.
.
.
.Wattine
Awas Typo gaes..
.
.
.
.Sudah menjadi suatu kebiasaan untuk Tine di setiap pagi membuat bekal sebelum berangkat ke kampus. Bukan untuk dirinya, tapi untuk Sarawat. Tetangga yang jaraknya selisih tiga rumah saja.
Mereka bertetangga sejak Tine pindah ke komplek perumahan ini 6 tahun lalu, tepatnya saat Tine berada di tahun kedua sekolah menengah atas.
Tine menyukai Sarawat, sangat menyukai atau mungkin lebih tepatnya mencintai. Sudah 5 tahun Tine memiliki perasaan tersebut, bahkan sudah ratusan kali Tine memberi kode pada Sarawat perihal perasaannya, tapi Sarawat tetaplah Sarawat. Dari dulu pria tampan itu selalu bersikap dingin padanya. Tidak pernah ramah sekalipun, tapi walaupun begitu Sarawat selalu peduli padanya.
" Untuk Sarawat lagi?" Tine menggumam mendengar ucapan kakaknya. Gulf menghela nafas panjang, kapan adik bungsunya ini berhenti melakukan hal bodoh yang bahkan Sarawat tidak pernah mempedulikannya.
" Nong, sadarlah.. Sarawat tidak menyukaimu. Lebih baik kau cari yang lain saja." Tine mempoutkan bibirnya kesal mendengar usulan kakaknya yang terdengar gila. Tine segera merapikan barang miliknya. Mengacuhkan kakaknya yang masih sibuk mengunyah roti selainya.
" Mama.. Tine berangkat ya..!!" Teriakkan Tine menggema di seluruh ruangan. Agar mamanya yang sibuk di halaman belakang bisa mendengarnya. Berbeda dengan Gulf yang menutup telinganya. " Berisik nong.." Tine malah memeletkan lidahnya kepada Gulf dan segera pergi.
Saat Tine baru keluar dari rumah, pria berwajah cantik itu melihat Sarawat yang baru mengeluarkan mobilnya dari dalam garasi rumahnya.
" Sarawat..! Ai wat..!!" Panggil Tine keras, dengan langkah cepat Tine segera berlari menuju rumah Sarawat. Tapi ketika Tine hampir sampai Sarawat sudah lebih dulu menancap gas dan melesat pergi begitu saja. Meninggalkan Tine yang terus memanggil nama Sarawat tanpa henti.
Hah
Hah
Hah
Deru nafas Tine yang kelelahan karena harus berlari menuju kelasnya. Gara-gara Sarawat yang meninggalkannya Tine terpaksa harus berangkat menggunakan busway dan hampir terlambat.
" Kau habis maraton?" Tine melirik sekilas pria berwajah manis yang duduk di sampingnya, Tay Tawan. Sahabatnya sejak mereka menjadi Maba. " Sarawat meninggalkanku. Jadi terpaksa aku harus naik bus." Cerita Tine sambil mengipasi wajahnya yang terasa panas. Tay yang semula tersenyum kini berdecih dan memasang senyum sarkatis.
" Kapan kau berhenti mengejarnya Tine?" Tine menghela nafas, pertanyaan yang sama yang didengarnya pagi ini. Tine menangkup wajah Tay dan menatap sepasang mata teduh itu lekat. " Aku akan berhenti ketika aku ingin menyerah." Tay berdecak dan melepaskan kedua tangan Tine di wajahnya.
" Sudah 5 tahun, dan aku belum melihat tanda-tanda kau ingin menyerah. Justru sebaliknya." Tine terkekeh dan merangkul lengan Tay seraya menyandarkan kepalanya di bahu lebar sahabatnya itu.
" Aku tahu, dan kau, kakakku, Mama, teman-teman Sarawat dan mungkin semua orang di kampus tahu jika aku terlalu naif." Tine berbicara dengan tangannya yang memainkan jari-jari tangan Tay. Lalu pria berwajah cantik itu mengangkat kepalanya dan menatap Tay dalam.
" Selama Sarawat belum mengatakan penolakan, aku selalu berharap suatu hari nanti dia mau melihat dan menerima perasaanku." Tay terdiam mendengar penuturan Tine. Seakan sorot matanya tengah menyampaikan sesuatu, entah Tine menyadarinya atau tidak atau mungkin Tine tahu tapi dia memilih untuk berpura-pura tidak tahu tentang bagaimana perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BrightWin Love story
Teen Fictionhanya kumpulan cerita brightwin one shot.. tapi akan ada kopel yang lain juga yang akan mampir disini.. Genre nya random ya, ada BL ada SG, ada M-preg juga.