Part 5

136 29 6
                                    

Nayeon masuk ke kamar dan mendapati Jinyoung tengah menerima telepon sembari memakai kemeja. Pria itu terlihat kesusahan antara ingin mengaitkan kancing disaat satu tangan tengah menahan ponsel. Ia berdecak lalu menjepit ponsel diantara bahu dan telinga dan fokus mengancingkan kemeja di depan cermin.

Nayeon menggeleng pelan melihat hal itu. Jinyoung sebegitu cinta dengan pekerjaan sampai telepon dari kantor pun enggan ia tolak. Baru kali ini Nayeon melihat Jinyoung bersiap dengan buru-buru. Hal itu karena pria itu hampir kesiangan. Tanpa perlu ditanya Nayeon tahu itu pasti karena ia bermalam di kantor.

"Aku akan tiba dua puluh menit lagi." Setelah itu Jinyoung langsung memutuskan sambungan telepon dan melempar ponsel ke atas tempat tidur.

Nayeon lantas mendekat. Ada hal yang ingin dia bicarakan dengan Jinyoung, tetapi sepertinya tak bisa dibicarakan sekarang melihat Jinyoung yang kembali sibuk memakai dasi. Nayeon berniat membantu, tetapi ia tidak berani beraksi karena Jinyoung tak butuh bantuannya.

"Kenapa kau tidak bangunkan aku?" tanya Jinyoung menyadari Nayeon ada di kamar.

Nayeon duduk di ujung tempat tidur lalu menatap Jinyoung. "Kau terlihat sangat lelah jadi, aku tidak berani membangunkanmu."

Jinyoung lantas berbalik menatap Nayeon begitu selesai memasang dasi. "Itu tidak bisa dijadikan alasan. Kau tidak tahu para investor sedang menungguku."

Jinyoung berdecak lalu mengambil jas dan memakainya. Ia kemudian duduk di sofa kecil di dekat balkon untuk memakai sepatu. Melihat hal itu, Nayeon mendekat dan berniat membantunya. Baru saja memegang kaus kaki, Jinyoung langsung merampas benda itu dari tanga Nayeon.

"Biar kubantu. Anggap saja ini permintaan maafku karena sudah membuat terlambat," kata Nayeon.

"Aku akan semakin terlambat jika kau membantuku," tutur Jinyoung membuat Nayeon terdiam.

"Aku hanya ingin merasakan peran menjadi istrimu, Jinyoung. Aku ingin membantumu memakai dasi, sepatu, dan juga—"

"Aku menikahimu bukan untuk membantuku dalam hal sekecil itu. Aku bisa sendiri, aku tidak butuh bantuanmu," sela Jinyoung dengan cepat.

Pria itu kemudian berdiri dan menyambar tas lalu melangkah pergi.

"Lalu untuk apa kau menikahiku? Apa tugasku sebagai istrimu?"

Jinyoung menghentikan langkah mendengar pertanyaan itu. Ia mendengus. Sudah bangun kesiangan, terlambat ke kantor dan sekarang Nayeon memancing keributan. Kombinasi yang sangat sempurna. Jinyoung membuang napas lalu kembali melangkah dan menghiraukan pertanyaan Nayeon. Namun, baru saja melangkah sejengkal ia kembali dibuat berhenti oleh ucapan Nayeon.

"Ceraikan aku. Kau tidak mencintaiku, bahkan kau tak menganggapku ada jadi, ceraikan saja aku."

°°°

Jisoo membuka mata begitu mencium aroma masakan yang masuk ke dalam indera penciumnya. Ia mengubah posisi menjadi duduk untuk mengumpulkan nyawa. Begitu dirasa nyawa sudah terkumpul seutuhnya, ia turun dari tempat tidur dan melangkah keluar dari kamar menuju ke dapur. Alangkah terkejutnya Jisoo melihat punggung seorang perempuan berambut panjang berdiri membelakangi di area dapur.

Jisoo berdecak dan mengelilingi atensi ke seluruh sudut ruangan. "Apartemen semahal ini, tapi berhantu. Cih!"

Jisoo melangkah ke arah meja pantry untuk mengambil minum. "Aku tidak menganggumu, tapi tolong jangan kotori dapurku. Aku malas membersihkannya."

"Ah, maaf. Kakak sudah bangun?"

Jisoo yang tadinya ingin menuangkan segelas air langsung terhenti dan menoleh melihat perempuan itu. Ia mengerut melihat wajah perempuan itu yang tersenyum manis menatap. Mengapa ada hantu yang semanis ini?

Third PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang