Attention © Fukuyama12
.
.
."Morning, Blue!"
Aku menoleh dan balik menyapa dengan senyum ceria. Headphone di kepalaku tidak menjadi penghalang bagi telingaku untuk mendengar sapaan di hari ini. Menoleh tanpa dipanggil untuk kedua kalinya sangat penting demi popularitas, jadi aku sedikit mengecilkan volume suaranya.
Aku berjalan melewati lorong dalam sebuah bangunan kuno yang tampak gagah melawan waktu. Sekolahku sudah berdiri berabad-abad yang lalu, mungkin terdengar mustahil, tetapi itulah kenyataannya. Meskipun memang tidak setua Gereja Katedral Ely yang ada di pusat kota.
Mungkin karena sekolah ini berumur tua, jadi banyak mitos berkeliaran yang patut dipertanyakan kebenarannya. Meskipun begitu, banyak orang yang mempercayainya atau bahkan mencoba membuktikannya sendiri, seperti sebuah klub khusus yang didirikan oleh sekelompok siswa pecinta misteri di sekolah. Tentu saja aku bukan bagian dari mereka.
Di antara mitos-mitos itu, yang paling populer adalah mitos mengenai keberadaan makhluk halus di sekolah ini. Mitos ini sudah ditanamkan kepada seluruh murid baru sejak hari pertama sekolah. Berterima kasihlah pada kakak kelas yang tak pernah bosan membicarakannya pada adik angkatan mereka setiap saat.
Sebenarnya aku percaya tidak percaya karena aku memang tidak punya bukti akan hal itu. Mereka bilang jika makhluk halus itu hanya ingin menghabiskan waktu dengan teman-temannya. Konyol sekali.
Bagaimana pun juga mitos ini sudah mendarah daging. Bahkan, ada satu mitos yang berhubungan dengan mitos sebelumnya. Mitos tentang cermin-atau mungkin kaca?-misterius yang tidak diketahui keberadaannya. Mereka bilang jika ingin mengetahui keaslian siswa tersebut, mereka hanya perlu melihatnya dari balik kaca. Jika tidak ada seseorang dibalik kaca itu, maka ia bukan manusia.
Sekali lagi, itu konyol. Jika memang tidak diketahui keberadaannya, maka kenapa mitos itu bisa diciptakan? Karena itulah, aku sudah berhasil menghabiskan dua tahunku tanpa mempedulikan mitos itu dan hidupku terasa sangat menenangkan.
Kelas akan dimulai tiga puluh menit lagi dan aku belum menyelesaikan tugasku. Tahun terakhir sangat melelahkan dengan tugas yang menumpuk, padahal ini masa-masa terakhir di sekolah menengah atas yang seharusnya dihabiskan dengan suka-cita sebelum menempuh pendidikan yang lebih tinggi.
Aku meninggalkan tas beratku di atas meja panjang. Roti hangat yang baru saja dibuat terlihat menggiurkan. Jadi, aku berjalan mendekati salah satu etalase yang memajang berbagai roti. Hanya ada satu orang pembeli di sana, sedangkan yang lainnya tampak sibuk memilih menu makanan sampah dengan harga khusus.
"Permisi!" Pelanggan di sebelahku mencoba memanggil salah satu penjaga, sementara aku memilih roti yang akan memenuhi perutku.
Hingga aku selesai memilih, tak ada penjaga kantin yang datang meskipun siswa di sampingku memanggilnya tanpa henti. Aku merasa sedih melihatnya, jadi aku bantu dia untuk memanggil salah satu dari mereka, lagipula aku juga sudah selesai bertarung dengan nafsuku untuk memilih dua dari sekian banyak roti yang terpajang di sana.
"Permisi! Saya ingin membeli ini!" seruku. Salah satu dari mereka menoleh dan segera menuju ke arah kami. Aku sedikit terheran karena siswa di sebelahku sudah berteriak berkali-kali, tetapi tak ada satu pun dari mereka yang menoleh.
"Apa yang akan Anda beli?" Pertanyaan itu ditujukan kepadaku.
"Maaf, tapi dia yang mengantri terlebih dahulu," tolakku dan menunjuk siswa di sebelahku.
Penjaga itu sedikit menganga seakan terkejut dengan kehadirannya. "Oh, maafkan saya. Apa yang ingin Anda beli?"
Aku melirik siswa itu saat penjaga sibuk mempersiapkan pesananku dan dia. Wajahnya tidak terlihat asing, tetapi aku tidak merasa mengenalinya. Aku mengerutkan alisku dan mencoba mengingat namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Attention ✓
Teen Fiction[Completed] Ini hanya kisahku dengan seorang pemuda dengan hawa keberadaannya yang rendah, ditambah dengan mitos-mitos yang bertebaran di sekolahku. #songfic SagexBlue