"Apa tidak apa-apa kamu membatalkan rapat penting hari ini?" tanya Irene dengan hati sambil mereka berdua menikmati teh hangat di pagi hari.
"Tenang saja, aku tidak akan bangkrut." Jawab Revano dengan santai. Irene hanya mengangguk sambil menyesapkan teh hangatnya.
"Diluar juga sedang hujan deras jadi aku bisa benar-benar malas untuk melakukan kegiatan, jadi sudah keputusan terbaik untuk di rumah saja. Apalagi ditemani perempuan cantik." Ucap Revano yang membuat Irene tersipu malu.
Revano yang melihat pipi Irene yang memerah hanya bisa mengulum senyuman. "Semakin tersipu malu, kau semakin cantik. Hmmm... Sepertinya Tuhan sedang bahagia saat menciptakanmu. Bagaimana jadinya wajah cantikmu itu dicampur dengan wajah tampanku? Anak kita pasti luar biasa tampan dan cantik."
"Ya dan anak-anak itu akan bahagia memiliki ayah yang hebat sepertimu." Jawab Irene.
"Mau?" tanya Revano menggoda.
"Berhentilah menggodaku." Ucap Irene dan langsung berdiri dari hadapan Revano dan menuju ke arah tirai kaca sambil memegang gelas tehnya. Revano langsung mengikuti Irene dan berdiri disampingnya.
"Tidak usah takut lagi." Ucap Revano yang membuat Irene menoleh kepadanya.
"Kenapa kau baik sekali padaku? Padahal kita baru saja kenal?" tanya Irene.
"Apa setiap perbuatan baik harus ada alasannya?" Revano menatap Irene sambil tersenyum. Dan lagi-laginya Irene tersipu malu dibuat Revano.
"Kamu bisa pakai apartemenku untuk sementara waktu sampai kau benar-benar sembuh dan sebaiknya kau tinggalkan kekasihmu itu." Kata Revano lagi.
Irene menarik nafas panjang dan memegang gelas yang ia pegang dengan erat.
"Inginku sih begitu tapi... dia begitu menakutkan. Aku sudah sering mencoba melepasnya tapi tetap saja dia tidak bisa terima itu. Dia pasti akan mencariku dan akan menyakitiku sesukanya." Ucap Irene.
Revano melihat kesedihan dimata Irene kemudian ia mendekat dan menepuk pelan pundak Irene dan mengelusnya dengan lembut, "Kali ini aku yakin kau bisa lepas darinya." Kata Revano.
"Aku tidak begitu yakin bisa lepas." Jawab Irene.
"Bisa!" Kata Revano lagi dengan suara sedikit lantang yang membuat Irene kaget. Revano yang melihat ekspresi wajah Irene yang kaget langsung tertawa kecil. Irene langsung memukul pelan bahu Revano.
"Sudahlah... hari ini kita lakukan sesuatu yang menyenangkan. Tapi, di dalam apartemen saja." Ajak Revano yang langsung berjalan meninggalkan Irene.
"Sesuatu yang menyenangkan?" tanya Irene bingung.
"Iya! Kita buat kue lalu kita berdua melukis. Kau mau?" ajak Revano sambil membuka satu ruangan ia gunakan untuk ruang kerjanya yang juga ia siapkan untuk ruang ia melukis.
"Mau!" ucap Irene dengan antusias. Ia kemudian berjalan mendekati Revano.
"Kita mulai dari melukis. Aku harap kau bisa bahagia." Ucap Revano dan mengajak Irene masuk ke dalam ruang kerjanya.
Irene terpukau dengan ruang kerja Revano yang terlihat sangat rapi dan begitu klasik. Sedangkan Revano mengambil kamera yang berada diruang kerjanya lalu memotret Irene secara diam-diam yang tengah sibuk memperhatikan ruangan. Revano tersenyum lalu meletakkan kembali kameranya sebelum Irene melihatnya.
"Kau suka melukis?" Tanya Irene. Sambil melihat beberapa lukisan kecil buatan Revano yang ia pajang diruangannya.
"Iya, aku menyukai seni sejak kecil tapi itu hanya aku jadikan hobi saja." Jawab Revano sambil mempersiapkan alat-alat untuk mereka melukis. Irene hanya mengangguk sambil tersenyum lalu ia mengikuti Revano yang sedang duduk di lantai menyiapkan peralatan untuk melukis.
"Ada yang bisa aku bantu?" Tanya Irene.
Revano menoleh ke arah Irene, "Cukup diam dan tetap menjadi cantik seperti ini." Kata Revano. Irene langsung tersipu malu lagi dibuat pria itu. Revano ikut tersenyum melihat wajah Irene yang kembali merona merah.
Revano kemudian memberikan kuas kepada Irene, perempuan itu menerimanya dengan senang, "Apa yang harus aku gambar?" Tanya Irene sambil mengarahkan kuas itu ke kanvas.
"Apa saja yang berada di kepala cantikmu itu." Jawab Revano. Sambil memperhatikan Irene.
Irene kemudian diam sebentar dan berpikir apa yang harus ia gambar di kertas putih besar ini.
"Sudah berapa lama kamu jadi artis?" Tanya Revano yang masih melihat Irene yang kebingungan dengan isi kepalanya.
"Sekitar hampir 4 tahun tapi baru dua tahun ini namaku sedang naik." Jawab Irene.
"Kalau jadi cantik begini sudah berapa lama?" Tanya Revano lagi.
"Sejak kecil." Jawab Irene kemudian mereka berdua sama-sama terkekeh.
"Cepatlah gambar sesuatu." Kata Revano yang mulai gemas karena Irene tidak menggambar apapun.
Irene menghembuskan nafas sejenak kemudian ia memikirkan satu objek yang ada dikepalanya. Irene melepas kuas yang diberikan Revano dan mengambil sebuah pensil.
"Aku ingin menggambar rumah." Kata Irene.
"Kenapa rumah? Dan kenapa harus pakai pensil dulu tidak langsung kuas, kan hanya untuk senang-senang saja." Kata Revano.
"Rumah tempat kita selalu kembali pulang setelah lelah dengan semua drama dunia yang penuh sandiwara ini dan hanya rumah yang bisa menerima kita dalam segala keadaan apapun saat kita kembali." Ucap Irene kemudian menatap Revano lagi dan memegang pensil yang saat ini ia pakai untuk menggambar objek.
"Bukankah sesuatu itu butuh perencanaan?" Kata Irene.
"Mungkin." Jawab Revano.
Irene tersenyum, "Segala sesuatu harus ada perencanaan, jika tidak ada perencanaan pasti hanya akan menemukan jalan buntu dan ujung-ujungnya pasti kacau." Kata Irene.
Revano tersenyum penuh arti, "Tapi jatuh cinta tidak butuh perencanaan, bukan?" tanyanya.
Irene mengangguk dan kembali fokus pada objek yang akan ia gambar, "memang kita tidak bisa merencanakan hati kita untuk jatuh cinta pada siapa. Tapi saat sudah dalam hubungan harus ada rencana. Karena hubungan atau pacaran itu harus ada ujungnya kan? Kalau bukan untuk menikah lantas sudah pasti untuk patah hati. Benar?," Revano menganggukkan kepalanya.
Kemudian Irene melanjutkan kata-katanya, "Jadi dari awal harus tau tujuannya apa dan perencanaannya harus jelas biar nanti jatuh cintanya tidak berujung pada sakit hati." Kata Irene lagi. Revano tersenyum lagi dan kagum karena cara berpikir Irene.
"Kalau sekarang kamu perencanaannya apa dengan pria itu? Karena sekarang saja alur cerita cintamu sudah terlihat kalau kamu dengannya pasti ujungnya hanya akan sakit hati." Kata Revano.
Irene tersenyum, "Sudah pasti aku ingin pisah kalau bukan pisah pasti mati ditangannya." Kata Irene.
"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi." Jawab Revano.
Irene tersenyum saat mendengar kata-kata Revano sambil terus fokus pada objek yang ia gambar.
"Aku serius. Biar aku saja yang melindungimu mulai saat ini." Kata revano lagi.
"Aku tidak apa-apa. Fokuslah pada apa yang bisa kamu fokuskan, kita juga baru kenal." Jawab Irene.
"Perkenalan singkat mungkin akan menjadi cerita yang panjang dan membawa kita pada akhir yang bahagia." Ucap Revano.
"Irene." Panggil Revano dengan pelan dan wajahnya menjadi serius.
Irene menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah Revano.
"Jadikan aku rumahmu, tempat kau bisa melepas lelah menghadapi dunia dan satu-satunya tempat yang bisa menerimamu dalam kondisi apapun. Izinkan aku menjagamu mulai detik ini?" ucap Revano.
Irene terdiam sejenak, kemudian ia ingin membuka suara tapi Revano langsung menarik tangan Irene dan langsung membungkam bibir mungil itu dengan bibirnya.
To be continue~
IF.29621
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE FROM THE DARKNESS (21+)
RomanceLOVE FROM THE DARKNESS mengangkat sedikit kisah tentang Toxic Relationship yang sering terjadi pada hubungan sepasang kekasih. Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama dan tempat, mohon dimaklumkan karena itu hanya kebetulan saja. Ceri...