Part 5~ Monokromatik

12 4 4
                                    

Amalia sadar setelah mengalami pingsan. Bau khas obat-obatan langsung menyengat di indera penciumannya. Amalia membuka matanya perlahan, untuk menyesuaikan matanya dengan cahaya di ruangan itu.

Amalia sekarang berada di rumah sakit. Pada saat kejadian itu terjadi, tidak lama kemudian Amalia pingsan. Kemudian, datang para panitia dan guru yang menemukan Amalia dan teman-temannya berada di dekat pohon besar.

Padahal waktu itu mereka merasa ada di sebuah gubuk, tapi pada kenyataannya tidak ada gubuk di situ. Di sekeliling mereka hanya ada pepohonan yang rindang.

Para panitia dan dewan guru langsung membawa teman-teman Amalia balik ke tenda mereka. Sedangkan Amalia langsung di larikan ke rumah sakit, dan dewan guru langsung menghubungi kedua orang tua Amalia untuk memberi tahu keadaan anak mereka.

Pada saat mata Amalia terbuka semua. Jantung Amalia berdetak kencang. Dahi Amalia mengerut ketika menyadari ada yang aneh dengan penglihatannya.

"Sayang, kamu sudah sadar?"

Mama Amalia mendekati ranjang sang putri.

"Apa ada yang sakit, sayang?" tanya Mama Amalia khawatir.

Amalia menatap ke sekeliling ruangan ini. Kenapa semua tidak berwarna? Apakah sedang mati lampu? Batin Amalia bertanya-tanya.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Mama Amalia kembali.

"Mah, aku di mana?" tanya Amalia dengan suara gemetar.

"Kamu ada di rumah sakit, sayang."

"Mah, mati lampu ya?"

"Nggak mati lampu kok, sayang!" jawab Mama Amalia heran.

"Mah, jangan bercanda."

"Mama nggak lagi bercanda,sayang. Emang nggak mati lampu, orang cahayanya terang begini kok."

Amalia seketika panik, kenapa Amalia tidak bisa melihat warna apapun selain warna putih dan juga abu-abu. Bahkan Amalia melihat mamanya pun dengan warna abu-abu.

"Mah, aku kok liatnya warna abu-abu sapa putih doang? Kaya warna TV zaman dulu."

Mama Amalia juga ikut panik karena mendengar perkataan putrinya itu. Mama Amalia langsung berteriak memanggil dokter dan menceritakan apa yang Amalia katakan.

Sang suami yang berjalan di lorong rumah sakit, membawakan roti dan minuman dari kantin rumah sakit itu. Seketika langsung berlari dengan cepat mendengar teriakan sang istri yang memanggil dokter.

"Dokter ayok cepat periksa anak saya."

Dokter memeriksa kedua mata Amalia satu persatu menggunakan senter kecil.

Karena Amalia yang terus berteriak dengan histeris dan tidak mau diam. Akhirnya dokter menyuntikkan obat bius ke jarum inpus Amalia. Amalia pun perlahan-lahan mulai memejamkan matanya.

"Bapak dan Ibu bisa ikut keruangan saya sebentar?"

Mama dan Papah Amalia pun mengikuti dokter tersebut ke ruangannya.

****

Didalam ruangan dokter tersebut Mama dan Papah Amalia mendengarkan penjelasan dokter dengan sesama.

"Sebenarnya ada apa dok, dengan penglihatan putri saya?" tanya Papah Amalia serius.

Dokter tersebut menghela napas.

"Menurut penglihatan saya, putri anda mengalami penglihatan monokromatik atau kebutaan spasial. Itulah mengapa putri ada hanya bisa melihat semua orang dengan warna putih dan abu-abu, seperti gambar TV zaman dulu."

"Apa putri saya buta, dok?" tanya Mama Amalia dengan air mata yang tiba-tiba mengalir tanpa bisa di cegah.

Seperti disambar petir, orang tua Amalia sangat terkejut dengan penjelasan dokter itu.

Tak pernah terpikir oleh Mama dan Papah Amalia, bahwa putri semata wayang mereka akan mengalami penyakit seperti ini. Tentu saja ini merupakan cobaan yang sangat berat untuk putri kesayangan mereka.

"Kenapa putri saya bisa buta, dok?" tanya Papah Amalia tidak percaya dengan kenyataan yang baru dia dengar.

"Buta warna monokromatik atau spasial ini biasanya terjadi karena faktor keturunan kerena diwariskannya kelainan pada fotopigmen molekul pendeteksi warna yang terdapat pada retina mata atau bisa juga di sebabkan oleh faktor cidera fisik pada mata. Cidera fisik pada mata bisa di sebabkan oleh faktor paparan bahan kimia pada mata, yang menyebabkan gangguan pada syaraf penglihatan, atau gangguan pada bagian otak yang memproses informasi warna yang dilihat," jelas dokter tersebut.

Papah Amalia mencoba untuk menenangkan sang istri, yang sedari tadi menangis.

"Apakah putri saya bisa melihat normal kembali,dok?" tanya Papa Amalia penuh harap.

"Tergantung pak, putri anda bisa disembuhkan atau bisa buta permanen. Untuk lebih memastikan, kita akan melakukan beberapa tes lebih lanjut pada pada putri anda."

Mama Amalia semakin menangis mendengar keadaan putrinya itu. Papah Amalia hanya bisa menenangkan sang istri dengan memeluknya.

****
Amalia duduk bersandar di ranjang rumah sakit. Amalia terus saja melamun. Sang Mama pun sedari tadi membujuk sang putri untuk memakan makanannya.

"Sayang ayok, bukan mulutnya."

Mama Amalia mencoba untuk menyuapi sang putri. Tapi Amalia hanya diam tidak merespon ucapan dari Mamanya itu.

Melihat sang putri yang terus saja diam tanpa bersuara, tentu saja membuat rasa sakit menjalar di hati Mama Amalia. Putrinya yang biasanya ceria dengan senyum manisnya, tiba tiba mendadak hanya diam melamun.

"Mah, aku bakal sembuh kan?" tanya Amalia menatap sang Mama dengan mata berkaca-kaca

Mama Amalia mengelus wajah Amalia sambil mencoba untuk tersenyum. Walaupun senyum tersebut hanya sebuah senyum kepalsuan.

Kalau saja bukan dihadapan putrinya, Mama Amalia pasti akan menangis sekencang melihat keadaan putrinya sekarang.

"Amalia berdoa aja ya, semoga Amalia bisa melihat kaya dulu lagi."

Hanya itu saja yang bisa dikatakan oleh Mama Amalia. Dia tidak mungkin memberikan harapan palsu pada anaknya.

Mama Amalia hanya bisa berdoa, semoga tuhan memberikan keajaiban untuk putrinya, agar bisa melihat dengan normal kembali.

****

Hai semua jangan lupa vote and comment ya kalo ada salah dalam penulisan KBBI atau typo wkwk. Soalnya aku setelah nulis cerita males banget ngerevisi.



Gray Love [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang