RFT - 5

2.5K 445 13
                                    

Room For Two | 05

Momen tersebut membeku.

Taehyun tidak tahu apa yang lebih kacau; buku-buku basah, seragamnya yang basah, atau debaran jantungnya yang kian liar. Tapi, nada bicara Beomgyu terdengar lirih dan pria itu ... menangis? Taehyun bergeming di tempat sewaktu Beomgyu mulai mendekapnya, masih dengan payung menaungi tubuh keduanya.

"Hyung, tenangkan dirimu dahulu."

Beomgyu malah mendekapnya, kian erat. "Aku tidak bisa, Tae. Aku mencintai Eunhwa, bagaimana bisa dia mengatakan ingin putus semudah itu?" Tangis tetap mengisi indra pendengaran Taehyun. Akhirnya, pemuda itu menarik tubuhnya dan memandang lurus wajah Beomgyu.

"Pasti dia punya alasan kan. Maksudku, mengapa dia mendadak mengatakan hal itu?" Taehyun masih tergelak—bagaimana bisa bertanya-tanya tentang kisah asmara orang lain di tengah hujan mengempur mereka dan tepat di hadapan bangunan sekolah. Ini bukan film! Taehyun memandang Beomgyu sendu. "Aku masih ada urusan, Hyung." Ia memungut buku-buku tadi dan mendekapnya, menggantikan jejak panas tubuh Beomgyu yang tadi menempel di tubuhnya. "Kita akan bicarakan nanti. Kau kemari .. dengan.."

"Aku naik bis tadi, aku sangat panik."

"Oke, kita ke halte saja ya?" bujuknya perlahan.

Beomgyu mengusap matanya, kemudian mulai memayungi mereka berdua. Karena hujan masih deras dan payung itu memang tidak diciptakan untuk dua orang, mau tidak mau, bahu mereka terus berbenturan satu sama lain. Beomgyu masih dipenuhi kalut dan pikiran buruk. Sementara itu, Taehyun berjuang gigih menahan debaran jantungnya yang tudak terkendali. Bagaimana bisa ia merasa sedih sekaligus lega? Taehyun melirik kecil Beomgyu, melihat pria itu mengencangkan rahang dan menatap fokus ke jalanan menuju halte.

Taehyn ingin membuka mulut, berusaha menenangan lebih lanjut tapi bibirnya kaku, dan suaranya tertelan entah bagaimana. Taehyun hanya memandang frustasi dengan gigi bergemeletuk.

"Dia bilang, ayahnya sangat tidak menyukaiku. Katanya, ayahnya ingin Eunhwa menikah dengan pria matang yang punya penghasilan stabil dan punya jabatan tinggi. Sementara aku." Beomgyu meringis. "Aku hanya mahasiswa yang masih mengandalkan uang orang tuaku. Sebagai anak band, itu memang menghasilkan jika kami mengadakan show tapi tetap saja, itu tidak sebanding."

Mereka pun terduduk di satu kursi panjang besi, bersama dengan murid-murid lain. Mereka lebih sibuk dengan urusan mereka jadi tidak memperhatikan satu pemuda yang kedinginan dengan tas buku di pangkuan atau satu pria dengan jaket setengah basah dan rambut yang berusaha ia rapikan namun wajahnya masih semendung tadi. Jejak air mata masih membekas di sekitar pipinya.

Beomgyu menoleh. "Aku tidak pantas ya untuknya?"

"Hyung, apa maksudmu? Menurutku, kalian bisa membicarakannya lagi. Pasti ada jalan keluar. Sekarang, jangan menangis." Taehyun bertemu tatap dengan Beomgyu yang masih memandang sendu. Taehyun pun tersenyum. "Kau tampan jika tersenyum, Hyung."

Uh?

Beomgyu menunduk, menatap tangannya yang terkepal kemudian bergeser untuk meraih tangan Taehyun yang nampak gemetran. "Kau kedinginan? Astaga, maafkan aku, apakah kau tidak membawa payung pagi ini?"

Taehyun menggeleng.

"Bagaimana bisa? Cuacanya sedang buruk." Sejenak, Beomgyu hendak melepaskan jaketnya, namun dia sadar bahwa jaket itu pun agak basah di bagian dalam, jadi dia urungkan. Beomgyu agak berdebat—itu terlihat dari ekspresinya. Ya atau jangan. Ya atau jangan. Beomgyu seperti buku yang terbuka jika menyangkut ekspresi dan pikirannya, hingga tidak sulit bagi Taehyun langsung paham apa yang Beomgyu tengah hadapi.

ROOM FOR TWO | beomtae ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang