-26

53 8 0
                                    

Hallo semuaa! Aku balik nih:'D

Ada yang nungguin? Maaf banget kalo lama ya, hehe:')

Jangan lupa vote and comment ya, ges:D

Kalo ada yang lupa cerita sebelumnya kek gimana, baca part 25 dulu ya:D

Happy reading!^^

.....


Dira menghembuskan napasnya pelan, mengepalkan tangannya erat lalu menatap kedua mata Arvin yang sedang menatapnya.

"Iya, aku dulu pernah pacaran sama Devon."

Arvin menghembuskan napasnya kasar, menyisir rambutnya ke belakang. "Berarti bener apa yang dibilang Audrey? Dia ngurung kamu di gudang, di kamar mandi, nampar kamu, mukul kamu, sobek--"

Arvin menghentikan ucapannya, tak kuasa mengatakan kalimat tersebut. Menundukkan kepalanya, tidak menyangka dengan masa lalu Dira yang sangat kelam.

Dira mengusap punggung Arvin. "Kenapa?"

Arvin membalikkan tubuhnya menghadap ke Dira, menatapnya sedih lalu memeluk gadis itu sangat erat.

Tubuh Dira membeku terkejut, mengerjapkan matanya beberapa kali mengembalikan kesadarannya. Meskipun sudah berkali-kali dipeluk oleh Arvin, dirinya masih saja suka terkejut. "Kenapa hm?"

"Sedih aja tau kamu punya masa lalu yang kayak gitu. Kok bisa kamu pacaran sama Devon?" Arvin menyimpan kepalanya di pundak kanan Dira.

Dira menghembuskan napasnya lagi, matanya menatap gelapnya langit malam. "Dulu aku satu sekolah sama Devon, sebelum pindah ke sekolah kamu. Dia itu cowok yang ngejar-ngejar aku terus, tapi aku selalu nolak dia."

"Nggak lama, dia nembak aku di lapangan yang udah aku nggak tau ke berapa kalinya. Aku kasian sama dia, jadi aku terima aja."

"Baru jalan seminggu, sifat dia berubah, dan jadi suka siksa aku. Selama sebulan dia ngelakuin itu, dan untungnya karena Audrey udah nggak mungkin buat sekolah lagi, aku mutusin buat pindah sekolah," jelas Dira dengan suaranya bergetar.

"Udah putus, kan?" tanya Arvin was-was.

Dira mengangguk. "Nggak dilanjutin lagi ceritanya?" tanya Arvin penasaran.

Arvin merasakan tubuh Dira bergetar, memeluknya lebih erat lagi, mengusap-usap punggung gadis itu dengan pelan dan teratur.

Mata Dira berkaca-kaca, mendongak ke atas agar air matanya tidak mengalir di kedua pipinya. Semua memori yang ingin ia lupakan, teringat kembali di benaknya.

Saat pulang sekolah ia pulang dengan keadaan yang berantakan, Reno dan Sara selalu menuduhnya habis bermain-main dengan banyak lelaki. Selalu dikurung di gudang setiap ia pulang dengan keadaan seperti itu, yang sebelumnya sudah dikurung oleh Devon di sekolah.

Lama kelamaan, ada rasa ingin berhenti melanjutkan hidupnya. Namun saat ingin mengakhiri hidupnya, ia selalu merasa ada sesuatu yang menghentikannya untuk tidak melakukan hal itu, sehingga ia masih hidup hingga sekarang.

"Ra?" panggil Arvin.

"Tidur?"

Dira mengusap pipinya yang basah, melepas pelukannya dan menatap mata Arvin sambil tersenyum tipis. "Nggak, kenapa? Kamu ngantuk?"

Arvin menggeleng, mengusap pipi Dira yang yang sedikit basah. "Aku mau nanya, kamu kangen mama sama papa nggak?"

"Rasa kangen pasti ada, Vin. Aku kangen mereka berdua. Tapi, ya--"

RAVIN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang