Bibir terpaksa bungkam demi kebahagiaan mereka agar tak padam.
"ZANAAAA!" Anza berteriak dan memejamkan matanya dengan tubuh bergetar hebat. Kedua tangannya mencengkram handle pintu kuat-kuat.
Secepat kilat Zana menghampiri gadis itu yang berdiri pucat di depan pintu rumah. Terdiam sejenak begitu tahu apa yang terjadi, lantas setelahnya berdiri di hadapan Anza untuk menghalangi pandangan gadis itu yang pada nyatanya tidak berpengaruh sama sekali.
"Udah aku bilang, kan, jangan sembarangan ke sini, sebisa mungkin jauh-jauh, kalo perlu langsung menghindar tiap nggak sengaja ketemu sama dia!" Zana melotot pada sosok yang tadi berhadapan dengan Anza.
Menoleh ke belakang melihat Anza. "Masuk, Za. Ini temenku kok, nggak papa, nggak jahat."
"Aku mau ke Starlightmarket," cicit Anza teramat pelan dengan mata yang masih tertutup rapat.
Gadis itu tadinya hendak ke Starlightmarket membeli beberapa camilan karena stok camilannya sudah habis. Seorang diri di rumah membuatnya gabut bukan main. Namun siapa sangka saat membuka pintu ia malah dihadapkan dengan sosok itu. Anza ingat, pernah melihatnya sekilas saat sosok itu duduk di taman sekolah bersama Zana.
Zana memberikan kode pada sosok itu sebelum kemudian berkata pada Anza, "Udah, ayo aku temenin ke Starlightmarket."
Anza membuka mata dan menghela napas lega begitu tak melihat keberadaan sosok itu di sekitarnya lagi.
"Temen baru, Na?" tanyanya dengan mata bergerak liar menatap ke segala arah sembari melangkah, masih merasa was-was.
"Iya, dia korban pembunuhan, makanya banyak anggota tubuhnya yang hilang."
Seketika Anza bergidik ngeri kembali mengingat gambaran sosok itu yang tanpa kedua lengan, juga luka bacok di kepala dengan mata kosong yang berdarah-darah karena kedua bola matanya tidak ada.
"Alasan dia masih di sini?"
Jalanan menuju Starlightmarket tidaklah jauh dari kompleks perumahannya, membuat Anza memutuskan berjalan kaki saja.
"Ya itu, dia harus nyari potongan tubuhnya biar lengkap. Kamu tau? Bahkan jari-jarinya itu dipotong lebih dulu sebelum tangannya yang beneran dimutilasi. Sayangnya, tempat dia dibunuh itu nggak ada ditemuin apapun kecuali satu jari kelingkingnya yang kayaknya ketinggalan, mungkin yang lain disimpen atau dibuang acak sama pembunuhnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ILUVIA [REPUBLISH]
Teen FictionAnza tak pernah menyangka jika pertemuan pertamanya dengan sesosok gadis mungil di gubuk tua itu membuatnya harus menjalani hidup yang berbeda dari anak seusianya. Menjadi gadis indigo bukanlah kemauannya. "Mau heran, tapi hantu itu Zana." Merupak...