Teriring kasih didalam doa, cintaku kini kembali membawa duka, saat dimana aku pernah mengharapkannya. Namun, cintaku menghantarkan ku pada sebuah luka dimana setelah saat itu aku tak pernah melihatnya lagi, rasaku tertinggal dalam kesunyian, dia pergi tanpa pamit menunda luka dalam hati. Kembali aku membisu menyimpan rindu yang kian membara. Cinta ku dan cintanya tak mungkin satu pengharapan ku hanya sebuah angan kosong yang hanya menghadirkan luka perih dalam hati.
Karnanya hadir sebuah rasa dalam jiwa, sebuah rasa yang sebelumnya tak pernah aku rasakan, rasa yang kusebut cinta. Dan semakin yakin hati ini menyambutnya cinta, dia adalah cinta pertamaku yang menghantarkan ku pada sebuah duka, mencintainya dalam diam, hanya mampu terungkap dibalik doa. Andai dia tau dibalik diam ku ada sebuah cinta untuk nya, sebuah rasa yang hingga kini melekat dalam jiwa. Kuiringi pilu ini dengan ikhlas, tanpa mu membalas cintaku aku selalu iringi setiap hari yang kulewati bersama kalam indah sang Ilahi.
.
.
.Dua Tahun sebelumnya. Aku bertemu dia saat aku masih duduk dibangku SMA, dia yang mampu meluluhkan hati ku dengan kelembutannya, yang menghantarkan ku pada sebuah rasa yang ku sebut cinta.
"Aisyah!"
Seorang memanggil nama ku, aku melihat kearah suara, yah dia disana tengah berdiri tak jauh dibelakangku, saat setelah aku membalikan badanku dia menghampiriku dengan senyum manis mewarnai wajahnya. Sejenak aku terpana oleh senyuman itu. Namun, saat dia sudah berada tepat dihadapanku aku palingkan pandangan ku kearah lain.
"Hey... kemana aja? ayo kumpul kakak tunggu diruang osis kita ada pembahasan sebentar"
Aku mengangguk dan mengikuti langkahnya dari belakang, aku segera duduk untuk mendengarkan informasi yang akan dia sampaikan sebagai ketua osis, kembali aku merasakan sebuah getaran dalam hati, aku terkesima akan kewibawaannya setiap kalimat yang terucap dari bibirnya aku mendengarkannya tanpa bosan. Aku terlalu terkesima akan dirinya, sampai sampai aku tak sadar dia tengah menatap kearahku.
"Aisyah, kamu kenapa?" sontak pertanyaan darinya membuat ku tersadar, aku hanya bisa menggelengkan kepala untuk menutupi rasa maluku.
"Bagaimana menurut kamu, Syah?" dia menanyaiku, bodoh kenapa aku tidak menyimak ucapannya mendengarkan namun tidak sama sekali aku simak.
"Aisyah ikut aja" aku asal aja untuk menutupi kebodohanku.
"Baiklah, karna kebetulan kamu ikut ekskul Degung, dan bagian kamu di alat musik tradisional. Jadi untuk acara helaran tahun ini kamu jadi penari kipas"
Bodoh seharusnya aku mendengarkan apa yang dia katakan, aku terjebak ucapanku sendiri. Bagaimana mungkin aku harus berlengak lengok dikeramaian dengan baju yang memperlihatkan lekak lekuk tubuh.
"Baik saya rasa cukup sampai disini" aku benar benar terjebak oleh kebodohan ku sendiri.
Bersama dengan anak ekskul degung lainnya aku mulai belajar menari, sejujurnya aku terlalu malu. Namun, mau bagaimana lagi nasi telah menjadi bubur.
Sampai hari itu telah tiba aku sudah siap dengan baju yang seperti orang orang jaman kerajaan, dan dengan kipas yang kugengam tak luput dari make up yang cukup membuatku risi. Aku mulai berjalan berlengak lengok dengan kipas yang secara beraturan aku kibaskan, berpasang pasang mata memandang dan aku merasa tak nyaman. Sampai giliranku selesai aku tengah beristirahat bersama para penari lainnya, aku terduduk sembari mendekap tubuhku meski auratku tertutup. Namun, tetap saja ini terasa percuma karna memperlihatkan lekak lekuk tubuh.
"Ssstt... pakai ini"
Allah memang maha baik, menghantarkan dia untuk menjadi penyelamatku, dia menyodorkan almamaternya untuk aku kenakan, segera aku meraihnya dan mengunakannya untuk menutupi tubuhku. Barulah aku mulai merasa nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAJAK KISAH
Short StoryTentang cinta, tentang dia dan sebuah perasaan. Berisikan beberapa Cerita Pendek yang benar benar terinsfirasi dari kegabutan selama dirumah aja, tak ada sangkut paut dari kisah keseharian. Semua cerita real dari sebuah khayalan yang tertuang dalam...