Bab 6

6 5 0
                                    

Suara bel rumah Salsa berdenting keras sampai terdengar ke kamar Salsa. Salsa yang sedang bercermin langsung melihat jam yang sudah bertengger manis di tangan kirinya. Mereka datang 15 menit lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Segera dia merapihkan kembali kerudung berwarna jingga yang sudah terpasang di kepalanya. Dia mengenakan baju gamis yang warnanya lebih gelap dari kerudung yang dipakainya, terlihat cocok sekali untuk sosok Salsa yang selalu bersikap ceria.

Suara bel itu sudah berhenti berbunyi, mungkin Bunda sudah membuka pintunya, pikir Salsa. Dia harus segera turun ke bawah jika dia tidak mau ada yang memanggilnya lagi. Ketika membuka pintu dia langsung menemukan sosok abangnya dengan kemeja maroon juga celana bahan hitam polos.

Mengernyitkan dahinya Salsa kemudian tertawa melihat hal itu. Tidak biasanya Abay mau memakai celana bahan, pasti ada sesuatu. Karena biasanya dia akan langsung menolak ketika Bunda menyuruhnya memakai celana bahan. Abay selalu berdalih kalau celana itu hanya untuk orang yang sudah tua seperti Ayah sedangkan dia masih remaja, namun setelah itu Ayah akan langsung menimpuknya dengan koran dan membuatnya meringis sebal.

"Ga usah ketawa! Bunda maksa banget," ketusnya ketika melihat tawa dan tatapan mengejek Salsa ke arah celananya yang dikenakannya.

Masih dengan tawanya Salsa mengambil ponselnya lalu mengarahkan pada Abay, "Bang, lihat sini. Chees!" panggil Salsa membuat Abay menolehkan wajahnya dengan raut polos. Sedetik kemudian terdengar suara jepretan dari ponsel Salsa dan hal itu membuat Abay membelakan matanya tidak percaya, Salsa menipunya dan mengambil foto dirinya seenaknya.

Ketika Abay akan mengambil ponsel Salsa, Salsa langsung berlari ke bawah dengan kekehannya sedangkan Abay menghela napas frustasi kemudian mengejar Salsa sambil berteriak memibta Salsa untuk berhenti. Mereka melupakan sesuatu, tamu Bunda sudah datang dan mereka ada di bawah.

"Assalamu'alaikum," ucap seorang wanita seuunuran Bunda ketika pintu sudah terbuka.

"Wa'alaikumsalam, apa kabar, Gi?" jawab Bunda kemudian bercipika-cipiki seperti kebanyakan perempuan di luar sana.

"Alhamdulillah. Udah lama, ya, kita ga ketemu. Kamu makin cantik aja," jawab wanita yang Bunda panggil 'Gia' tadi.

"Haha, bisa aja kamu. Eh, ini siapa? Cantik banget, masyaallah," tunjuk Bunda pada seorang gadis yang ada di belakang wanita tadi.

Gadis yang memakai baju gamis putih bercorak huruf abjad itu tersenyum manis kemudian menyalami Bunda. Dia tampak manis dengan sentuhan kerudung pasmina navy yang membalut kepalanya.

"Siang, Bunda," sapa gadis itu, "aku Fani," lanjutnya dengan senyum yang tidak pernah pudar dari wajahnya.

"Wah, wah, kamu yang pin—" ucapan Bunda terpotong oleh Ayah yang menegurnya.

"Bun, tamunya diajak masuk, lho. Masa mau di depan pintu mulu. Kasihan."

Bunda meringis kemudian mempersilahkan tamunya itu masuk ke dalam dan langsung mengantarkannya ke ruang makan. Mereka berbincang ringan selama menuju ruang makan.

"Silahkan duduk dulu, Gia, Mas Sandi. Yah, tolong temani mereka. Bunda panggil anak-anak dulu, ditinggal sebentar ya, Gia," pamit Bunda dengan senyuman hangat.

Sebelum Bunda beranjak, suara teriakan Abay dan tawa Salsa menggema memeuhi ruangan sebelah yang sekarang menuju ke arah dapur, lebih tepatnya ruang makan.

"Salees! Berhenti, hey!" teriak Abay, "Lu ga bisa gitu, gue bilang berhenti, Sales!"

Kalimat yang Abay teriakan ditambah suara tawa renyah itu membuat tamunya heran dan menatap Bunda bingung. Alhasil Bunda dan Ayah hanya bisa meringis mendapat hal itu. Melihat tatapan Bunda, Ayah berpikir kalau setelah tamunya pergi Bunda akan menceramahi Salsa dan Abay habis-habisan.

Envi(ou)s(ion)Where stories live. Discover now