Part 2

149 36 5
                                    

Jisoo menggeliat saat mendengar ada yang membunyikan bel apartemen. Ia mengubah posisi menjadi duduk untuk mengumpulkan kembali nyawa yang masih tertinggal di alam mimpi.

Jisoo menoleh ke samping dan sudah tak menemukan Jinyoung yang semalam menemaninya tidur. Ia tak tahu jam berapa dirinya terlelap, yang Jisoo ingat hanya dirinya tidur sambil didekap oleh Jinyoung. Oh, Jisoo juga tak tahu pukul berapa pria itu meninggalkan apartemen.

Tangan Jisoo terangkat dan meraih ponsel di atas nakas. Ternyata baru pukul 8. Jisoo berdecak saat mendengar bel itu kembali dibunyikan membuatnya langsung menyibak selimut kemudian turun dari tempat tidur sembari mengumpat pada orang yang sudah mengganggu waktu tidurnya itu. Jika itu Jinyoung, ia akan memarahi pria itu habis-habisan.

"Oh, kau. Ada apa?" tanya Jisoo saat membuka pintu ternyata yang datang adalah Dowoon.

"Direktur menyuruhku untuk mengantar ini pada Anda, Nyonya."

Jisoo melirik paper bag yang diulurkan Dowoon ke arahnya. Beberapa detik ia hanya menatap benda itu, tetapi kemudian mengambilnya. "Apa dia sudah berangkat ke kantor?" tanya Jisoo.

Dowoon mengangguk. "Ya, Nyonya. Hari ini ada rapat yang harus dihadiri jadi, Direktur tak bisa mengantar langsung."

Jisoo menyeringai dan bergumam pelan, "Tidak rapat pun, aku yakin dia takkan mengantarnya kemari."

"Maaf, Nyonya? Apa kau mengatakan sesuatu?" tanya Dowoon setelah mendengar Jisoo mengatakan suatu hal dengan gumaman.

"Ah, tidak. Terima kasih, ya! Oh, ya, apa Jinyoung yang menyuruhmu untuk memanggilku seperti itu?" wanita itu kembali bertanya.

Dowoon menggeleng. "Tidak, Nyonya."

"Kalau begitu, jangan panggil aku dengan sebutan itu," Jisoo memperingati. Ia tak terlalu begitu suka dengan panggilan itu, mengingat dirinya belum menjadi istri Jinyoung yang pantas dipanggil seperti itu.

"Ah, maaf .... Nona. Kalau begitu, silahkan nikmati sarapannya. Saya akan kembali ke kantor, permisi." Dowoon membungkuk lalu melangkah pergi.

Jisoo mengangguk lalu kembali menutup pintu begitu Dowoon telah melangkah pergi. Ia berjalan menuju dapur dan meletakkan paper bag itu di atas meja yang dilapisi marmer itu. Jisoo kemudian mengeluarkan satu tempat makan berwarna hijau dari dalam yang diatasnya terdapat sebuah kertas kecil menempel. Jisoo tersenyum karena merasa sikap Jinyoung begitu manis. Padahal menurutnya tinggal kirimkan pesan saja, tak perlu ditulis di kertas seperti ini. Tidak apa. Jisoo malah suka.

Dibukanya surat itu dan dibaca tanpa suara.

Aku menitipkan ini pada Dowoon. Tadinya mau langsung kuberikan padamu, tapi kau sudah pergi duluan. Aku yang buat, tolong dicicipi, jangan dibuang lagi!

Sengaja kuberitahu lewat kertas ini karena kau tak mungkin mengangkat telepon dan membalas pesanku.

-Istrimu, Nayeonie

Senyum Jisoo luntur seketika. Ternyata surat cinta itu tidak ditujukan untuknya, tapi untuk Jinyoung dari istri pria itu. Jisoo berdecih kesal. Ia meramas kertas itu lalu dibuang ke lantai.

"Dia memberikan aku makanan dari istrinya?" Jisoo menyeringai. "Apa kekayaanmu tak bisa membelikan aku makanan yang harganya bahkan tak sampai seratus ribu won, Park Jinyoung?"

Jisoo memasukkan kembali tempat makan ke dalam paper bag dengan kesal kemudian berlari keluar dari apartemen menyusul Dowoon untuk mengembalikan makanan itu. Beruntung Dowoon masih berdiri di depan lift menunggu pintunya terbuka. Pria itu terkejut melihat Jisoo datang dan menyerahkan paper bag yang tadi ia berikan.

Third PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang