut nama itu! Gue benci! Dia bikin hidup gue hancur!"

Gadis itu kembali berteriak keras, menjerit, histeris, membuat rumah sakit gaduh. Tubuhnya meronta, mengoyak jarum infus yang tertancap ditangannya. Baru diam saat dokter menginstruksikan untuk menyuntikkan obat penenang. Kyai Halim, yang sudah terkenal di rumah sakit itu, meminta izin membawanya ke pesantren.

"Kasihan gadis ini. Biar dia bisa bertemu dan berteman dengan santri-santri yang lain. Insya Allah, keadaannya akan membaik."

🍁🍁🍁

"Mama ... Papa ...," gumam seorang gadis yang terbaring di ranjang. Seorang wanita berjilbab hitam mengelus pucuk rambutnya.

"Iya, Nak. Ummi di sini," ujar wanita bernama Nyai Suyatni ketika mendengar gumaman gadis itu.

"Minum ... minum ...."

Nyai Suyatni segera mengambil segelas air dan membantu si gadis meminumnya sampai habis.

"Sekarang kamu di rumah Ummi, Nak," jelas Nyai Suyatni melihat ekspresi kebingungan pada wajah sang gadis. "Siapa nama kamu?" lanjutnya.

"Kenapa kalian enggak membiarkan gue mati? Gue enggak mau punya hutang budi sama kalian," keluh gadis itu lemah, tanpa menjawab pertanyaan wanita yang menyebut dirinya 'Ummi'.

"Allah memberimu kesempatan, Nak. Tinggallah di sini, mungkin kehidupanmu akan lebih baik. Kalau kamu mau cerita, Ummi siap mendengarkan," tutur Nyai Suyatni sangat lembut, membuat gadis itu merasa bahwa mamanya yang kini berbicara.

"Nama gue Shabrin, Shabrin Aqilla Putri ...." Kedua netra gadis itu berkabut sebelum kisah hidup mengalir dari bibirnya.

Kumpulan Karya AliyamahikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang