Attention © Fukuyama12
.
.
.Bunyi gemerincing terdengar saat aku membuka pintu kafe. Salah satu pelayan yang melihatku menyapa dengan ramah. Sepertinya mereka sudah mengenalku sebagai pelanggan mereka. Atau mungkin itu hanya perasaanku saja.
Aku memejamkan mataku dan menikmati aroma roti panggang dan kopi yang bercampur dengan baik, serta telingaku yang dihibur dengan lagu yang sangat populer belakangan ini.
Aku berjalan mencari tempat duduk. Meja dengan lukisan pasar di jalanan Kota Ely dengan tanda tangan berwarna emas di pojoknya menjadi pilihanku untuk duduk menikmati pesananku. Mereka bilang jika itu dilukis oleh seorang laki-laki saat ia masih duduk di bangku menengah pertama.
Kalau boleh jujur, lukisan itu terlalu bagus untuk ukuran anak berumur empat belas tahunan. Tetapi itu tidak ada hubungannya denganku. Ah, ada lampu kuning berbentuk lingkaran di atasnya dan seorang pemuda duduk di depanku.
Raut wajah kebingungan itu terlihat lucu. Ini Sabtu siang. Pada seorang pemuda yang sama dengan kegiatan yang sama, mengangkat tangannya sembari memanggil pelayan yang entah kenapa tidak mendengarnya.
"Permisi, kami ingin memesan sesuatu!" teriakku yang akhirnya memilih untuk membantu pemuda itu.
"Baik. Kami segera ke sana!" Salah satu pelayan menjawab permintaanku.
Aku terkikik saat melihat raut wajah tak terima dari Sage yang duduk di depanku. Ia menatapku kesal dan memintaku untuk menghentikannya, tetapi aku semakin tertawa lebar.
Sabtu siang entah kenapa sudah menjadi kegiatan wajib bagi kami berdua untuk bertemu di kafe ini. Tidak pernah ada kalimat 'janji akan bertemu' yang keluar dari mulut kami, tetapi anehnya kami malah mengirim pesan berisi permintaan maaf jika salah satu dari kami tidak bisa datang ke tempat itu di sabtu siang. Ya, kami sudah saling bertukar nomer telepon.
Sage menyesap latte-nya. Ia selalu memesan minuman itu dan waffle blueberry sebagai pasangannya, jika ia sedang bosan, ia akan memesan beberapa donat. Berbeda denganku yang sering bergonta-ganti pesanan. Aku tidak bisa memilih makanan yang ada di sini karena semuanya terlihat enak, jadi aku selalu memesan menu rekomendasi mingguan. Hari ini kue tiramisu yang menjadi rekomendasi mereka.
"Aku tidak tahu kenapa mereka tidak dapat mendengarmu. Bukan hanya di sini saja, tetapi di sekolah juga," tanyaku penasaran.
Sage menghela napas. Ia seperti sudah menyerah dengan semua hal yang menimpa dirinya. "Aku tidak tahu. Aku seperti tidak ada di dunia ini. Bahkan namaku pernah menghilang dari daftar siswa. Mereka bilang jika aku punya hawa keberadaan yang rendah."
Aku terkejut mendengarnya, untung saja aku tidak menyemburkan macchiato yang ada dalam mulutku. Itu terdengar sangat parah. Aku tidak menyangka jika hawa keberadaan Sage selemah itu.
"Maaf saja jika aku tidak sepopuler dirimu," ucapnya dengan pujian yang terselip di antaranya. Aku tidak bisa membalasnya, jika aku salah mengucapkan kalimat, mungkin saja aku akan menyakiti hatinya. "Tapi aku senang. Setidaknya saat ini ada seseorang yang berbicara denganku."
Aku pikir saat ini pipiku sedang memerah. Oh, ia berhasil memujiku dengan mulut manisnya. Tanpa berkata langsung, aku tahu jika orang yang dimaksud adalah aku. Tolong jangan katakan aku sedang sok percaya diri, saat ini aku sedang berbunga-bunga.
"Kau tahu? Saat aku ada di sebelahmu, semua orang seperti ikut menyadari kehadiranku juga," ucapnya jujur. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, tetapi aku masih bisa menatap sepasang netra miliknya. Matanya tidak berani menatapku, tetapi setelah beberapa detik, matanya yang ternyata memiliki dua warna berbeda itu menatapku langsung dan berkata, "entah kenapa rasanya aku ingin berterima kasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Attention ✓
Teen Fiction[Completed] Ini hanya kisahku dengan seorang pemuda dengan hawa keberadaannya yang rendah, ditambah dengan mitos-mitos yang bertebaran di sekolahku. #songfic SagexBlue