Kedua telapak pemuda itu ditangkupkan. Matanya terpejam, menunjukkan khidmatnya ia berdoa. Hal yang sama juga dilakukukan wanita di sampingnya.
Malam itu di musim gugur, Kita mengajak (name) berdoa di kuil. Setelah puas menikmati akhir pekan dengan berkeliling di festival. Menikmati akhir pekan bersama disela sibuknya pekerjaan.
Keduanya perlahan membuka mata mereka. (name) menatap lawan bicaranya. "Apa yang kau minta, Kita-san?"
Kita menaikkan satu alis. "Kau sendiri, apa yang kau minta (name)?"
"Eh, kenapa malah balik bertanya?"
"Jawab saja."
Keduanya berbincang sembari berjalan keluar dari area kuil.
"Hanya meminta agar kebaikan selalu menyertaiku," ucapnya terhenti. Tanpa sadar pipinya sedikit merona.
"Dan juga kau," imbuhnya malu-malu.
Wanita ini selalu bisa membuat Kita tersenyum. Ya, senyum yang jarang ia perlihatkan kepada orang lain.
"Souka?" ia terkekeh. "Terima kasih."
(name) tersipu malu. "G-giliranmu, Kita-san."
Kita melirik (name) di sampingnya. "Giliran apa?"
"Giliranmu menjawab. Apa yang kau minta?"
Pemuda berhenti tiba-tiba. (name) otomatis mengikuti. "Ada apa Kita-san?" tanyanya.
Kita kembali tersenyum. Manik indahnya beralih menatap bintang dikelamnya malam. "Sederhana. Hanya meminta.."
Ia balik menatap (name). Senyum manisnya masih terukir di wajahnya yang damai.
"..Kurasa ini rahasia."
(name) mengerucutkan bibirnya. "Eh? Itu tidak adil!"
Kita tertawa kecil melihat wajah menggemaskan wanita di sampingnya.
Karena merasa sedikit kesal dengan Kita, (name) memutuskan untuk tak bicara padanya sepanjang perjalanan. Membiarkan Kita sesekali bercerita padanya, dan hanya ia tanggapi dengan ber-oh ria.
"Aku terus memikirkan permintaan nenekku."
(name) masih tak mengindahkannya. Ia hanya menatap lurus ke depan.
"Dan kupikir aku akan memenuhi permintaannya itu."
"Permintaan apa?" tanya (name) basa-basi.
"Menikah. Aku akan menikah."
Deg! Jantung (name) seakan berhenti berdetak. Tanda tanya muncul di benaknya.
Kita akan menikah? Dengan siapa? Itu artinya kami memang ditakdirkan hanya menjadi sebatas teman?
Pupus sudah harapan (name). Ia menginginkan hubungan dari sekedar teman bersama Kita, namun itu hanya tinggal angan belaka.
"Kurasa memang sudah waktunya," ucap Kita.
Sebisa mungkin (name) memasang wajah bahagia, walau hatinya benar-benar teriris.
"S-souka? Berarti kau sudah punya calonnya?"
"Sudah."
Ternyata dari awal memang tidak ada harapan untukku.
"Pasti dia wanita yang beruntung," gumam (name), dan tentu saja Kita mendengarnya.
"Atau mungkin aku yang beruntung."
Kau menyedihkan sekali, (name).
"Dia orang yang ceria, sopan, dan bertanggung jawab, dan," ucapnya menggantung.
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect husband, kita s.
Fanfiction❝kau yang pertama dan yang terakhir.❞ ━perfect husband ;di mana seorang tuan sempurna menjadi teman hidupmu. [status: completed] haikyuu ©haruichi furudate fanfiction ©volklore art isn't mine