Chapter tiga

448 66 6
                                    

Hallo! Aku kembali lagi.
Sempet 3 bulan stres, aku coba buat bangkit tapi justru kehilangan mood nulis aku 😭. Aku jadi gak terlalu hype sama Bangtan 😭 aku jadi sering overthinking. Aku jadi kehilangan diri sendiri 🤪.

Aku sedikit demi sedikit nulis tapi justru bikin aku jadi tambah kacau.

Entah, mungkin aku bakal closing acc Instagram 🙂

Tapi aku bakal tetep nulis di wattpad. Ini lagi di usahakan mengembalikan kualitas menulisku 😊 mungkin interaksi dengan kalian bisa sedikit menghibur 😊

❤Jadi yang baca part ini komen ya. Voote juga. ❤

Aku tau, umurku ini masih terlalu muda untuk menjadi seorang istri dengan standar yang baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku tau, umurku ini masih terlalu muda untuk menjadi seorang istri dengan standar yang baik. Tidak munafik, karena aku menyadari memang diri ini masih sangat labil.Terkadang aku juga bangun siang atau mencuri waktu untuk tidur setelah Koo berangkat bekerja. Aku sama saja dengan remaja di luar sana. Yang beda hanya statusku.

Aku juga masih merasakan iri kepada kakak -ku. Apa salah? Biasanya kakak yang akan iri kepada adiknya, tapi semua ini adalah kebalikan.

Yoonki sering bertanya kenapa aku mau bertahan dengan Koo sampai sejauh ini. Awalnya aku punya alasan kenapa aku mau menjalani pernikahan yang tidak memiliki arti sekalipun. Namun saat ini tiba pada masa keraguan.

Aku mempertanyakan diriku sendiri, aku sekarang tidak memiliki alasan kenapa aku masih mau bertahan dengan pria dingin itu. Entahlah.

"Tidak pulang?" suara seorang pria membuyarkan lamunanku.

Dia memakan jaket Boomber berwarna hijau Army, dengan tas punggung yang berada di depan dada. Dan saat itu juga aku tau menggunakan apa pria ini datang.

"Masih menghitung gaji karyawan," ujarku kembali menekan-nekat tombol kalkulator. Yoonki masih berdiri di hadapanku.

"Duduklah Yoonki, aku akan mengambilkan minum dan roti untukmu."

"Tidak perlu repot-repot," jawabnya menarik kursi di hadapanku kemudian menjatuhkan bokong di sana.

"Tidak papa, tidak perlu bayar. Es Americano 'kan? Aku juga masih punya Cookies."

Aku menuju etalase untuk mengambil satu cup Americano dan beberapa Cookies. tidak ada pelayan karena ini sudah hampir jam satu pagi, dan aku masih belum pulang.

Sebenarnya aku bisa mengerjakan gaji karyawan di rumah, tapi mengingat kejadian beberapa hari yang lalu sampai sekarang aku masih malas untuk menghabiskan banyak waktu dirumah.

Sekitar dua menit, aku kembali membawa sebuah nampan berisikan Americano dan beberapa Cookies dengan dua rasa. Ada coklat dan vanila, ini adalah dua varian rasa kesukaan Yoonki dan Subin.

Ko'Koos ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang