viii. ice cream

2.6K 398 64
                                    

Beberapa bulan kemudian, di sebuah malam.

Bunyi jam menggema ke penjuru ruangan. Sunyi, sebab rembulan tepat berada di puncaknya.

Wanita itu tidur dengan gelisah. Berkali-kali membenarkan posisi. Segala cara ia ambil agar dapat tidur dengan damai. Namun nihil, ia malah terbangun di tengah malam.

"Panas sekali." Tangannya dikibaskan di area leher. (name) melirik sang suami yang tampak pulas di sampingnya. Dengkuran halus pun terdengar.

"Tiba-tiba ingin es krim.." gumamnya. Sekali lagi Kita dilirknya. Dalam hati tak tega ingin membangunkan karena hal sepele. Tapi mau bagaimana, (name) hanya bisa mengandalkannya.

Tangannya mengguncang bahu Kita pelan. "Shin, psst." Belum mendapat respon dari sang tuan, (name) lalu menepuk pelan lengan Kita. "Shinsuke.."

Matanya terbuka menampakkan iris emas khasnya. "Mhm." Tangannya mengusap mata pelan, "ada apa?"

"Shinsuke panas," ucapmu pelan.

Alis peraknya terangkat, "naikkan suhu pendingin ruangan-"

"Tapi aku ingin es krim," potongmu tepat sebelum Kita menyelesaikan ucapannya. Mendengar itu, Kita langsung bangkit mendudukan dirinya. "Es krim?"

(name) mengangguk. "Shinsuke, aku ingin es krim.." Dahi Kita berkedut, alisnya hampir bertaut. Ia menghela nafas panjang. "Akan kubelikan, besok."

"Tapi aku ingin sekarang."

"(name), kau tahu jam berapa sekarang?"

Jam ia lirik. Jarum pendek tepat menunjuk di angka satu. Toko mana yang buka malam begini?

"Shinsuke kumohon.."

"Iya, tapi besok ya?"

"Tapi ini permintaan anakmu!" rengek si wanita. Melihatnya memelas dengan memeluk perut buncitnya, Kita bak kehabisan kata-kata. Kita dilema, ia kasihan pada (name), namun juga mustahil untuk memenuhi permintaannya saat ini juga.

Nafas panjang kembali ia hembuskan. Kita menangkup pipi istrinya. "Dengar, mustahil menemukan penjual es krim di tengah malam. Akan kubelikan besok, aku janji. Kubelikan sebanyak yang kau mau, ya?" Lembut sekali ia berucap.

"..." (name) tak menjawab. Ekspresinya bak anak kecil yang merajuk tak dibelikan mainan.

"Sebagai gantinya, kubuatkan es lemon untukmu, bagaimana?"

(name) bukan anak kecil. Ia mengerti maksud Kita tadi. Ia mengangguk pelan. "Baiklah. Tapi kau janji kan?"

"Ya, aku janji."

Kita mengacak pelan pucuk kepala si wanita. "Tunggu di sini, akan kubuatkan."

(name) tersenyum padanya. Sedetik kemudian, Kita beranjak ke dapur membuat segelas lemon segar.

Sejenak ia berpikir, sangat beruntung mempunya Kita si sisinya. Yang selau siap sedia kapan dan di manapun ia membutuhkan. Semua hal bisa ia lakukan. Kita itu sempurma. Terlalu sempurna bahkan.

Tapi, sesempurnanya manusia, Kita juga punya kekurangan.

Iya, kurang nyata, hahaha!

Tak butuh waktu lama. Kita kembali dengan segelas lemon ice segar di tangan. Ia duduk di tepi ranjang, memberikan minuman itu pada (name)

"Terima kasih."

Tanpa menunggu lagi, (name) meneguk minumannya. Dan hal tak terduga terjadi.

"Uhuk!"

(name) menyemburka air lemon itu. Wajahnya masam. "Huaa Shinsuke, apa ini?!" Air mata mengalir dengan dramatisnya.

"Huh, tentu saja air lemon!" Kita yang bingung dengan tingkah sang istri lantas mengambil gelas itu dari tangannya. Ia menatap dengan seksama gelas itu sebelum meneguknya. Lalu, "uhuk!"

Hal serupa juga terjadi padanya. "Asin."

"Kenapa asin sekali?!" rengek (name) masih dengan air mata yang mendramalisir.

Kita mengelap bibir dengan punggung tangannya. "Pasti aku salah ambil." Mungkin karena mengantuk ia tak bisa membedakan dengan baik mana gula dan mana garam.

"Maaf, salahku. Akan kubuat lagi-"

"Tidak mau!"

"Tapi-"

"Es krim! Aku ingin es krim!"

"(name), besok. Bukankah aku sudah berjanji?"

Ah, debat babak dua dimulai akhirnya. (name) dengan keras kepalanya, dan Kita dengan segala sabda mutlaknya.

"Lihat nak! Ayahmu pelit sekali, padahal hanya es krim," ucap (name) seraya mengelus perutnya.

"Bukan begitu-"

"Tidak apa, ibumu yang akan membelinya untukmu, tenang saja." (name) bangkit berdiri. Hendak mencari di mana mantelnya berada. Namun, sebelum itu Kita lebih dulu menarik lenganmya dan kembali membuat (name) duduk. "Hey! Apa yang kau lakukan?"

Kita menatap heran sang istri. Kenapa ia begitu nekat demi sebuah es krim?

"Es.. Krim.."

Tuhan, jangan lagi. Tatapan itu, ekspresi itu, Kita tak sanggup melihatnya. Terlebih lagi itu adalah (name).

"Baiklah, akan kubelikan."

Pada akhirnya tak ada pilihan lain selain mengalah. Malam itu menjadi malam yang panjang bagi Kita. Berkeliling kota di malam gulita, hanya demi sebuah permintaan sederhana. Kendati demikian, tak ada yang tidak Kita lakukan untuk yang ia cinta.

Kenapa permintaan wanita hamil begitu absurd? Bahkan ada yang sampai tak dapat dinalar.

༊*·˚

[to be continued]







Aneh tapi semoga kalian suka :)
See ya!

perfect husband, kita s.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang