5

112 53 92
                                    

Aka membungkukkan badan mengambil benda terjatuh dari tangan pemuda yang barusan melewati Aka. Meneliti sekian detik benda yang tak lain adalah gelang berdesains kuno, Aka merasakan ada kejanggalan.

Membalikan badan Aka masih melihat siluwet badan pemuda pemilik gelang ini. Mau tak mau Aka meneriaki pemuda itu dengan suara lantang. Untung saja murid SMA Guna Bangsa hampir semua sudah meninggalkan sekolah.

"Hoy! Cowo lagi jalan!" panggil Aka dengan kencang.

Pemuda itu berhenti melangkah membalikan badan menatap kanan dan kiri yang sudah sepi sekali. Pemuda itu menunjuk diri sendiri, untuk memastikan kalau dia yang di panggil Aka, Lantas Aka mengangguk.

Berjalan ke Arah Aka pemuda dengan perawakan atletis itu berhenti tepat beberapa langkah dihadapan Aka.

"Ada apa?" tanya pemuda itu menatap Aka yang penuh tanda tanya.

Mengerutkan dahi Aka merasakan aura negatif melingkupi tubuh pemuda itu, Aka menatap pemuda itu penuh selidik. Pemuda yang tidak diketahui nama nya merasa gugup di tatap Aka seperti itu.

"Emm ..., Ada apa?" ulang pemuda di hadapan Aka.

Aka buru-buru mengenyahkan pikiran negatif tentang pemuda ini, tangan Aka terulur kedepan mengembalikan gelang pemuda yang tadi secara tak langsung terjatuh di dekat Aka. Pemuda itu memelototkan mata langsung merampas dengan kasar gelang di tangan Aka.

Diam-diam Aka memejamkan mata dengan mulut berkomat-kamit tanpa sepengetahuan pemuda itu yang sekarang sedang memperhatikan gelang miliknya.

Buru-buru membuka mata setelah melihat hal mengerikan Aka menatap pemuda itu dengan wajah tidak bisa diartikan.

"L-lo nemuin gelang gua dimana?" Pemuda itu menatap Aka dari atas sampai ujung rambut.

"Situ." Aka menunjuk tepat di samping dirinya berdiri, tempat di mana gelang itu terjatuh.

"Oh ..., Kenalin nama gua Farras," ujar Farras memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangan.

Aka mengulurkan tangan juga untuk menjabat. "Aka,"

Dengan cepat Aka menarik kembali tangan nya. Aka menatap belakang Farras dengan raut terkejut yang langsung disembunyikan dengan cepat.

Farras bingung melihat Aka seperti itu, ada apa dengan gadis di depannya ini? Omong-omong tentang Aka, Farras lumayan mengenal gadis itu. Bukan kenal secara langsung, melainkan Farras sekedar tau lewat sesi pergibahan teman sekelas Farras yang mengatakan bahwa gadis di depan nya ini adalah seorang Dukun.

Tentu Farras tidak percaya dengan omongan belaka teman nya. Menurut Farras mereka terlalu berlebihan mengambil simpulan tentang gadis yang tak lain, Aka.

"Yaudah, Aka. Gua duluan ya, see you." Farras tersenyum ke arah Aka dan melangkahkan kembali langkah yang tertunda.

Seakan ingat oleh sesuatu Farras memberhentikan langkah lebarnya. "Hehehe .... Gua lupa ngucapin makasih. Makasih Ka, udah nemuin gelang gua." Farras menggaruk tengkuk yang tak gatal.

Mengangguk sekilas Aka memejamkan mata dan membuka kembali. "Ah iya, cover putih belum tentu dalamnya putih, cover hitam belum tentu dalamnya hitam." Aka langsung pergi meninggalkan Farras yang terdiam mencerna perkataan Aka barusan.

Farras menatap kepergian Aka dengan tanda tanya besar. "Cover putih belum tentu dalamnya putih, cover hitam belum tentu dalamnya hitam. Maksud dia apa?"

"Sayang!"

Farras buru-buru menghadap ke arah suara itu. Terlihat gadis dengan rambut lurus berwajah cantik menghampiri Farras.

"Kamu kemana aja si, aku khawatir tau nyariin kamu dari tadi," keluh gadis berambut lurus dengan muka tersirat akan khawatir.

"Aku dari kelas sebelah tadi." Farras mengelus rambut gadis yang tak lain adalah pacarnya dengan lembut.

"Kalo kemana-mana bilang ke aku ya, aku takut kamu kenapa-napa." seru gadis itu dengan nada tersirat akan sesuatu yang Farras tidak menahu.

"Iya, sayang."

•••••

Aka mengetuk dahi gusar di atas kasur dengan di temani Bobi tepat di sebelah Aka. Pikiran Aka terus menuju pertemuan antara dirinya dan Farras. Pemuda berbadan atletis itu.

Saat menengok kebelakang Farras tadi Aka menemukan sosok mengerikan, entah apa itu. Tubuh besar, rambut panjang dengan muka seram serta gigi runcing macam drakula. Aka belum mengetahui maksud sosok tadi mengikuti Farras.

Sampai saat ini Aka masih berkelana dengan pikiran yang tertuju pada itu-itu saja. Aka menangkap sinyal berbahaya dari sosok tadi. Hati nurani Aka terbuka untuk menolong Farras. Toh itung-itung bekal untuk di akhirat.

"Aka, kenapa kamu? Diam saja seperti patung." Bobi menepuk bahu Aka yang tentu saja tembus. Sedari tadi sosok setan berperawakan cungkring berambut gondrong memperhatikan Aka yang berdiam diri sambil melamun, entah melamunkan apa.

Aka mengerjabkan mata menoleh pada Bobi. "Gue ..., Gapapa. Mending Lo kerjain PR gue sono, ngapain ikutan duduk di sini coba!"

Bobi mendengus malas tapi tak urung sosok hantu berbadan cungkring itu berpindah tempat ke meja belajar milik Aka dan mengeluarkan buku pr untuk ia isi. Aka yang melihat Bobi menurut akan ucapan nya tersenyum sedetik.

"Manusia memang seperti itu ya, selalu memanfaatkan apapun dengan baik dan benar," Bobi berucap dengan tangan yang sibuk menulis jawaban.

"Selagi bermanfaat kenapa gak di manfaatin?" Aka menaik-turunkan alis nya.

"Aku merasa di babuin oleh kamu ..., Kapan kamu mau mengerjakan pr sendiri, kenapa harus aku yang mengerjakannya?" Bobi memberhentikan tulisan pada buku tulis Aka dengan menghadap ke arah Aka.

"Selagi ada lo kenapa gue harus repot-repot ngerjain PR." Aka menyenderkan badan pada pinggiran kasur.

Bobi mendengus. "Aku nyesel menjadikan kamarmu tempat singgah. Harusnya aku menyinggahi kamar sebelah, bukan kamar ini. Benar ya kalo penyesalan itu selalu datang di akhir."

"Kalo di awal nama nya pendaftaran. Lagi tibang ngerjain PR gue apa susahnya si. Otak lo kan setara tuh sama Albert Einstein, sayang kalo gak digunain. Dari pada mubajir mending di gunain kan?" seru Aka dengan muka sedikit mengejek.

"Tapi kamu menyalah gunakan otakku. Hampir tiap hari aku mengerjakan PR mu, bahkan Kamu tidak pernah mengerjakan PR barang seinci pun. Aku jadi meragukan isi kepalamu." Bobi kembali melanjutkan mengerjakan tugas Aka.

"Heh! Lo pikir gue gak punya otak?"

"Aku tidak bilang seperti itu."

"Kata-kata lo tertuju pada otak gue, babi!"

"Nama aku Bobi bukan babi!"

"Udah gausah banyak cingcong, kerjain buruan tugas gue!"

"Kalo ada lembaga perlindungan hantu di duniaku, sudahku adukan kamu pada kepala lembaga. Biar di tangkep sekalian,"

"Dan untung nya kaga ada, jadi lo gak bisa ngelapor. Makanya kalo ngebantu orang yang ikhlas lahir batin. Lo gak ikhlas si bantu gue nya jadi kerjaan lo ngejulidin gue mulu!"

Bobi mengatupkan bibir. Percuma berdebat sama Aka tidak akan ada ujung nya. Manusia memang tidak mau disalahkan. Bobi tau akan itu. Lebih baik mengerjakan tugas Aka dari pada berdebat dengannya. Sungguh menguras energi mulut.

Angin bertiup dengan kencang, jendela kamar Aka terbuka dibuat angin itu. Sekelebet bayangan putih masuk lewat jendela. Tak lama sekelebet bayangan datang angin berhenti bertiupan serta jendela kembali menutup.

"AKA! GAWAT! INI GAWAT!"

.
.
.

                     gawat apa hayo?

                Ada yang tau itu siapa?

         Yang tau silahkan komen nanti   

                 dapet kiss jauh dari saya

TBC.

BUKAN DUKUN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang