Chapter Delapan (M)

1.3K 69 11
                                    

Haii.... Aku update lagi ya...
wkwkwkw baru selesai uts.
FYI ini chapter terakhir untuk KOo ya. Kasih komen terbaik kalian ya. habis ini mau nulis arboretum :)

 habis ini mau nulis arboretum :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku masih tidak mengerti bagaimana semua ini bisa terjadi. Hari ini cukup membingungkan, rasanya seperti bumi dan bulan bertukar posisi. Bagaimana cara aku mendiskripsikan apa yang telah kami lakukan?

Aku masih ingat bagaimana Koo memaksaku untuk melucuti pakaiannya. Aku tidak bermaksud menuruti perintah gila itu tapi nyatanya sentuhan yang pria itu berikan membuatku mabuk kepalang. Ragu. Aku melepas satu persatu kancing kemeja Koo dengan lambat. Antara pria itu tidak sabar atau aku yang tidak peka atas keinginannya.

Tentu. Aku mengerti maunya, hanya saja kegejolakan di dalam diri ini masih belum selesai. Rasanya seperti aku yang terkubur dalam kegelapan seketika di tarik dan di hempaskan ke atas langit begitu saja.

Koo mendesis dan menyandarkan kepalanya di atas bahuku saat jemari lentik ku menarik kemeja itu sampai tanggal, terbuang, tergeletak di atas lantai. Semilir angin malam ini mengusap kulitnya.

"Selanjutnya," Koo menuntun tanganku ke arah bawah. Dia menghentikan telapak ku di kepala ikat pinggang.

"Ahh—Koo."

Aku kembali menggeliat geli kala Koo memberikan gigitan kecil di bahuku, dia seperti memberi energi kepekaanku agar cepat melakukan apa yang dia mau.

Aku mulai lepas kendali.

Denting ikat pinggang menandakan kesetujuanku atas perintahnya. Derit resleting juga membuatku semakin menegang kala Koo semakin menurukan warerobe yang masih sempat menutupi tubuhku. Kami sama-sama gila.

Kedua ibu jariku berhenti di sela kulit dan tepian bertulisan Clavin Klein setelah celana berbahan kulit dengan kualitas tinggi itu turun dengan sendirinya. Aku ragu. Haruskah aku menanggalkan yang satu ini?

"Jangan takut," ujar Koo menyandarkan lehernya di atas bahuku seperti sudah lelah menahan keinginannya. Lalu dia kembali menciumku, dan setelah semua terlepas, termasuk juga dengan ku. Koo memutar tubuhnya, mendorongku dengan tanganya yang berada di tenggkuk kepala dan pinggangkus sampai pada akhirnya aku berbaring di atas ranjang.

"Jangan menahan apapun. Ikuti saja apa yang tubuhmu mau. Jangan mengikuti logikamu," ujarnya lalu kembali mengulum bibirku. Aku baru menyadari, saat dia mendorongku ke arah ranjang, saat itu Juga Koo meninggalkan warerobe ku di lantai.

Aku semakin merinding kala Koo tidak membiarkan satu inch pun tertinggal dari keliaran bibir dan tangannya. Rasanya luar biasa. Rangsangan yang dia berikan nyatanya melumpuhkan logikaku secara perlahan. Aku malu, sangat malu bahkan rasanya ingin menangis saat menyadarinya. Tapi tubuhku ingin. Sangat ingin lebih dari ini.

Aku suka bibir Koo yang manis. aku suka teksrut lembutnya, aku seuka bagaimana dia mengulum dengan begitu lembut juga sangat dalam.

Kedua tanganku menyilang kala Koo menjauh dari bibirku. Kepalanya berhenti di depan dadaku. Sumpah aku malu, sekalipun dia adalah suamiku sendiri kami tidak pernah sedekat ini sebelumnya. Apa lagi melakukan sebuah hubungan.

Ko'Koos ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang