9

501 22 2
                                    

Waktu terus berjalan hingga sudah pukul 12 malam dan Irene belum bisa memejamkan matanya. Ia benar-benar gelisah apalagi aroma parfume Revano memenuhi setiap sudut ruang kamar yang ia tempati. Dengan kesal ia bangun dan duduk di ranjang tempat tidurnya.

Irene kemudian melirik ke arah pintu dan berniat untuk turun dari tempat tidur. Dengan perlahan ia berjalan ke arah pintu dan berusaha untuk tidak membuat bunyi apapun. Dengan perlahan-lahan ia mengintip balik pintu.

Dibalik pantulan cahaya bulan ia bisa melihat wajah Revano yang tertidur karena pria itu tidak menutup tirai jendela kamarnya. Pria itu tertidur dengan nyaman dengan hanya menggunakan kaos putih dan celana pendek. Dengan pelan-pelan Irene menekan saklar lampu dan membuka lemari Revano untuk mencari selimut lain yang bisa digunakan pria itu.

Irene kemudian tersenyum saat mendapatkan selimut hitam di dalam lemari kamar Revano. Ia langsung membawanya keluar tanpa membuat suara keributan sama sekali.

Dengan perlahan-lahan ia mendekati pria itu dan ia mengagumi ketampanan Revano. Ia bersyukur ternyata ada yang menolongnya disaat ia butuh pertolongan. Ia kemudian memasangkan selimut itu ke tubuh Revano. Pria itu sedikit bergerak saat selimut itu menyentuh tubuhnya. Irene langsung terdiam sejenak dan hampir panic karena takut Revano terba gun karena ulahnya. Tapi pria itu malah menarik selimut itu dan Irene bisa bernafas lega karena Revano tidak bangun. Lalu kemudian ia merapikan selimut itu ditubuh Revano.

Kemudian ia berjalan ke arah jendela untuk menutup tirai tapi dari arah balkon ia bisa mendengar suara dari apartemennya. Suara Travis yang sedang marah-marah karena mencarinya, apalagi ia saat ini mematikan ponselnya.

Dengan pelan-pelan dan berusaha tenang agar Revano tidak terbangun ia langsung kembali ke kamar dan menutup diri di dalam kamar dan mencoba untuk tidur. Ia berharap Travis benar-benar tidak mengetahuinya jika ia disini.

***

"Julian!!" Teriak Viana kepada Revano hingga pria itu langsung terbangun karena suaranya.

Revano mengucek matanya dan melihat Viana yang sedang berdiri di hadapannya sambil berdecak pinggang dan sudah menatapnya dengan tajam.

"Ada apa?" tanya Revano dengan malas.

"Bangun anak malas!! Kau lupa kita hari ini ada janji dengan klien!!" Teriak Viana dengan malas.

"Ah! Batalkan saja! Aku lelah dan ingin tidur saja seharian!" Ucap Revano sambil kembali menarik selimutnya. Beberapa detik kemudian ia tersadar sambil memegang selimut.

"Kau gila?! Ini proyek besar! Aku sudah bangun dari jam 5 untuk mengurus suami dan anakku.... Dan sekarang aku harus mengurusmu untuk rapat penting ini!!!" ucap Viana dengan kesal. Wanita itu kemudian memutar matanya dan matanya tertuju pada sandal wanita yang berada di depan kamar Revano.

Dengan perlahan-lahan ia mendekati sandal itu dan mengamatinya, "Perempuan sialan mana yang kau bawa tidur disini Julian?" tanya Viana dengan kesal.

Revano masih menatap selimut itu sambil tersenyum tidak jelas. Viana yang mengamati Revano yang sudah seperti orang gila karena tersenyum sendiri dan tidak menjawab pertanyaannya, langsung melempar Revano dengan sandal itu.

Bughh!!

Revano langsung mengelus pipinya dan menatap Viana dengan kesal.

"Jawab pertanyaanku! Perempuan sialan mana yang kau bawa untuk tidur disini?! Kau ingin ku lapor ke orang tuamu? Hah?!" Kata Viana dengan kesal.

"Tidak ada perempuan sialan!" Jawab Revano dengan tegas.

"Lalu sendal pink berbulu itu milikmu?" tanya Viana lagi.

"Tentu saja bukan! Hanya saja—" Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya Irene keluar dari dalam kamar dengan hati-hati membuka pintu. Otomatis Viana langsung menatapnya.

"Wow!! Aku tau kamu!" Kata Viana saat melihat Irene.

Irene langsung merasa takut dan terdiam ditempat. Sedangkan Viana menatap Irene dan Revano bergantian. Kemudian tatapnya berhenti kepada Irene, wanita itu memperhatikan wajah Irene yang terdapat lebam seperti habis dipukul. Viana langsung menarik nafas panjang menahan emosi kemudian menoleh ke arah Revano.

"Sejak kapan kau menyukai BDSM?!! Kau pikir dipukul saat sedang bercinta enak?!" cecar Viana yang membuat Revano kaget. Sedangkan Irene yang mendengarkan omelan Viana hanya bisa menahan tawa.

"Aku—" baru saja ingin berucap Viana langsung memotong perkataan Revano.

"Sialan! Aku baru tahu kau suka bercinta dengan kasar! Lihat wajahnya!" Ucap Viana sambil menunjuk wajah Irene. Sedangkan Revano hanya bisa memijit kepalanya dengan melihat tingkah Viana.

"Dan kau nona! Kau dibayar berapa untuk tidur dengan pria ini sampai tubuh dan wajahmu memar begini? Apa dia mencambukmu? Apa dia menamparmu? Atau dia mengikatmu? " cecar Viana lagi kepada Irene, dalam hati Irene merasa tersinggung dengan sikap perempuan yang ada dihadapannya yang bahkan mereka belum saling kenal sama sekali, tapi sudah main asal menuduh.

"Bisakah kau diam?! Kau menghancurkan pagiku!" Ucap Revano dengan kesal dan langsung bangkit dari sofa.

Sambil memegang selimut ia berjalan melewati Irene dan Viana dan masuk ke dalam kamar. Irene hanya bisa tersenyum kikuk kepada Viana tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Kemudian tak berselang lama Revano sudah keluar dengan wajahnya yang basah. "Tolong jaga cara bicaramu pada orang yang belum sama sekali kamu kenal!" kata Revano.

"Apa maksudmu Julian?"tanya Viana. Untuk pertama kalinya Viana melihat Revano kesal dengannya sampai berbicara begitu. Ia melemparkan lirikkan tidak suka kepada Irene.

"Pulanglah, aku tidak ingin bertemu denganmu hari ini. Dan aku membatalkan rapat hari ini!" kata Revano dengan dingin sambil memeriksa ponselnya disofa.

"Tapi Julian—"

"Kita bicara besok saja tentang masalah hari ini. Jangan dulu menggangguku." Ucap Revano lagi.

Viana menarik nafas panjang sambil melirik Irene dan menatapnya dari atas sampai ke bawa.

"Baiklah. Aku pamit dulu!" Ucap Viana dan langsung meninggalkan apartemen Revano.

Saat Viana sudah menghilang dari hadapan mereka dengan perlahan Irene mendekati Revano dan duduk disamping Revano. Pria itu sedang sibuk melihat ponselnya.

"Maaf karena aku kalian bertengkar. Tapi kamu harus menjelaskan kepada kekasihmu kalau aku hanya menumpang disini." Ucap Irene dengan hati-hati karena ia takut suasana hati Revano benar-benar buruk.

"Dia bukan kekasihkku. Dia sekertarisku yang dipilih oleh orang tuaku untuk menjagaku, dan..." Revano mematikan ponselnya menatap Irene, "Dia sudah menikah dan punya anak." Ucap Revano.

Irene mengangguk mengerti, "Tapi kenapa dia bisa semarah itu?" tanya Irene lagi.

"Dia itu sangat peduli padaku seperti merawat adik kecilnya tapi ya begitulah perkataannya terlalu menusuk, dia ceplas ceplos tapi jika kau sudah mengenalnya, dia itu sangat baik." Kata Revano, Irene mengangguk kembali kemudian tersenyum.

"Mau kopi atau teh?" Tanya Irene.

"Mau kamu aja boleh?" jawab Revano yang membuat Irene terkekeh.

***

Bersambung....


IFD.260121

LOVE FROM THE DARKNESS (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang