"Gue jomblo bukan urusan kalian. Happy dengan kehidupan itu yang harus gue diutamakan. Menjomblo bukan berarti tidak ada pilihan, hanya saja hati ini sadar kalau nafsu ada untuk dilawan bukan untuk dijadikan lahan baru siksaan"
***
Suara deruman motor yang baru saja datang memenuhi pekarangan rumah yang terlihat asri itu. Berbagai jenis tanaman hias dan bunga-bunga indah tertata rapih di sisi kanan halaman dengan aksen kerikil kecil warna-warni yang sengaja dihamparkan secara berserakan. Gadis yang baru turun dan melepas helm dari kepalanya langsung terpana dengan apa yang dilihatnya. Dia langsung mendekat dan menatap semua tanaman itu dengan binar bahagia, tidak bisa dipungkiri kalau dia memenag pecinta bunga juga. Cowok yang memboncengnya tadi memarkirkan motor lalu turun mengikuti gadis itu.
"Sales, lu tuh ya, kalau udah lihat bunga suka lupa diri," cercah cowok tadi lalu menarik ujung tas punggung Salsa yang ada disampirkan di bahunya.
Salsa berjengkit kaget lantas memukul cowok itu. Dia meronta minta dilepaskan tapi tetap tidak digubris sampai mereka sampai di depan pintu rumah. Cowok itu menekan bel lalu tidak lama kemudian pintu terbuka dengan sosok cowok yang ingin mereka temui.
"Pagi, Raka," sapa Salsa ceria pada cowok yang membukakannya pintu.
Raka hanya berdehem singkat untuk membalas sapaannya. Sontak saja hal itu mengundang tawa dari cowok di sebelahnya yang tidak lain adalah abangnya sendiri. Salsa memberenggut sebentar lalu berubah ceria kembali ketika Raka mempersilahkan mereka masuk.
Ini pertama kalinya Salsa memasuki rumah Raka, mungkin setelah ini dia akan sering datang ke sini. Kakinya terus melangkah cepat mengikuti langkah Raka yang lebar dengan senyuman yang terpatri di wajahnya. Sampai akhirnya langkah Raka berhenti di sebuah ruangan yang katanya ruang pribadi Raka, tapi menurut Salsa ini lebih ke tempat yang cocok untuk bersantai menikmati malam yang indah.
Terdapat sofa berwarna hijau teh yang melingkari sebuah meja besar. Diatasnya ada sebuah vas bunga berisi bunga seperti yang ada di halaman tadi. Di dinding kiri ada rak buku cukup besar, Salsa pikir itu adalah perpustakaan kecil milik Raka. Bukan hanya itu saja, spot jendela besar yang langsung mempertontokan kota membuat Salsa terpana. Matanya bahkan tidak berhenti membelalak karena saking sukanya dengan ruangan ini.
"Sudah, Salsa. Berhenti bikin diri lu malu dengan bertingkah konyol seperti itu," ucpanya pelan pada dirinya sendiri.
"Raka, kenapa lu ga bilang kalau punya tempat sebagus ini dari dulu," ujar Salsa yang membuat Raka menaikan sebelah alisnya. Abay terekekeh lalu menjawab, "Maksudnya Salsa minta ke sini setiap hari, hehe."
Salsa langsung memberikan cubitan kecil di lengan abangnya itu karena merasa tidak terima akan tuduhannya, walaupun ada benarnya juga, tapi hanya sedikit. Ingat ya, cuma sedikit.
"Yaudah, selama persiapan lomba belajarnya di sini aja. Duduk," putus Raka membuat Salsa kegirangan. Ternyata tidak sia-sia juga abangnya ngomong seperti itu, mungkin setelah ini Salsa harus mengucapkan terima kasih pada abangnya itu, tolong diingatkan.
Ketika Salsa dan Abay akan duduk seperti yang diperintahkan Raka, mereka melihat ada seorang gadis sedang meringkuk membelakangi mereka di salah satu sofa. Salsa berpikir mungkin karena terlalu terpesona dengan ruangan ini dia sampai tidak memperhatikan kalau ternyata ada seseorang yang meringkuk di atas sofa.
Salsa berniat menanyakan siapa gadis itu, tapi pertanyaannya sudah terwakili oleh abangnya. Beruntunghlah bukan Salsa yang memberikan pertanyaan itu karena Raka tidak menjawabnya, dia mendekat ke arah gadis itu lalu berjongkok dan mengguncangnya pelan.
YOU ARE READING
Envi(ou)s(ion)
SpiritualBagi Salsa, kehidupan yang dia jalani saat ini adalah sebuah kesalahan. Dimana bundanya sendiri tidak menghargai kerja kerasnya selama ini. Bundanya hanya memikirkan gengsi sosialitanya dibandingkan perasaan Salsa sebagai anaknya, setidaknya itu yan...