7

95 45 83
                                    

Butir demi butir keringat berjatuhan begitu saja di wajah pemuda yang tengah terlelap dengan tampang risau, entah mimpi apa yang memasuki alam mimpi pemuda itu hingga membuat sang empu menggerakkan badan gelisah.

"Arghhhh ...." Teriak pemuda itu setelah sadar dari tidur yang amat menyeramkan.

Mengusap peluh keringat dengan punggung tangan, mata tajamnya menatap dinding yang terdapat jam tertempel. Jam menunjukan pukul 03.00 dini hari. Sudah beberapa hari ini mimpi itu terus saja datang di alam bawah sadarnya. Entah itu apa, dia tidak tau. Tetapi mimpi tersebut sangat nyata.

Pintu terbuka menampilkan wajah khawatir wanita paruh baya bernama Dinda Anggreani---ibu dari pemuda itu.

"Farras ... Kamu kenapa, nak?" tanya Dinda sudah berada di samping Farras dengan wajah penuh tanya. Dirinya kaget bukan main setelah selesai sholat sunah tahajud mendengar teriakan dari kamar sang putra.

Pemuda yang tak lain adalah Farras menampilkan senyum baik-baik saja kepada orang yang amat sangat di sayang. Farras hanya mempunyai ibu di dunia ini, ayah Farras sudah kembali kepelukan sang pencipta sejak Farras kecil.

"Aku baik-baik saja, bu." Farras memandang lembut sang ibu.

Dinda mengusap kepala Farras dengan sayang. "Kalo ada apa-apa bilang ke ibu. Ibu gak mau kamu kenapa-napa."

"Iya ibu," jawab Farras tersenyum kecil.

"Ambil air wudhu gih sholat tahajud!" suruh Dinda yang sudah bangkit dari ranjang Farras.

Farras mengangguk.

"Abis itu kamu tidur, kalo sudah waktu subuh segera bangun, dan jangan lupa sempatkan waktu untuk membaca Al-Qur'an," ujar Dinda segera menutup pintu kamar Farras setalah melayangkan senyuman tulus.

Bersyukur, itu yang selalu Farras rasakan. Bersyukur sekali dirinya masih mempunyai alarm pengingat akan hal kebaikan. Semoga sang ibu diberikan kesehatan setiap waktu.

Farras tersentak kaget melihat sekelebat bayangan hitam. Sebelumnya tidak ada kejadian macam sekarang. Kenapa akhir-akhir ini dia seperti mendapatkan teror?

Mengusap wajah kasar dengan tangan kanan, Farras mengerutkan dahi melihat gelang yang bertengkar di lengannya. Gelang ini pemberian Cika---pacarnya Farras.

Menatap gelang itu lekat, Farras merasa awal mula mimpi seram seperti tadi sejak malam 'itu' malam dimana dirinya dikasih gelang oleh sang pacar. Tak lama kepala Farras menggeleng, menepis pikiran buruk tentang sang pacar dan segera bergegas menuju kamar mandi untuk melaksanakan sholat sunah tahajud, yang dimana keutamaan sholat tahajud sangat banyak.

Saat Farras sudah memasuki kamar mandi tak lama kemudian sekelebet bayangan hitam kembali datang, bedanya dia terdiam tepat di depan pintu kamar mandi, yang dimana di dalam kamar mandi itu terdapat Farras.

"Kamu akan mati ...."

••••••

Lisa memandang Aka jengah, sejak tadi Aka masuk ke dalam kelas tingkah Aka sungguh membingungkan. Kaki bergoyang-goyang di bawah meja serta mulut yang tak berhenti mengucap istighfar. Ada apa dengan Aka? Itu yang sejak tadi berkelana di dalam otak Lisa.

"Aka, Lo kenapa?" tanya Lisa entah yang kebarapa kalinya.

Aka tidak mengindahkan pertanyaan Lisa, dia masih diposisi seperti tadi, kaki bergoyang dengan mulut yang tak berhenti mengucap istighfar. Sejak malam hati Aka risau, setelah mendapatkan gambaran-gambaran yang aga menyeramkan. Aka risau bukan karena takut dengan gambaran seram yang menyangkut dunia persetanan.

Tetapi Aka risau karena gambaran menyeramkan itu menyangkut dengan nyawa seseorang. Aka tak mau main-main dengan nyawa. Aka lebih baik berurusan dengan Rainbow Gank dari pada harus berurusan dengan nyawa.

Aka memijat pelipisnya. Mengenyahkan sekian gambaran-gambaran yang sedari tadi muncul di dalam otak.

"Sekarang hari apa?" Aka memutar badan menghadap Lisa.

"Lo, pikun apa buta hari?" Lisa memandang Aka aneh.

"Jawab! Sekarang hari apa?" sentak Aka dengan wajah serius.

"Sekarang hari Rabu, dodol! Lo ga liat, lo make baju batik, yang di mana artinya sekarang hari Rabu!" seru Lisa malas.

"Demi apa?!" pekik Aka, entah sejak kapan wajah Aka mengeluarkan bulir keringat.

"Hoi, dukun! Berisik amat lo, ini kelas bukan pasar. Jadi gausah teriak kaya gitu, ganggu tau gak?!" desis salah satu siswi bername-tag Ratu yang memang tidak menyukai kehadiran Aka.

"Tau lo, teriak-teriak kaya orang udik!" tambah Bebi, siswi yang sempat bersiteru dengan Lisa.

"Seterah orang dong, mau teriak ke, jungkir balik, salto. Ngapa lo pada yang repot?" Lisa angkat suara setelah mendengar suara Bebi si ratu babi terdengar di telinga Lisa.

"Ini kelas bukan hutan! Jadi gausah teriak-teriak kaya orang utan begitu! Nora tau ga?" ejek Bebi menatap Aka remeh serta menatap Lisa jenaka.

"Iri bilang bos!" tantang Lisa berdiri dari bangku menghadap Bebi yang duduk di kursi no 2 di barisan ke 3.

Aka mendengus lelah. Pikiran Aka masih berkelana kepada gambaran-gambaran itu. Dan sekarang Lisa malah menambah runyam. Bukannya membuat Aka mendapatkan jawaban dari gambaran-gambaran itu.

"Bacot lo, telor kutu!" seru Bebi tersirat akan nada ejekan.

Saat ingin membalas ejekan Bebi tangan Lisa di tarik oleh Aka, Lisa mengurungkan niat untuk membalas ejekan dari si ratu babi itu.

"Lo, harus bantuin gua buat nemuin orang itu." Aka menatap penuh harap ke Arah Lisa yang bingung akan ucapan Aka.

"Hah? Orang itu siapa? Ngomong yang bener napa sih, Ka. Jangan setengah-setengah." Lisa mengamati wajah Aka.

"Yah diem! Cupu lo!" teriak Bebi melihat Lisa tidak membalas ejekannya.

Lisa yang lagi dalam mode serius menatap Bebi malas. "Lo, diem ga! Sekali lagi gue denger suara lo, jangan harap lo bisa ngomong dengan bener!"

Bebi duduk ketempat semula dengan mengunci rapat bibirnya. Lisa kalo lagi dalam mode serius memang menakutkan. Bebi tidak mau mencari gara-gara. Lebih baik dia menunggu waktu yang pas.

"Jadi gimana?" Lisa kembali fokus dengan topik pembicaraan nya dengan Aka.

Aka menarik napas dan menceritakan gambaran-gambaran yang datang di dalam otak Aka kepada Lisa dari awal hingga Akhir. Lisa bergidik ngeri mendengar penjelasan Aka mengenai orang itu.

"Gitu, Lis."

"Kok serem si, Ka."

"Telat sedetik, nyawa orang itu bakal terancam Lis, gua harus gimana buat nyari orang itu?"

Lisa berpikir dengan keras mengingat setiap detail penjelasan Aka tadi, bagai lampu menyalah di malam hari Lisa mendapat titik terang. Ah Lisa sangat bersyukur memiliki daya ingat yang kuat.

"Gelang, ya gelang. Kita harus nyari orang yang make gelang!" pangkas Lisa semangat.

Kening Aka berkerut menelaah ucapan Lisa. Seperkian detik mata Aka melotot mengingat orang 'itu'. Orang yang pernah Aka temui.

Jadi ini artinya dari sosok yang pernah Aka lihat di belakang tubuh pemuda itu? Dan gelang itu, ya! Pasti gelang itu adalah sumber masalahnya.

.
.
.

Hay-hay.
Gimana kabar kalian? Baik kan?
Gimana part ini?

BUKAN DUKUN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang