Hampir menginjak satu tahun usia pernikahan Kita dan (name). Beberapa bulan lalu, keduanya melangsungkan pernikahan di kuil dekat kediaman Kita. Pernikahan tradisional nan sederhana namun begitu khidmat. Hanya dihadiri oleh sanak saudara dan kerabat, serta beberapa teman dekat Kita di klub volinya dulu.
Sekarang tak ada lagi (full name), melainkan Kita (name). Istri sah Kita Shinsuke.
Seperti biasa, (name) bangun lebih pagi dari Kita. Menyiapkan kebutuhan dirinya dan sang suami sebelum beraktivitas.
Jemari lentiknya cekatan mengiris sayur-sayuran. Aroma sedap dari omlet yang dibuatnya memenuhi penjuru dapur. Begitu selesai urusan memasaknya, (name) bergegas mandi dan memanggil sang suami.
"Shin-kun, ayo sarapan," panggilnya dari dapur.
Kita sudah terbangun sejak tadi. Saat ia mencium aroma lezat masakan sang istri. Begitu bangun, ia langsung membersihkan diri lantas sarapan bersama (name).
Kita menarik kursi makannya. "Ohayou," sapa Kita saat melihat (name) menyiapkan makanan.
Sang istri merekahkan senyum. "Ohayou."
Senyuman (name) seperti penyemangat bagi Kita. Hatinya merasa damai hanya dengan melihat senyum sang istri.
Keduanya lalu duduk berhadapan, menikmati sajian lezat di depannya. Menangkupkan tangan dan berdoa.
"Ittadakimasu," ucap keduanya bersamaan.
"Bagaimana?" tanya (name) disela makannya.
Kita tersenyum. "Enak, seperti biasa."
(name) tersenyum puas mendengar jawaban sang suami.
Kita menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya. "Kau tampak senang sekali hari ini?" tanyanya.
(name) terkekeh. "Apa terlihat jelas?"
"Iya."
"Hari ini akan ada murid baru di kelasku. Aku tidak sabar!" ucapnya girang.
"Begitukah?" Kita terkekeh kecil. "Wajar kau begitu senang. Kau memang menyukai anak-anak."
"Ya begitulah, mereka menggemaskan." (name) tersenyum tanpa sadar.
"Melihat mereka bermain dan tertawa dengan kawan sebayanya, entah kenapa itu benar-benar membuatku ikut senang."
Jika sudah berbicara tentang anak-anak, (name) jagonya. Kita dengan sabar mendengarkan istrinya bercerita.
"Yah, walaupun kadang mereka memang sulit dinasehati, tapi disitulah seruannya." (name) terkekeh.
Kita menyinggugkan senyum. "Kalau kau mau bilang saja."
Butuh beberapa detik (name) untuk mencerna kata-kata Kita.
Dan (name) langsung tersedak karenanya. Wajahnya sedikit merona, ia tahu maksud suaminya. Kita buru-buru memberinya minum. (name) akhirnya bisa bernapas lega setelah minum segelas air putih.
"Ada apa?"
(name) menggeleng cepat. "Ti-tidak apa-apa," jawabnya.
Kita itu lelaki yang peka dengan segala hal. Dirinya tahu (name) terkejut karena ucapannya.
Ia kemudian mengusap punggung tangan (name) seraya tersenyum simpul.
"Tidak masalah jika kau belum siap. Aku bisa menunggu."
Kita memaklumi (name). Ia tak akan memaksa jika sang istri belum siap. Bahkan dirinya tak akan berani menyentuh (name) tanpa seizinnya.
Sungguh suami yang pengertian.
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect husband, kita s.
Fanfiction❝kau yang pertama dan yang terakhir.❞ ━perfect husband ;di mana seorang tuan sempurna menjadi teman hidupmu. [status: completed] haikyuu ©haruichi furudate fanfiction ©volklore art isn't mine