Mereka yang tak tau akan seperti apa kedepannya, menganggap diri akan abadi. Padahal semua hanya anugerah dari sang pencipta, untuk kehidupannya yang sementara di bumi ini.
"Za!"
Anza menoleh ke belakang pada Veto yang baru saja memanggilnya. Mengangkat alis dengan maksud bertanya kenapa laki-laki itu memanggilnya.
"Bareng gue baliknya," ucap Veto setelah berhasil menyusul langkah Anza.
"Nggak, gue bareng Bang Pito aja," tolak Anza melanjutkan langkahnya hendak ke parkiran.
"Heh, gimana caranya gue bawa dua motor!?" tanya Veto ngegas. "Lo sama gue! Kita sekalian ambil motor lo yang udah beres."
Mau tak mau Anza bersama Veto. Anza itu malas nebeng dengan Veto, pasalnya, sepupu laknatnya itu selalu sengaja ngebut jika membonceng dirinya, seperti ingin mengajak ke Rahmatullah bersama.
Veto memiting leher Anza dan menyeret gadis itu agar berjalan dengan cepat. Anza yang diperlakukan seperti itu refleks menggigit lengan Veto yang mengalung di lehernya sampai Veto meringis dan melepaskannya.
"Rasain!" sembur Anza pada Veto yang tengah menggerutu sembari mengusap-usap lengannya yang terkena gigitan.
"Makanya ayo cepetan jalannya, lo lelet banget kayak siput."
"Lo galak begini pantes aja nggak ada cowok yang mau deketin, nggak laku jadinya kan," sambung Veto yang tanpa sadar menyulut api.
"Waduh, gimana ya bukannya nggak laku, tapi emang nggak jualan," sarkas Anza mampu membuat Veto langsung kicep.
Prinsip Veto itu; "Kalo omongannya Anza udah nyelekit, mending nggak usah nyaut, yang ada ntar mental lo bakal ciut."
Anza itu sebenarnya tipikal perempuan kalem dan tidak banyak tingkah, terlebih jika pada orang baru atau asing, gadis itu enggan berinteraksi berlebihan. Namun akan berbeda jika bersama keluarga dan orang-orang terdekatnya, seperti jiwa cerewet dan galaknya yang kadang keluar, atau sifat randomnya yang muncul dengan tidak terduga.
Jadilah sepanjang perjalanan menuju parkiran Veto hanya kalem, begitu mereka sampai di parkiran, barulah Veto kembali bersuara saat melihat Anza membalas sapaan dan tersenyum sekilas pada seorang laki-laki yang Veto ingat sebagai teman satu eskul mereka.
"Jangan nyari masalah, Za."
Anza menatap Veto bingung. "Hah? Masalah apa?"
"Jangan nyapa atau deket sama cowok lain, apalagi senyum-senyum gaje gitu," ucap Veto serius sembari memakaikan helm pada gadis itu.
"Why?"
"Ada orang yang udah nandain lo sebagai hak milik."
"Apa sih? Hak milik apa?" Anza semakin bingung namun Veto malah tersenyum geli dan menepuk pelan helm yang sudah terpasang di kepala Anza.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILUVIA [REPUBLISH]
Teen FictionAnza tak pernah menyangka jika pertemuan pertamanya dengan sesosok gadis mungil di gubuk tua itu membuatnya harus menjalani hidup yang berbeda dari anak seusianya. Menjadi gadis indigo bukanlah kemauannya. "Mau heran, tapi hantu itu Zana." Merupak...