Hari ini matahari menampakan dirinya dengan malu-malu dari balik awan membuat suhu di luar ruangan tidak terlalu panas. Salsa berjalan sedikit tergesa-gesa memasuki gerbang, tapi kali ini bukan gerbang sekolahnya melainkan gerbang perpustakaan nasional.
Benar. Sekarang adalah hari dimana perlombaan itu akan di mulai. Menulusuri area parkiran, Salsa melangkah dengan gugup. Banyak sekali orang di sini, tapi bukan karena itu dia merasa gugup. Dia sudah terbiasa dengan orang banyak, hanya saja dia gugup karena akan mengikuti perlombaan seorang diri di perlombaan yang harusnya diikuti oleh dua orang.
Menutup matanya, Salsa mulai menghirup napas panjang kemudian mengeluarkannya secara perlahan untuk mengurangi kegugupannya. Salsa menyemangati dirinya sendiri untuk terus berjuang. Diperlombaan kali ini Salsa mempertaruhkan segalanya.
Kalau menang Salsa akan memberitahu bundanya dengan bangga, tapi kalau kalah Salsa akan berhenti mengikuti lomba apapun sampai lulus sekolah. Itu adalah keputusan yang dia ambil ketika mengiyakan ajakan Raka waktu itu.
Bicara soal Raka, sudah sejak Salsa mendapat hinaan itu dia tidak pernah menampakan wajahnya lagi di depan Salsa. Untuk itu Salsa merasa bersyukur karena dengan begitu dia bisa fokus belajar tanpa harus memikirkan Raka. Salsa tidak peduli Raka ikut atau tidak dalam perlombaan ini, toh dia tidak akan jadi patner-nya juga.
Salsa berjalan ke arah papan pengumuman untuk melihat lokasi dengan jelas. Banyaknya orang yang berkumpul di sana membuat Salsa kesulitan untuk melihat secara jelas. Tidak ada pilihan lain selain ikut berdesak-deskan dan menyelinap dengan tubuh kecil dan gesitnya itu. Setelah sampai di barisan paling depan, Salsa dapat melihat sebuah denah besar dan beberapa kertas berisi daftar nomor urut peserta beserta ruangannya.
"Amyra Salsabila Gisa, nah. Nomor urut 78. Ruang lima 61 - 75, kalau 78 berarti di ruang 6, oke," ucapnya pelan lalu keluar dari kerumunan itu, "Tunggu, ruang 6 ada di mana?" ucapnya panik.
Sebelum Salsa berbalik untuk kembali mencari dimana letak ruangannya, tas yang tersampir di punggungnya ditarik seseorang ke arah yang berlawanan. Hal itu sukses membuat Salsa memekik kaget dan menjadi pusat perhatian orang-orang yang di sana.
Tiba-tiba tarikan itu berhenti dan Salsa bernapas lega kemudian membalikan tubuhnya untuk melihat siapa yang dengan seenaknya marik dirinya, maksudnya menarik tasnya. Seketika Salsa membelakan matanya tidak percaya, "Kenapa lu ada di sini?!" bentak Salsa refleks ketika mendapati Raka berada di belakangnya.
"Ikut lomba, lah," jawabnya enteng.
Salsa akan membalas ucapan Raka, namun dia berpikir sebaiknya dia tidak perlu melakukan itu karena itu hanya akan membuat dirinya marah, hal itu tidak baik karena sebentar lagi Salsa akan mengikuti lomba. Jadi Salsa tarik napas dalam-dalam lalu mengularkannya perlahan kemudian pergimeninggalkan Raka.
Akan tetap baru saja beberapa langkah, tasnya itu sudah ditarik lagi membuat Salsa menjerit tertahan dan langsung menoleh untuk melihat siapa yang menarik tasnya itu. Ternyata benar dugaannya, itu adalah Raka. Salsa berteriak meminta dilepaskan tapi tidak didengar oleh Raka. Raka terus menarik Salsa sampai di depan sebuah ruangan, dia melepaskan tas Salsa dan Salsa langsung membalikan badannya.
"Lu apa-apaan, sih? Pake tarik-tarik tas segala," bentak Salsa karena kesal dengan apa yang dilakukan Raka tadi.
Raka menatap malas ke arah Salsa kemudian dia mengangkat jari telunjuknya ke arah jendela di sisi kanan Salsa. Mengikuti arahan telunjuk Raka, Salsa kemudian melihat ke arah jendela dan menemukan sebuah kertas bertuliskan Ruang 6 terpampang rapih di sana.
Salsa langsung masuk ke ruangan itu tanpa memedulikan Raka. Dia meliat sebagian bangku suda terisi, berarti Salsa tidak terlalu telat datang ke sini. Dia kemudian menjelajahi setiap sudut meja yang kosong untuk mencari nama dirinya dalam sebuah kertas yang ditempelkan di atas meja.
YOU ARE READING
Envi(ou)s(ion)
EspiritualBagi Salsa, kehidupan yang dia jalani saat ini adalah sebuah kesalahan. Dimana bundanya sendiri tidak menghargai kerja kerasnya selama ini. Bundanya hanya memikirkan gengsi sosialitanya dibandingkan perasaan Salsa sebagai anaknya, setidaknya itu yan...