"Tuan Julian," panggil seorang perempuan cantik berambut sebahu, dia berdiri disamping Revano Julian. Dia adalah sekretaris dari Revano sendiri. Namanya Viana. Tapi, Revano sering memanggilnya Vivi.
Masih dengan pakaian kantor yang lengkap, jas kerjanya ia lepaskan dengan santai dan dilemparkan di sofa apartemennya. Dengan santai sambil berjalan ia menggulung lengan kemejanya, dengan langkah santai ia berjalan sambil menatap seluruh ruangan apartemen barunya.
"Tuan Julian," panggil Viana lagi. Pria tampan itu masih saja sibuk memperhatikan seisi ruang apartemen barunya, dia tidak ingin ada sesuatu yang kurang di tempat barunya. Ia ingin hidup tenang disini untuk waktu yang cukup lama.
"Stthh," desis Revano sambil meletakkan jarinya didepan mulutnya tapi matanya masih fokus menatap hiasan dinding ruang apartemennya.
"Oh, come on Julian!" ucap Kesal Viana. Ya, walaupun dia sekertaris tapi mereka sudah seperti kakak beradik, mengingat usia Viana lebih tua setahun darinya. Orang tua mereka bersahabat sehingga meminta Viana menjadi sekretaris Revano selama 2 tahun ini untuk sekalian mengawasi anak nakal itu. Revano memanglah bajingan tapi dia tidak berani mengajak Viana bermain di tempat tidur, wanita itu sangat galak padanya.
Revano menarik nafas panjang dan menatap Viana dengan kesal. Wanita itu menatapnya tajam. "Apa perempuan yang sudah menikah selalu menjadi galak sepertimu dan tidak sabaran?" tanya Revano kesal.
"Jangan sembarangan!" balas Viana. Wanita itu yang sedari tadi berdiri akhirnya duduk berhadapan dengan Revano.
"Apa ada yang kurang?" tanyanya masih dengan nada kesal.
"Ada!" jawab Revano.
Viana mengambil buku catatan kecil dari dalam tasnya dan mengeluarkan pulpen dan bersiap mencatat apa yang diingikan pria didepannya ini.
"Cepatlah katakan, supaya aku bisa mencatatnya dan membelikannya. Aku masih banyak urusan! hidupku tidak harus terus menurus mengurus hidupmu anak manja!" kata Viana.
"Dasar cerewet!" umpat Revano pelan tapi Viana dapat mendengarkannya.
"Kamu ingin wajah tampanmu itu aku lempar dengan sepatu heels-ku?" tanya Viana galak, matanya menatap tajam Revano.
"Baiklah ibu-ibu! Aku ingin di dindingku ditambah khiasan lukisan, aku ingin kau juga ini kau membelikanku gitar dan yang terakhir berikan aku wanita cantik untuk tidur denganku malam ini." Kata Revano dengan santai.
Awalnya Viana mencatat apa yang diingkan Revano dengan serius, tapi saat mendengar permintaan yang terakhir Viana langsung menatap tajam Revano dan langsung melempar pulpen yang dipegangnya dari tadi, hingga pulpen itu mengenai wajah tampan Revano.
"Aduh!" gumam Revano sambil mengelus jidatnya.
"Tidak ada wanita!" katanya dengan tegas.
"Kenapa? Aku menginginkannya malam ini." jawab Revano.
"Jika kau ingin wanita untuk tidur denganmu, maka carilah calon istri lalu menikah dengannya. Jangan Cuma main one night stand saja! lama-lama kau kena penyakit, baru tahu rasa." Kata Viana sambil ia memasukkan buku catatannya ke dalam tas.
"Nyona Viana Baker yang terhormat, aku tidak ingin menikah. Untuk masalah one night stand aku selalu menggunakan pengaman agar aku selalu aman setiap saat. Aku banyak stok kondom, jadi kau tenang saja." Kata Revano dengan santai.
"Oh Gosh Julian!! Aku sangat ingin menyumpal mulut lancangmu itu dengan sepatuku." Gumam Viana kesal.
Viana langsung berdiri dan mengambil tasnya. "Jika kau butuh sesuatu kau bisa langsung menelfonku, aku harus menjemput putri cantikku disekolah sekarang. Dan kau Revano Julian..." ia menatap Revano tajam, "Jangan berani macam-macam, jangan sampai aku mengadu pada orang tuamu tentang sikap bajinganmu ini." Kata Viana dengan tegas. Revano mengangkat bahunya tidak peduli.
"Sudah, aku harus pergi dulu. Selamat menikmati apartemen barumu!" Viana berjalan beberapa langkah meninggalkan Revano kemudian ia berhenti dan berbalik menatap Revano, "Dan jangan lupa besok kau ada jadwal rapat pagi. Bye!" kata Viana dan pergi meninggalkan Revano.
"Dasar ibu-ibu muda, cerewetnya minta ampun." Gumam Revano. Pria itu menarik napas panjang kemudian menghembuskannya dengan santai. Akhir-akhir ini pekerjaannya cukup banyak dan ia butuh tempat baru untuk beristirahat.
Revano berdiri dengan santai dan berjalan ke arah dapurnya. Dengan santai ia membuka kulkasnya. Kosong! Revano tersenyum tipis, ia selalu meminta Viana membelikan semua keinginan dan kebutuhannya tapi tidak dengan isi kulkas. Senakal-nakalnya Revano, dia suka mengurusi dapurnya sendiri, dia pintar memasak. Ia ingin mengisi kulkasnnya dengan keinginannya sendiri.
"Sepertinya aku harus berbelanja sekarang." Revano melirik jam tanggannya. Sudah pukul 6 sore ternyata. Ia bergegas keluar dari apartemennya. Beruntung dilantai dasar apartemennya ada supermarket, jadi bisa dengan mudah ia mendapatinya.
Saat sedang berbelanja dengan gaya mendorong troly, tidak membuat pesona seorang Revano Julian luntur sedikitpun. Banyak pasang mata wanita cantik menatapnya dan berlomba-lomba memberikan senyum terbaik mereka untuk Revano, dan dengan genitnya Revano membalas senyum mereka dengan manis secara sengaja, wanita-wanita langsung tersenyum malu-malu pada Revano. Bahkan kasir yang melihat Revano wajahnya langsung memerah seperti udang rebus hanya karena sebuah senyum singkat dari Revano.
Dengan penuh kebanggaan Revano pergi meninggalkan kasir dan supermarket itu. Ia berjalan menuju apartemennya. Saat sampai di depan lift ia menekan tombol sambil menunggu liftnya terbuka. Tiba-tiba seorang gadis berdiri disamping Revano.
+++
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE FROM THE DARKNESS (21+)
RomanceLOVE FROM THE DARKNESS mengangkat sedikit kisah tentang Toxic Relationship yang sering terjadi pada hubungan sepasang kekasih. Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama dan tempat, mohon dimaklumkan karena itu hanya kebetulan saja. Ceri...