Part 17~Upacara Pemakaman Cindy

7 4 0
                                    

Amalia, Papah, dan Mamanya berada di ucapara pemakaman Cindy. Teman-teman sekelasnya pun juga ikut datang ke acara pemakaman tersebut.

Terlihat keluarga Cindy yang sangat terpukul atas meninggalnya putri mereka, terutama Mama Cindy. Beliau sampai menangis histeris di samping makam putrinya itu.

Teman-teman dan kerabat dekat keluar Cindy, menaburkan bunga di atas makamnya Cindy.

Tak terasa air mata Amalia menetes. Amalia sungguh sangat merasa bersalah. Jika saja dia tahu dari awal Cindy seorang droga, maka Amalia tidak akan pernah mau menatap mata Cindy.

Amalia juga merasakan kehilangan, seperti yang di rasakan oleh keluarga besar Cindy. Bukan saja kehilangan sahabatnya, tetapi Amalia juga merasakan kehilangan sosok saudara. Amalia sudah menganggap Cindy sebagai sahabat sekaligus saudara baginya.

Mungkin dosa terbesar yang dilakukan dirinya adalah membunuh sahabat sekaligus saudara baginya, tanpa orang lain ketahui. Hanya untuk suatu penglihatan sempurna sesaat.

Sekitar 15 menit kemudian, semua orang mulai meninggalkan tempat peristirahatan Cindy yang terakhir. Keluarga Cindy pun sudah pulang.

"Sayang, ayok kita pulang."

Amalia tersenyum pada Mama, tapi matanya tak mau menatap kedua orang tuanya.

"Mama sama Papah duluan aja. Amalia mau disini sebentar lagi," ucap Amalia.

Sang Mama kemudian mengelus kepala sang putri.

"Beneran nih, sayang?" tanya Mama Amalia memastikan.

Amalia menganggukkan kepalanya dengan pelan.

"Yaudah, Mama sama Papah nungguin di mobil."

Mama Amalia menghela napas sebentar. Kemudian Mama dan Papah Amalia pergi ke mobil lebih dulu.

Sekarang semua orang sudah pergi dari makam Cindy. Hanya Amalia yang ada disini.

Amalia menundukkan kepalanya menatap makam Cindy di depannya. Amalia berjongkok, dia membaca nama yang tertera di nisan itu, dengan penglihatan yang abu-abu. Cindy Dea Binti Husain Abdullah.

Tak terasa air mata Amalia kembali menetes . Amalia mengelus baru nisan Cindy.

"Cin, maafin gue."

Air mata Amalia semakin deras menetas.

"Hiks...lo mau kan maafin gue?" tanya Amalia, tapi tak ada jawaban dari siapapun.

"Harusnya gue dengerin kata-kata lo, Cin. Waktu lo ngelarang gue buat pergi ke perpustakaan itu. Tapi gue malah ngeyel dan nggak mau dengerin lo."

Amalia menatap dengan pilu makam di depannya itu.

"Gue nggak ada niatan sama sekali buat bunuh lo. Gue kangen banget sama celotehan lo. Gue kangen banget pas lo datang ke sekolah pagi-pagi biar lo bisa nyontek sama gue," ucap Amalia dengan tawa sesekali di sela tangisnya.

"Gue bingung, Cin. Gimana cara buat nggak ngebunuh orang lagi?" tanya Amalia sedih.

Sekitar 10 menit Amalia berbicara sendiri di depan makam Cindy.

Amalia menghapus air mata di pipinya. Amalia kemudian tersenyum sambil mengelus batu nisan Cindy.

"Gue pergi dulu ya, Cin. Selamat istirahat sahabat terbaik gue."

Amalia lalu berdiri. Amalia menatap makan Cindy sebentar. Kemudian Amalia pergi menyusul Papah dan Mamanya yang sudah menunggu dirinya di dalam mobil.

Amalia menatap sebentar area depan TPU pemakaman di depannya itu. Amalia menghela napas. Kemudian Amalia masuk kedalam mobil, duduk di bangku penumpang.

Saat putrinya sudah masuk ke dalam mobil, Ayah Amalia kemudian menjalankan mobilnya pergi dari area pemakaman umum itu.

Amalia membuka jendela mobil disebelahnya. Amalia bersandar di jendela mobil. Mata Amalia sambil melihat ke arah jalanan yang dilewatinya.

Saat di lampu merah, Papah Amalia menghentikan mobilnya sebentar menunggu lampu berpindah warna menjadi hijau. Amalia melihat ke arah pengendara motor yang stop di sebelah mobilnya.

Amalia menatap anak kecil berjenis kelamin laki-laki, yang berumur sekitar 4 tahun yang ada di gendongan ibunya yang duduk di belakang motor. Anak kecil itu membalas tatapan Amalia.

Anak kecil itu adalah seorang droga. Terdapat cahaya merah keunguan di dahi anak kecil itu. Setelah lama bertatapan dengan Amalia, anak kecil itu langsung memejamkan matanya. Sang ibu dari anak kecil itu berteriak histeris melihat kondisi anaknya.

Lampu hijau pun menyala. Papah Amalia kembali menjalankan mobilnya. Amalia menutup kaca mobilnya. Amalia melihat sekitanya, penglihatannya telah kembali setelah membunuh anak kecil yang tidak bersalah itu.


Sengaja atau pun tidak
Aku telah memulainya
Aku ingin berhenti
Tetapi aku tak tahu cara untuk mengakhiri

****

Hai semua jangan lupa like and komen ya 😁

Gray Love [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang