Dia papa kamu Samudra.

61 10 4
                                    

Sudah hampir seminggu Marisa selalu memilih bus untuk pergi kesekolah. Bukan hanya merasa senang, namun juga karna tuntutan buku diary yg dibawa oleh lelaki bertato itu.

Sejak mengetahui kelupaan nya pada buku yg ia pinjamkan pada lelaki itu, tak henti-henti nya Marisa mengutuk dirinya sendiri karna ceroboh.

Ia sama sekali tak mempermasalahkan bolpoin, tapi buku diary nya lah yg sangat-sangat penting.

"Namanya Samudra ya.." gumam Marisa mengingat pertengkaran yg terjadi saat itu, sang pemilik kampus menyebut nama "Samudra".

Jika hari ini ia masih tak bertemu lelaki itu, sudahlah.. Marisa pasrah saja. Sudah cukup beberapa hari ini ia selalu menunggu bus lebih awal, lalu duduk di kursi yg pernah ia tempati dengan Samudra.

"Besok ayah sama bunda pulang..." sambung Marisa melirih.

"Uang nya masih utuh, Risa takut..."

Bus biru sudah datang, Marisa mulai masuk dan memilih kursi yg sama dengan sebelumnya. Dan Marisa sepertinya sudah tak mau berharap, lagi-lagi lelaki bertato itu tak ada.

Disisi lain Marisa juga lebih mencemaskan seperti apa hukuman yg akan ayah nya berikan jika ia lagi-lagi menolak lelaki yg entah ke berapa ini.

Mengingat sudah begitu banyak lelaki yg coba ayah nya jodohkan dengan dirinya, hanya ada satu lelaki yg mau menerima penampilan nya.  Marisa pernah terkecoh dengan tampang tulusnya saat itu. Diberi waktu satu minggu pendekatan, malah kedok lelaki itu terbongkar dulu. Lelaki itu adalah lelaki mesum yg ternyata ingin menikahinya untuk menjadikan Marisa sebagai pelampiasan nafsu.

"Ahh pusing" rintih Marisa lelah berkalut dengan pikiran sendiri. Setelah bus smpai di tempat tujuan, Marisa langsung turun dengan badan lesu, subgguh tak semangat sekali pikirnya.

Kampus nampak seramai biasa, mungkin karna masih sisa beberapa menit sebelum bel masuk. Jadi siswa-siswa masih berkeliaran.

Di ujung koridor dekat kelas, ada Bara yg entah sejak kapan berdiri disana. Bara tersenyum sambil melemparkan lambaian serta senyum. Meski setelah itu ada teman Bara yg lewat berdecih geli dan jijik.

Marisa tau, teman Bara tak suka jika  lelaki sepopuler Bara berteman dengan gadis kucel seperti Marisa. Tapi mau bagaimana lagi?

"Ga malu lo bar?" tanya Risky menyindir. Ya, nama teman Bara itu Risky.

"Mulut lo ya ky, gue pasangin lakban mau?" tanya Bara balik.

"Sono ah!" kessal Bara sambil mendorong punggung teman nya.

Sementara Rizky menjauh, Marisa jadi bisa mendekat ke arah Bara.

"Ngapain?" tanya Marisa melihat Bara yg sudah seperti orang gila senyum-senyum sendiri.

Tangan Bara mengintruksikan menyuruh menutup mata, tentunya Marisa menurut. Gadis itu tak tau apa mau teman lelaki satu-satunya itu, tapi ia tetap melakukan apa pun yg Bara suka dan mau.

"Dah buka matanya" pinta Bara.

Perlahan kelopak mata Marisa terbuka, dihadapan nya Bara menyodorkan boneka bintang. Yaitu Patrick.

Spontan mulut Marisa menganga terkagum, Bara tau sekali kartun yg gadis ini sukai, dan Marisa sangat menyukai teman si spon kuning itu.

"Ini buat aku?"

"Yaiyalah Risa, buat siapa lagi. Ini tuh tanda terima kasih gue karna beberapa hari lalu lo mau bantuin gue bagi-bagi nasi kotak. Dan.. makasih kemaren pulang sekolah lo mau jadi badut di pesta ulang tahun adek temen gue"

(SA)mudra (MA)risaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang