Kadang apapun yang terjadi pada diri kita, orang lain ngga harus tahu semuanya. Karena kebanyakan dari mereka cuma bisa menghakimi tanpa mau menasehati.
~HAPPY READING~
Now Playing : Bertahan Lewati Senja - Vidi Aldiano
[Naura Hildania Ayeesha]
"Saya tidak menyangka kalau kalian akan benar-benar datang kemari"
Sebuah suara membuat suasana ruangan yang tadinya terasa hangat kini berubah menjadi tegang. Suara yang sudah lama sekali tidak pernah terdengar di telinga gue, rasanya bahkan sudah teramat sangat asing.
Gue refleks merapat ke arah Naufal, diam-diam gue mengatur nafas agar tetap berhembus normal. Dengan sisa-sisa keberanian yang ada, gue pun mencoba menatap kearah sumber suara.
"Apa kabar kalian?" ucap pak Tofik mencoba basa-basi
Naufal memutar bola matanya dengan malas, "As you see" jawabnya pelan, "Apa ada sesuatu yang penting, sampai anda harus mengundang kami kemari, Pak Tofik?" tanya Naufal
"Apa harus ada alasan jika seorang ayah mau bertemu dengan anaknya?" tanya Pak Tofik
"Ck, anak? Bukannya anak anda cuma Fery?" ucap Naufal getir
Seketika gue menggenggam tangan Naufal erat. Mencoba membuatnya sedikit tenang.
"Kalian bertiga adalah anak saya, saya tidak pernah membeda-beda kan satu dengan yang lainnya"
"Anak? Saya tidak pernah merasa punya anak dari hubungan kita, Niken"
Sekelebat bayang-bayang masa lalu melintas di otak gue. Membuat seluruh tubuh gue mendadak merinding. Dengan sekuat tenaga gue mencoba tetap terlihat tenang, meski dalam hati rasanya ingin mengamuk dan teriak saat ini juga.
Stay cool, Hilda. Lo bisa. Lo pasti bisa. Sedikit lagi. Bertahanlah sebentar.
"Omong kosong" jawab Naufal sinis
"Naufal, jaga bicara kamu, bagaimana pun juga saya adalah orang tua mu yang seharusnya tidak kamu perlakukan seperti ini"
"Ck, orang tua? Sejak kapan? Kenapa baru sekarang? empat belas tahun kemana aja? Apa anda pikir sa--"
"Fal..." ucap Fery memotong kalimat Naufal
Dari nada bicaranya saja sudah jelas terdengar, kalau Naufal sudah berada pada puncak emosinya. Maka dari itulah, Fery menghentikan kalimat Naufal sebelum terjadi pertumpahan darah di rumah ini.
"Hilda, bagaimana kabar kamu? Kamu seneng kan, ketemu Papa lagi?" ucap pak Tofik
Membuat gue yang merasa namanya dipanggil pun jadi refleks menegak. Gue menelan ludah dengan susah payah, lalu menatap ke arah pak Tofik.
"ASAL KAMU TAU, YANG WANITA SIMPANAN ITU KAMU, BUKAN SANTI. DAN SEKARANG SAYA SUDAH MEMUTUSKAN UNTUK TETAP BERSAMA SANTI"
"PA JANGAN KASARIN MAMAH, MAMAH NGGA SALAH APA-APA PA"
"DIAM KALIAN BERDUA, ANAK KECIL NGGA USAH IKUT CAMPUR, TAU APA KALIAN?"
"MAS, KAMU BOLEH MAKI-MAKI AKU SEPUASNYA, TAPI TOLONG JANGAN BENTAK MEREKA, MEREKA ANAK KAMU JUGA MAS"
"APA? ANAK? SAYA TIDAK PERNAH MERASA PUNYA ANAK DARI HUBUNGAN KITA, NIKEN. KAMU DAN DUA ANAK INI SILAHKAN PERGI JAUH DARI HIDUP SAYA SEKARANG JUGA, SAYA SUDAH MUAK DENGAN KEHADIRAN KALIAN DISINI"
"PAPA JAHAT. PAPA TEGA SAMA MAMAH. PAPA NGGA PUNYA HATI"
"Hil.... Hilda... Hil..."
Sebuah suara membuat gue mengerjap seketika. Nafas gue sudah tak beraturan lagi, keringat dingin bercucuran di seluruh tubuh. Suara-suara itu membuat gue kembali mengingat masa-masa paling sulit dihidup gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELDER [Complited] ✅
Ficção AdolescenteManar dan Naura adalah sebuah takdir yang terjebak dalam kisah rumit yang tak kunjung bertemu dengan akhir yang bahagia. Keduanya selalu mengelak tentang perasaan yang sebenarnya bergejolak. Tapi semesta punya seribu satu cara untuk membuat keduany...