Chapter Enam

477 63 7
                                    

Astaga aku akhir2 ini lihat Jungkook kok makin ganteng banget ya 😭maskulin banget Fiksss

Aku baru saja selesai mengobrol dengan Yoonki di kedai. Dia datang, ingin memberikan tawaran membuka cabang baru di dekat kantornya, tapi aku menolak. Selain Menejemenya yang belum siap, Jung juga pasti tidak akan mengijinkan.

Bersamaan itu juga aku mengucapkan terimakasih atas semua yang di lakukan Yoonki untuk kedai ku. Dia dan adiknya turut menjadi latar belakan berdirinya usahaku, meskipun aku juga tau kenapa dia melakukan ini. Tentu ada alasan di baliknya.

Namun aku lega, pada akhirnya aku memberanikan diri melarang Yoonki untuk menaruh hati padaku. Aku berbicaranya sebagai istri dari seorang pria. Tidak mudah, karena hati seseorang itu tidak bisa di perintah semaunya. Terkadang kita sendiri yang memilikinya saja tidak bisa.

Yoonki orang yang berpendirian. Kurasa sejak masuk SMA sampai sekarang perasaanya padaku tidak berubah itu adalah hal yang luar biasa. Pira itu pintar dalam menjaga hati. Tapi, karena aku tau dia adalah pria yang baik, memang sudah seharusnya dia mendapatkan wanita yang lebih baik pula.

Sore ini, sebelum hujan turun lagi. Yoonki tersenyum dan melepaskanku dengan ikhlas. Pada akhirnya kami sama-sama lega.

"Kita tutup jam delapan malam. Tidak usah membuat adonan lagi, setelah semua kue matang kalian bisa pulang," ujarku masuk ke araea produksi.

Para pegawai ku nampak bingung. Aku memahaminya, karena kedaiku hari ini terbilang cukup ramai. Bahkan buka sampai jam sepuluh pun tidak masalah, mereka juga tidak keberatan.

Namun sekali lagi banyak pertimbangan untuk hari ini. Mereka datang lebih awal pagi tadi karena ada banyak pesanan dari beberapa pegawai kantor yang sudah menjadi langganan. Kemarin mereka juga menyelesaikannya sendirian, perhitungan keuntungan juga menjadi sedikit terkendala karena aku tidak ada sampai toko tutup. Dan satu lagi, Jung juga sakit. Aku tidak bisa meninggalkan pria itu terlalu lama.

"Nona pulang dulu tidak papa. Kami akan menyelesaikannya," Sam berujar sembari memasukan adonan terakhir ke dalam oven.

"Benar Nona, kami tidak lelah," salah satu yang lain turut setuju.

"Tidak-tidak. Kalian harus istriaha. Kita tutup jam delapan."

"Tapi masih cukup ramai."

Aku menggeleng tegas, "Tutup jam delapan."

Pada akhirnya mereka mengangguk setuju. Sejujurnya bukan karena aku takut perhitungan hasil yang salah atau tidak percaya membiarkan Somi memegang mesin kasir dan bertanggung jawab terhadap uangku.

Aku hanya memikirkan mereka. Jika kedai ramai tak jarang mereka kehilangan waktu istirahat. Apa lagi para pelayan, mereka juga sering kelaparan karena jam makan yang terganggu akibat pelanggan yang datang. Aku hanya ingin memanusiakan pegawaiku.

Ko'Koos ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang