"Se-sejak kapan kamu di sana, sayang?" tanya Bunda mencoba menutupi kegugupannya sambil berjalan menghampiri Salsa.
"Baru saja. Kenapa?" jawab Salsa dengan pertanyaan juga. Bunda menggeleng lalu mengusap kepala Salsa lembut sambil tersenyum. Ibunya Fani masih tak bergeming di tempat semula, dia menyaksikan bagaimana Bunda mengatasi keingin tahuan Salsa dengan baik
"Ga ada. Kamu sendiri kenapa ke dapur?" tanya Bunda dengan hati-hati. Sesekali pandangannya mengarah pada ibunya Fani berharap dia akan membantu, namun sepertinya dia masih belum bisa mengatasi keterkejutannya.
"Oh, iya. Salsa mau bikin jus alpukat. Bunda kayanya lupa," jawab Salsa santai.
Bunda menghela napas lega begitupun dengan ibunya Fani membuat Salsa menaikan sebelah alisnya heran, 'kenapa dengan mereka?'
"Iya, tadi Bunda lupa bikin jus alpukat buat kamu, tapi udah Bunda siapin bahan-bahsnnya di kulkas," jelas Bunda mengakui kesalahannya.
Salsa mengangguk lalu mengambil bahan-bahan yang diperlukan dari kulkas seperti yang dikatakan bundanya tadi. Salsa melakukan pekerjaannya itu dengan begitu luwes tanpa merasa kesulitan, sedangkan Bunda dan ibunya Fani sedang menaruh semua masakan Bunda ke dalam wadah untuk di bawa ke meja makan.
"Salsa," panggil ibunya Fani membuat Salsa menghentikan pekerjaannya sejenak untuk menoleh ke arahnya, "Boleh buatin satu gelas lagi, jus alpukat maksudnya," tambahnya dan Salsa mengangguk enteng tanda setuju.
"Tante suka jus alpukat juga, ya?" tanya Salsa mencoba lebih dekat dengan ibunya Fani.
Ibunya Fani menggeleng, "Tidak, tante lebih suka minum teh," jawabnya membuat Salsa mengernyitkan dahi, "Itu untuk Fani. Dia terbiasa minum jus alpukat kalau di rumah," jelasnya.
Seketika tangan Salsa menjadi kaku. Dalam hati dia berteriak histeris, 'Kenapa Fani selalu menyukai apa yang Salsa sukai?', tapi dia tidak berani untuk mengatakan hal itu langsung. Apalagi di hadapan ibunya Fani, bisa-bisa Salsa langsung di labrak habis-habisan. Akhirnya dia mengangguk pasrah dengan senyum kecut lalu kembali membuat jus alpukat.
"Emm, Salsa. Gulanya satu sendok makan aja, ya, sama pake es batu yang banyak," ujar ibunya Fani mulai menghampiri Salsa untuk melihat pekerjaan yang Salsa lakukan.
"Udah, tante. Biasanya Salsa juga gitu bikinnya," balas Salsa sambil menuangkan es batu ke dalam blender.
Ibunya Fani mengangguk mengerti lalu mengusap puncak kepala Salsa yang terbalut kerudung dengan lembut. Salsa yang merasakan usapannya tersenyum manis kemudian menekan tombol untuk menghidupkan mesin itu.
"Maaf, sayang," ucap ibunya Fani lirih sehingga Salsa hanya mendengar samar karena suara mesin yang mendominasi.
"Tante bilang apa tadi?" tanya Salsa memastikan ucapan dari ibunya Fani.
"Eh, ga ada, sayang," timpalnya dengan sedikit gelagapan.
Salsa akhirnya mengangguk meski sebenarnya dia sedikit ragu. Tidak lama setelah itu dia mematikan tonbol dan menuangkan jus yang dibuatnya tadi ke dalam dua buah gelas kaca. Sebelumnya Bunda dan ibunya Fani sudah duluan ke ruang makan membawa beberapa masakan Bunda.
Tangan Salsa dengan cekatan membawa dua gelas jus alpukat dalam sebuah baki menuju ruang makan. Sesampainya di sana Salsa disambut dengan suara tawa hangat yang memenuhi seluruh ruangan. Menyadari keberadaan Salsa, ayah menyapanya dan menyuruh Salsa duduk di kursinya kembali.
Salsa menurutinya, tapi sebelum itu dia memberikan satu gelas jus alpukat itu kepada Fani. Melihat itu Bunda tersenyum dan Abay menatap heran ke arah Salsa.
YOU ARE READING
Envi(ou)s(ion)
SpiritualBagi Salsa, kehidupan yang dia jalani saat ini adalah sebuah kesalahan. Dimana bundanya sendiri tidak menghargai kerja kerasnya selama ini. Bundanya hanya memikirkan gengsi sosialitanya dibandingkan perasaan Salsa sebagai anaknya, setidaknya itu yan...