Kembali (Cerpen)

30 0 0
                                    

By: Karisma Nisaul Mukarromah

Kilat itu menyambar di hadapanku

Gemuruh guntur membuatku risih

Deras...

Hujan kali ini turun dengan deras

Terhalang oleh setiap volume air yang turun

Kabut dan kelabu

Lantas, pandanganku menangkap apa?

Samar...

Ya, samar

(Deva)

"Ayah, jangan pergi!" rengekku saat melihatnya membawa dua koper besar.

Dia membalasku dengan senyuman sembari mengelus pucuk kepalaku dengan lembut lalu pergi begitu saja. Aku hanya diam mematung, melihat punggungnya yang semakin mengecil lalu menghilang.

Aku bergegas memasuki rumah untuk mencari keberadaan Bunda. Saat aku melangkahkan kaki menuju kamar, terdengar isak tangis seorang wanita, dan ternyata Bunda sedang menangis di sudut ruangan.

"Bunda, kenapa menangis?" tanyaku sembari duduk di hadapannya.

"Tidak. Bunda tidak apa-apa. Sebaiknya kamu tidur, ini sudah malam."

Akhirnya aku melangkah pergi, meninggalkan Bunda sendiri di sana dan mengurungkan niatku bertanya, kemana ayah akan pergi, pada Bunda.

Aku selalu teringat peristiwa sepuluh tahun yang lalu itu. Setiap melihat benda tipis berbentuk perrsegi panjang, berwarna baby pink, yang di tengahnya terdapat pita berwarna gold, tergeletak di meja ruang tamuku sejak tiga hari yang lalu.

*****

"Dev, kamu mau pergi ke mana?" tanya Bunda menghentikan langkahku saat hendak keluar rumah.

"Mau main ke rumah teman," jawabku dingin.

Kudengar Bunda menghela napas dengan panjang lalu menatapku tajam.

"Ini sudah malam, Dev. Sebaiknya kamu tidur."

"Aku bukan anak kecil lagi, Bunda," jawabku dengan sedikit menaikkan nada bicara lalu pergi begitu saja.

Maafkan aku, Bunda. Aku tidak bisa menahan amarah. Aku tak mengerti bagaimana mengungkapkannya.

*****

Semalam aku menginap di rumah teman. Pada pagi harinya, aku pulang ke rumah. Saat memasuki rumah, aku melihat Bunda yang tengah duduk di sofa sembari membaca isi benda itu.

"Dev, sejak kapan undangan ini ada di sini?" tanya Bunda tanpa menoleh ke arahku sedikit pun.

"Dev juga lupa sejak kapan itu ada di sana."

"Apa kamu bertemu dengan ayah?" tanyanya lagi sembari mengisyaratkan kepadaku agar duduk. Aku diam tak menanggapinya.

"Dev! Kamu dengar nggak, sih?" bentak Bunda.

Jujur, bukannya aku ingin menjadi anak durhaka. Hanya saja, aku tak ingin membahas tentang Ayah.

"Dev, jawab Bunda!"

"Ya, Bunda. Aku bertemu dengannya lima hari yang lalu saat mau berangkat ke sekolah," jawabku malas.

"Kenapa kamu nggak cerita ke Bunda?"

Kumpulan Karya AliyamahikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang