Chord 1

185 29 2
                                    

Attention © Fukuyama12

.
.
.

Mata biru karibiaku tanpa sengaja mulai memperhatikan pemuda yang duduk tak jauh dari mejaku. Entah sudah berapa lama tangannya terangkat, tetapi tidak ada seorang pelayan pun yang datang menghampirinya.

Jika memang seperti itu, kenapa dia tidak ke kasir saja?

Alisku mengerut karenanya. Vanilla float sudah berkurang sedikit ketika aku mengangkat tangan dan memanggil pelayan yang baru saja melewatiku.

"Apa ada yang bisa saya bantu?" pelayan itu bertanya.

"Orang itu sepertinya ingin memesan sesuatu. Bisakah kau melayaninya?" pintaku. Pelayan itu terkejut saat melihat pemuda itu. Ia meminta maaf sekaligus berterima kasih sebelum pada akhirnya berjalan ke sana.

Ini bukan pertama kalinya aku melihatnya. Ia selalu ada di sana pada Sabtu siang dengan tas gitarnya. Kafe sekaligus house cake ini seperti sudah menjadi tempat langganannya. Entah sudah berapa lama, aku tidak tahu, lagipula itu bukan urusanku.

Meskipun aku tidak peduli, tetapi aku setuju dengannya yang menjadikan toko ini sebagai tempat menghilangkan kepenatan. Bau roti yang baru saja keluar dari dalam pemanggang berhasil menjadi daya tarik utamanya. Mereka tidak perlu lagi membeli pengharum ruangan.

Aku kembali memperhatikan lembaran putih di atas meja. Aku harus segera menyelesaikan tugasku, karena itulah tujuan utamaku datang kemari. Bukan memperhatikan pemuda yang saat ini sudah menyantap kopinya dengan asap mengepul.

Attention ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang