TALK TO TALK

3.3K 328 126
                                    

Note: Nungguin ya? Iya tau enggak.














Hari pertama Rosé melakukan terapi agar bisa kembali berjalan. Tentu saja dirinya ditemani oleh Jennie. Setelah percakapan dengan ayahnya tempo lalu, Rosé sudah tidak bersikap kasar kepada Jennie. Mungkin, keduanya berpikir untuk memperbaiki diri masing-masing sebelum kembali bersatu.

Buang jauh-jauh pikiran negatif itu! Meski belum 'bersatu' , mereka memiliki komitmen yang begitu kuat dan hal-hal semacam kemarin tidak akan terjadi lagi. Tolong catat janji yang satu ini.

Apa yang membuat Rosé luluh begitu cepat?

Pertama, Rosé masih sangat mencintai Jennie meski berkali-kali terluka. Entah karena pilihannya sendiri atau karena perbuatan Jennie. Apa yang terjadi selama ini tidak mampu membuat cinta yang dimilikinya memudar, justru cinta itu semakin bertambah besar di setiap harinya.

Kedua, firasatnya saat itu mengatakan jika Rosé sama sekali tidak boleh menyerah. Ia bisa merasakan ketidakseriusan Jennie saat gadis itu menyuruhnya untuk melupakan perasaan mereka karena dirinya sudah bersama dengan Kai. Well, meski begitu tetap saja rasanya menyakitkan mendengar seseorang yang kau cintai memintamu dengan tanpa hati untuk melupakan semuanya.

Ketiga, nah, yang satu ini baru terjadi beberapa hari yang lalu. Tepatnya saat berita mengenai berakhirnya hubungan Jennie dan Kai serta penjelasan secara tidak langsung dari Jennie jika semua itu hanyalah permainan media yang berasal dari akal busuk mantan pimpinan mereka itu.




[ F L A S H B A C K ]

"Kau sungguh tidak mencintainya kan?"

Suara Rosé terdengar penuh pengharapan. Seolah-olah hanya ini satu-satunya harapan yang ia miliki untuk Jennie. 

Terlalu gemas dengan wajah Rosé yang terlihat tegang tapi penasaran di satu sisi, Jennie yang jahil kembali hadir.

Dengan gaya seolah sedang berpikir, Jennie menjawab. "Hm.. Sulit dipercaya memang jika aku tidak jatuh cinta dengan pesonanya selama kami berkencan."

Detik berikutnya, wajah Rosé tampak datar dengan rahang yang mengeras. Membuat Jennie sedikit kesulitan menahan tawanya.

Merasa belum puas, Jennie melanjutkan kejahilannya pada Rosé.

'Ck. Kemana Rosie yang kasar kemarin?' batinnya.

"Sejujurnya, aku sedikit terpesona dengan kebaikannya. Selain itu, dia juga wangi. Ah! Dia juga seksi. Kau tahu kan aku lebih menyukai orang yang seksi. Dia juga selalu bersikap gentle, itulah kenapa aku merasa terlindungi jika berada di dekatnya."

Oops!

Bukankah itu keterlaluan?

"Hentikan! Kau tahu itu terdengar sangat berlebihan! Aku hanya bertanya apa kau mencintainya atau tidak, kenapa jawabannya bisa sepanjang itu? Huh!"

Detik berikutnya, Jennie tertawa keras. Tak mempedulikan tatapan tajam yang dilemparkan oleh Rosé. Baiklah-baiklah, Rosé baru saja merasa begitu kesal, itu sudah cukup membuktikan jika dirinya sedang cemburu, iya kan?

"Berhenti tertawa! Aku ingin melihat Lisa," ucapnya masih dengan nada yang jengkel.

Dengan sisa tawanya, Jennie menuruti Rosé dan mulai mendorong kursi roda itu hingga mencapai pintu ruang rawat. Membukanya dengan perlahan sembari sesekali melirik ke arah Rosé yang masih menekuk wajahnya. Astaga, siapa yang kemarin mengusirnya?

CINTA YANG RUMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang