Senja telah menyapa dua jam lalu. Langit perlahan berubah gelap. Kita Shinsuke, pria 26 tahun itu sedari tadi mondar-mandir di depan televisi. Tangannya terus sibuk mengotak-atik ponselnya. Raut khawatirnya terpampang jelas.
"Ck!"
Ia berdecih, untuk kesekian kalinya (name) tak mengangkat panggilannya. Wanita itu harusnya sudah kembali sejak siang tadi, namun nyatanya hingga malam hampir tiba, (name) belum menampakkan batang hidungnya. Parahnya wanita itu tak memberinya kabar sedikitpun.
Pesan tak dibalasnya, panggilan tak diangatnya. Semua orang yang berhubungan dengan (name) tak luput Kita tanyai. Tapi satupun tak ada yang mengetahui keberadaan (name). Sungguh mengkhawatirkan bagi Kita.
Kendati demikian, Kita tak putus asa. Sekali lagi Kita mencoba menghubungi (name).
"Nomor yang anda tuju berada di luar jangkauan, coba beberapa saat lagi."
Kita mengusap wajah kasar. Bukannya mendapati suara (name), lagi-lagi hanya balasan dari operator.
"(name) kau dimana?"
Wajahnya tertunduk lesu. Berharap sang istri yang entah di mana rimbanya segera kembali.
Rumah menjadi sunyi, lebih sunyi dari biasanya. Bahkan bunyi detak jam menggema hingga ke sudut rumah sekalipun. Kita menatap ke arah jendela terbuka, menampakkan langit yang menggelap. Hatinya makin tak karuan.
Kita buru-buru mengambil mantel tebalnya. Memutuskan pergi ke luar mencari keberadaan (name). Memgambil kunci rumah serta mobil dan bergegas pergi. Tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada (name).
Sesaat setelah Kita mengunci pintu, ponselnya berdering. Tebak siapa yang menelepon. (name). Tanpa pikir panjang panggilan itu langsung ia angkat.
"Ah, halo Shinsu-"
"(name) kau dimana?!" tanyanya penuh rasa khawatir.
'Gawat', batin (name) di seberang sana.
"E-eh? Aku seda-"
"Kau tahu jam berapa sekarang? Katakan kau dimana, aku akan menjemputmu."
"Tunggu Shinsuke! E-etto, apa aku belum memberi tahumu?"
"Huh, apa?"
"Aku ada urusan pekerjaan di Miyagi bersama kepala sekolah dan Sugaw-"
Tatapan Kita menjadi horor seketika.
'Dia pergi ke Miyagi. Tidak memberitahuku. Bersama si Sugawara-'
Kurang lebih itu yang Kita katakan jika dibaca dari ekspresinya.
"Kau pergi ke Miyagi? Kenapa baru mengatakannya sekarang?" Bila diperhatikan dengan seksama, nada bicara Kita menjadi lebih dingin.
"Maafkan aku, kupikir aku sudah memberitahumu kemarin."
"Kau tahu (name), aku mengkhawatirkanmu sejak siang tadi. Kenapa kau tak membalas pesan atau mengangkat panggilanku?"
"Baterai ponselku habis, beruntung Suga-san meminjamkan chargernya padaku. Maaf-"
"Cukup maafnya. Segera selesaikan tugas itu dan segera pulang."
"Tapi aku tinggal sehari di sini."
Kita membulatkan mata. 'Dan tinggal sehari di sana?!' Ia membatin.
"Selesaikan tugasmu lalu pulang. Ini perintah."
"S-shinsuke tunggu-"
'Nut, nut'
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect husband, kita s.
Fanfictie❝kau yang pertama dan yang terakhir.❞ ━perfect husband ;di mana seorang tuan sempurna menjadi teman hidupmu. [status: completed] haikyuu ©haruichi furudate fanfiction ©volklore art isn't mine