ILUVIA || 8. Caraphernelia

348 110 80
                                    

Menutupi hal yang tak perlu orang lain tahu merupakan bentuk dari tameng perlindungan diri. Meskipun kata pepatah 'semua rahasia pada akhirnya akan terbongkar' tidak bisa dipungkiri.

Zaga menghentikan motornya di taman, matanya secara otomatis langsung terarah pada danau buatan yang menjadi ikon di taman kompleks perumahan yang dulu sempat ia tinggali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Zaga menghentikan motornya di taman, matanya secara otomatis langsung terarah pada danau buatan yang menjadi ikon di taman kompleks perumahan yang dulu sempat ia tinggali. Kedua kaki jenjangnya melangkah menuju tempat yang menurutnya amat berkesan—bukan baik.

"Martabak gue tolong ambilin di Mang Hamad, ya!"

Seruan dengan suara familiar itu membuatnya terhenti, matanya berkelana mencari tahu di mana sang pemilik suara berada. Dan dapat.

Sudut bibirnya terangkat samar begitu melihat presensi salah satu dari dua orang itu. Zaga sering ke tempat ini, tapi baru kali ini dewi Fortuna berpihak padanya, membiarkannya melihat gadis tersebut di tempat ini.

Hanya punggung dan rambut sebahunya yang terlihat, namun Zaga bisa langsung mengenalinya. Seperti kejadian tadi saat dirinya dalam perjalanan menuju taman. Gadis yang selalu mampu menarik perhatiannya itu tengah duduk di kursi taman tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang ini.

"Ambil sendiri napa, gue lagi jogging juga," gerutu Veto mendekat dan menyodorkan plastik berisi sekotak martabak pada gadis itu.

"Kan, lo tadi sekalian ngelewatin."

Masih di posisi berdiri, dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana jeans hitam yang dipakainya, netranya sempat bersitatap pada Veto yang secara tak sengaja menoleh sekilas ke belakang. Ada riak terkejut di wajah laki-laki itu ketika melihatnya.

Tak berselang lama Veto bangkit dan berjalan ke arah Zaga, meninggalkan gadis itu yang masih setia duduk di bangku taman tanpa mau repot-repot memperhatikan sekitarnya.

Kedua alisnya terangkat saat kembali bertemu pandang dengan Veto yang sudah menampilkan senyum menyebalkan. Veto hendak menepuk pundak Zaga yang dengan cepat lelaki itu mengelak. Veto sendiri sudah maklum dan hanya bisa tersenyum geli, temannya itu paling tidak suka disentuh.

Sementara Zaga kembali menatap lurus pada satu objek di balik punggung Veto tanpa mau menggubris kehadiran Veto di hadapannya.

"Samperin sana," ucap Veto setelahnya pergi begitu saja.

Menimang sejenak, ia berpikir untuk tidak mengambil start dahulu. Namun begitu melihat kedua bahu gadis itu yang sepertinya tengah bergetar refleks membuatnya melangkah menghampiri dengan tergesa.

Anza yang merasakan bau anyir telah menghilang langsung menghembuskan napas lega. Namun, agak mengernyit saat justru bau anyir tadi digantikan oleh aroma musk menenangkan memasuki indera penciumannya. 

ILUVIA [REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang