Part 8

149 32 9
                                    

Nayeon diam di tempat dan mengerut kebingungan. Pikirannya sibuk menebak dari mana Jinyoung tahu bahwa dirinya memiliki kelas memasak. Padahal tidak ada seorang pun yang mengetahui tentang hal itu. Dari jauh hari Nayeon memang berniat membangun sebuah kelas memasak. Namun, baru diresmikan sebulan yang lalu. Tidak ada yang tahu bahwa kelas memasak di daerah Ganghwa itu milik Nayeon. Tidak seorang pun. Lalu bagaimana Jinyoung bisa tahu?

Wanita itu berasumsi Jinyoung mungkin marah karena dirinya mengambil uang miliknya diam-diam untuk mendirikan kelas itu. Apa iya karena hal itu sampai Jinyoung mengancam ingin menggusur kelasnya? Apa Jinyoung sampai hati melakukannya.

Ia menahan lengan Jinyoung. "Aku minta maaf, tapi jangan gusurkan tempat itu. Aku janji akan mengganti semua uangmu yang aku gunakan. Tolong, Jinyoung."

Jinyoung kaget, tetapi berusaha menyembunyikan hal itu. Ia baru tahu kalau Nayeon mendirikan bangunan tersebut menggunakan uangnya. Namun sejujurnya, Jinyoung tidak peduli akan hal itu.

Jinyoung menepis kasar. "Aku tidak memintamu untuk mengembalikan uangku. Aku hanya ingin kau berhenti, kalau tidak tempat itu—"

"Kenapa aku harus berhenti? Aku mendirikan kelas itu bukan hanya untuk membantu orang lain, tapi agar aku juga bisa memasak," Nayeon memotong.

"Apa gunanya pelayan yang kupekerjakan di rumah ini? Apa kau tidak bisa meminta bantuan mereka sampai harus membuat kelas memasakmu sendiri?" balas Jinyoung.

"Kau egois. Kenapa aku tidak bisa melakukan hal yang aku suka? Kenapa kau selalu melarangku, Jinyoung? Apa maumu?"

Jinyoung membuang napas gusar. "Cukup diam dan jangan banyak bertingkah. Aku ingatkan sekali lagi, berhenti dari tempat itu."

Jinyoung langsung melangkah keluar dari kamar dan membanting keras pintu membuat Nayeon memejam karena kaget. Wanita itu duduk di ujung tempat tidur lalu meratapi nasibnya yang sungguh tidak baik setelah menikah dengan Jinyoung. Nayeon membuka ponsel dan mencari kontak seseorang untuk dihubungi. Seseorang yang sangat mengerti dirinya dan selalu mendengarkan curahan hati Nayeon.

"Halo, Bu. Ibu ada di mana?"

° ° °

Jisoo mendengus. Ia duduk di kursi taman sambil makan es krim dan berpikir harus pergi ke mana lagi. Ia sangat suntuk berada di apartemen. Terlebih lagi Jisoo belum ingin pulang karena pasti Jinyoung akan datang ke sana dan minta maaf lalu mengatakan agar Jisoo tidak berhenti dari kelas itu.

Sial. Jisoo kemari ingin melupakan tentang kelas memasak, tapi dia malah semakin mengingatnya. Seketika rasa kesalnya muncul.

"Aku membencimu, Park Jinyoung."

Ia menghentak kesal. "Kenapa aku harus berhubungan dengan lelaki sepertinya? Aish!"

"Aku minta maaf."

Jisoo terlonjak kaget. Es krim ditangannya hampir jatuh di pangkuan. Ia menoleh mendapati Jinyoung berdiri tak jauh darinya. Pria itu membuang napas pelan lalu melangkah mendekat pada Jisoo. Ia duduk di samping wanita itu. Sedangkan Jisoo, dirinya berniat pergi. Namun, Jinyoung mencekal.

"Kau mau ke mana?" tanya Jinyoung sendu.

Jisoo menatap Jinyoung sinis. "Kemana saja, asalkan tidak bertemu denganmu!" Ia berusaha melepas cekalan Jinyoung. "Lepaskan!"

Jinyoung membuang napas pelan. Ia berdiri lalu menarik Jisoo ke dalam pelukan, tetapi Jisoo berusaha menjauh dan menghalangi. Ia tidak mau berbaikan dengan pria itu. Kalau perlu mereka tak usah berbaikan.

"Jangan mendekat! Kalau tidak ...," Jisoo menggantung omongan lalu menunjukkan es krim pada Jinyoung.

Jinyoung tertawa geli melihat Jisoo mengancamnya. "Yang benar saja, Sayang. Kau mengancamku dengan es krim?"

Third PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang