3

111 47 73
                                    

Musim penghujan kini telah datang, awan mendung berwarna abu-abu jadi penghias di pagi ini. Hawa dingin berlomba-lomba mendinginkan keadaan sekitar dengan cepat.

Aka dengan jaket tebal di tubuhnya melangkah keluar kamar menuju meja makan, untuk sarapan.

Sampai di meja makan Aka tidak melihat keberadaan sang papah, hanya ada sang abang tengah meminum segelas susu dengan keadaan muka seperti orang habis bangun tidur.

"Papah mana?" Aka menarik kursi di dekat sang abang dan langsung menduduki.

"Dikamar, lagi molor." jawab Gopal menyeruput habis susu di dalam gelas.

Aka mengambil selembar roti tawar lalu mengolesinya dengan selai coklat. "Lo gak kuliah?"

"Males ..., Dingin kaya gini enak nya mongkel di kasur sambil keredongan,"  Gopal mencomot pancake yang tersedia di piring.

"Dih, mao jadi beban keluarga lo kaya gitu?" Seru Aka memandang tak suka ke arah Gopal.

"Uhuk ..., Uhuk ..," Gopal dengan buru-buru mengambil segelas air putih dan meminumnya hingga tanda. "Ah, lega." Leguhnya.

Menaruh kembali gelas itu ketempat semula, Gopal memperhatikan sang adik yang adem ayem memakan roti tampa membantu dia ketika keselek.

"Lagi pengen bat gue bantu, lo." kata Aka seakan tau isi pikiran Gopal.

Gopal gelagapan. "Setidaknya bantu gue lah, kalo gue mati ntar lo mewek."

"Mati dah sono, lo. Biar ga jadi beban keluarga." balas Aka kejam.

Memandang tak percaya kearah sang adik. Gopal meneguk ludah kasar. Bisa-bisa nya Aka berkata seperti itu. Padahal selama ini Gopal sudah berusaha menjadi abang terbaik untuk Aka.

Aka tidak mengindahkan tatapan terluka Gopal. Dia segera bangkit dari duduk menuju kamar sang papah. Untuk minta diantar ke sekolah.

Mengetuk perlahan, Aka tidak mendapat sautan dari dalam. Mau tak mau aja segera membuka pintu tak terkunci kamar sang Ayah.

Berdecak malas memandang ke arah ranjang yang terdapat seorang tengah meringkuk dengan selimut bergambar boba. Bahkan nuansa kamar ini pun bernuansa boba.

Dengan segera Aka menghampiri sang papah. "Pah! Bangun, Aka mao sekola, udah jam berapa ini!"

Gio tak bergeming sama sekali. Dia malah mengeratkan selimut membuat Aka menahan amarah. Aka memang paling susah mengontrol amarah maupun emosi.

"Pah! Bangun!" Dengan tak sabaran Aka menggoyang-goyangkan badan sang ayah dengan kencang.

Gio yang merasa badannya tergoncang segera membuka mata dan mendapati wajah kesal anak bungsunya.

"Apa si, Ka. Gak tau apa papah lagi bangun pabrik Boba tadi! Gara-gara kamu pabrik Boba papah ga jadi kebangun!" Gio malah bersingkut kepojokan tak memperdulikan sang anak.

"Terus Aka kesekolah sama siapa?!" Gertak Aka di pinggir kasur.

"Sopir lah. Masa iya sama si biksu!"

"Sopir kan lagi pulang kampung, pah."

"Minta anterin sama temen nya Boboiboy sono!"

"Kenapa harus sama si Gopal, kalo papah aja bisa nganter Aka!"

Gio membuka mata kembali dan menatap lekat ke arah sang anak. "Minta anterin sama si Gopal sono. Papah ngantuk mau tidur, umpung kantor libur puas-puasin tidur."

"Tidur si kaya latihan mati," gerutu Aka tak urung pergi dari kamar sang papah.

Gopal menatap heran sang adik, muka ditekuk, mulut tak berhenti bergerak. "Kenapa?"

"Anterin gue kesekolah. Lo gak kuliah kan?" tanya Aka.

"Tadi aja ngatain gue beban keluarga, karang minta anterin," cibir Gopal memandang Aka jenaka.

"Berisik! Cepet ganti baju!" pinta Aka.

"Jadi yang beban keluarga, Lo atau gue?"

****
Aka segera turun dari motor sang abang. Merapihkan sejenak rok serta rambut yang agak berantakan akibat tertiup angin. Gopal terus memperhatikan Aka dengan berdecak malas.

"Udah rapih, neng ...," Ledek Gopal.

Tak menggubris ledekan sang abang Aka masih merapihkan tampilan. Biar gimanapun kerapihan nomor satu menurut Aka kalo soal penampilan.

Gopal masih setia menunggu di atas motor dengan tatapan mata masih terpaku pada sang adik.

"Mending kuncir Ka, rambut lo." Suruh Gopal.

Aka dengan sigap mengumpulkan rambut ke atas dan menguncirnya. "Kaya gini?"

Gopal memperhatikan setiap lekuk rambut Aka. Lantas Gopal menggeleng dengan cepat setelah melihat sesuatu. Aka mengerutkan dahi bingung.

"Gerai lagi gerai!"

"Kenapa si? Tadi Lo yang minta gue buat kuncir ni rambut. Sekarang minta di lepas. Mau Lo apa si?" seru Aka memandang kesal Gopal.

Gopal langsung menarik tangan Aka agar lebih dekat. Tangan Gopal langsung melepas kunciran Aka begitu saja. "Leher lo keliatan,"

Aka ngerti apa yang dimaksud oleh Gopal. Dia langsung pergi dari hadapan Gopal.

"Pamitan nya mana, woi!" Pekik Gopal menatap Aka yang sudah melangkah pergi.

Memberhentikan langkah seketika Aka segera membalikan badan kembali ke arah Gopal. Gopal tersenyum senang.

"Duit mana?" Aka menedengkan tangan ke arah Gopal yang memasang wajah tak percaya.

"Gue nyuruh Lo pamitan, bukan minta duit sama gue," kesal Gopal menyentil kening Aka pelan.

"Duit mana? Kalo lo gak ngasih duit, siap-siap kamar lo gue isiin setan!" Gopal langsung mengeluarkan Dompet dan memberikan Aka 2 lembar uang berwarna merah.

Gopal tidak bisa berbuat apa-apa selain memberikan uang kepada Aka. Saat mendengar nama setan di ucapkan oleh Aka Gopal jadi parno, Inget waktu dulu Aka memasukan setan ke kamar nya. Gara-gara Gopal menjahilinya. Omongan Aka memang tidak main-main.

Aka yang sudah mendapatkan duit langsung pergi dari hadapan Gopal tanpa pamitan. Definisi adik laknat memang.

"Duit gue ...," Ratap Gopal melihat isi dompet sisa 3 lembar duit berwarna hijau.

"Pokok nya nanti malem gue kudu ngepet lagi!"

.
.
.

TBC.

BUKAN DUKUN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang