Malu..
Ya, sepertinya kata itulah yang pantas untuk Marisa rasakan sekarang. Samudra membawa nya kembali ke rumah Bartan, lelaki itu bahkan tercengang melihat kedatangan Samudra dengan tampang yang memerah.Ah, bukan nya tampang Samudra memang selalu begitu bukan?
"Kok balik lagi?"
Seketika Marisa semakin malu ditanya Bartan begitu, tapi ia juga bingung mau berkata apa sedangkan genggaman Samudra saja masi belum lepas membuat Marisa semakin tak berkutik.
"Kunci kontrakan uda ada di lo kan?" Tanya Samudra yang langsung dibalas anggukan oleh Bartan.
"Gue mau kesana sekarang"
"Tapi tu kontrakan kosong banget Sam, cuman dapur doang. Ruangan lain nya juga belum di bersihin"
Samudra menghela nafas dan berfikir keras. Tadinya ia berencana akan membawa Marisa ke kontrakan yang sudah ia dapatkan bersama Bartan. Tetapi bagaimana ia akan membawa Marisa bersamanya sedangkan disana saja belum ada persiapan sama sekali.
"Marisa disini aja dulu, dia bisa nemenin aku kalo mau" ucap Rena dengan senang hati. Tetapi raut muka Samudra menunjukkan bahwa lelaki itu sama sekali tak setuju.
"Thanks Ren, ni cewe ikut gue aja"
Rena mau tak mau mengangguk. Samudra sudah yakin untuk membawa Marisa bersamanya. Masalah fasilitas dan perabotan ia pikirkan nanti, yang terpenting adalah ia memiliki tempat yang layak.
Bartan yang mengerti maksud Samudra itu dengan cepat mengambil kunci kontrakan. Tidak menunggu lama, Samudra dan Marisa segera pamit.
"Risa..." panggil Rena sembari menyentuh pelan lengan Marisa.
Hal tersebut membuat pergerakan Samudra berhenti, bahkan Marisa yang sedari tadi menunduk langsung mendongak menatap lekat Rena yang tidak tau mengapa tiba-tiba menahannya.
"Kalo ada apa-apa bilang ya, ada aku dan Bartan. Sekarang kita teman"
Spontan Marisa merasa sesak tiba-tiba menghampiri dadanya. Terlalu banyak yang terjadi akhir-akhir ini sampai ia lupa, bahwa ia juga butuh telinga untuk menumpahkan semua beban nya.
Marisa mengangguk dan balas tersenyum. Selain malu Marisa juga terkejut, merasa masih ada orang yang peduli padanya. Bahkan orang-orang tersebut mereka yang sama sekali tak ia kenal.
"Terimakasih..."
****
Marisa tidak habis pikir, kenapa sosok didepan nya ini mau serepot ini menolong nya? Marisa sempat berfikir untuk menolak keras semua yang dilakukan Samudra padanya. Tapi Marisa tak bisa mengelak bahwa ia sangat butuh pertolongan di situasi seperti ini.
Sepanjang perjalanan Marisa menatap dengan pandangan kosong. Semua ketakutan Marisa benar-benar terjadi, orang tuanya bahkan sudah tidak mau mengakui nya lagi. Ya, tidak ada cara lain selain menikah dengan seorang pengusaha seperti kemauan ayah nya. Lalu Marisa akan menunjukkan pada sang Ayah bahwa ia bisa memperbaiki semuanya. Tapi apa Marisa sanggup?
Secara tidak sadar Marisa mencengkram ujung kaos Samudra membuat lelaki itu bingung.
Keterdiaman mereka membuat perjalanan terasa lambat, apalagi sekarang mereka menggunakan sepeda motor, Samudra tidak bisa terus menerus meminjam mobil Bartan karena ia rasa sudah terlalu banyak merepotkan lelaki tersebut.
Tiba di depan kontrakan membuat Marisa dengan cepat tersadar, ia pikir kontrakan yang akan ia tempati adalah sebuah bangunan rumah pada umumnya. Tetapi yang ia lihat sekarang adalah sebuah ruko tak terpakai dengan dua lantai yang bahkan tak memiliki teras. Bisa dibilang lingkungan disekitar bangunan ini juga lumayan begitu ramai. Ini layak dikatakan pasar kecil yang jarang orang ketahui, Marisa juga baru tersadar bahwa semasa diperjalanan tadi mereka terlalu banyak masuk gang kecil dan berakhir di pekarangan yang bahkan suasana ini baru pertama kali Marisa rasakan.
"Kenapa?" tanya Samudra.
Marisa menggeleng dengan cepat, ia tidak mau membuat Samudra berfikir yang tidak-tidak dengan melihat Marisa yang sangat merasa beda dengan sekitarnya.
Samudra membuka sebuah tirai yang menutupi pintu ruko tersebut, setelah kunci terbuka sempura Marisa ikut menyusul Samudra masuk ke dalam. Ternyata tidak seburuk apa yang Marisa bayangkan untuk bagian dalam ruko ini. Meskipun masi banyak yang harus dibersihkan tetapi ruko ini sangat layak ditempati.
"Di atas ada kamar satu, lo bisa tempati itu"
Marisa hendak berbicara ingin bertanya, tetapi lelaki itu kembali berbicara seakan mengetahui apa yang akan Marisa tanyakan.
"Gue tidur di lantai bawah, ada satu sofa cukup buat gue tidur"
Semakin merasa tidak enak hati, Marisa gelisah mendengar jawaban tersebut. Marisa hanya menumpang disini, kenapa bukan Samudra saja yang tidur dikamar.
"Lo perempuan, lo lebih butuh kamar itu dari pada gue"
Samudra berucap tanpa menoleh pada Marisa, lelaki itu bahkan sudah mulai berkemas merapikan beberapa perabotan yang tersisa di ruang ini. Bodoh nya Marisa hanya terdiam kaku dan kebingungan harus bereaksi apa.
"Eee... Kenapa?"
Samudra langsung menoleh cepat mendengar Marisa bersuara.
"Maksud aku, kenapa kamu mau menolong aku?" tanya Marisa sekali lagi dengan menatap lekat Samudra yang juga balas menatap nya dengan serius.
"Apa ada alasan untuk menolong seseorang?"
Marisa bungkam setelah mendengar jawaban Samudra. Marisa merasa kurang puas, ia perlu alasan yang masuk akal. Lelaki didepannya ini bahkan baru saja ia kenal, bahkan bisa dibilang pertemuan mereka pun secara tiba-tiba dikarenakan tidak kesengajaan. Karna bus? dan sebuah bolpoin?
"Terimakasih, aku bakalan bayar perbulan nya untuk ini. Tapi- apa boleh aku mulai bayar nya setelah mendapatkan kerja?"
Marisa takut jika kalimat nya ini akan menyinggung Samudra. Apakah ada yang salah dengan perkataan nya sehingga membuat lelaki bertato itu tak bergeming?
"Oke"
Satu kata.. Ya, setidaknya kata tersebut membuat Marisa merasa lega. Marisa bisa membalas jasa Samudra dengan memberikan uang kontrakan perbulan nya bukan?
"Emm aku juga bakalan yang bersihin ini, kamu bisa istirahat" ucap Marisa semangat dan dengan cepat memindahkan sebuah penyapu dari tangan Samudra.
Marisa baru tersadar dengan apa yang ia perbuat. Dengan lancang ia memindahkan penyapu itu dari tangan Samudra tanpa aba-aba atau izin.
"Eee maaf, maksud-"
"Lo bisa bersihin lantai atas, ruangan ini gue yang bersihin" potong Samudra dengan wajah datar.
Marisa ingin protes, tetapi raut wajah Samudra membuat nyali nya menciut. Ia takut di cap semena-mena oleh Samudra. Ia harus tau diri bahwa semua ini adalah berkat Samudra. Maka dari itu seharusnya Marisa menurut saja apa yang Samudra ucapkan atau perintahkan.
"Lo bisa sapu dulu lantai nya, nanti ikut gue belanja kebutuhan"
Sekali lagi Marisa ingin protes, tapi lagi-lagi nyali nya menciut. Baiklah, Marisa tidak akan menyia-nyiakan pertolongan yang bisa saja tidak datang dua kali ini.
Marisa tersenyum kecil menatap punggung Samudra yang mulai bergerak kembali membersihkan perabotan disana. Marisa sangat bersyukur dipertemukan dengan lelaki sebaik Samudra.
Marisa berjanji akan membalas jasa lelaki bertato itu
----------------
See you, ketemu lagi di chapter selanjutnya ya..
Ditulis pada Kamis, 1 Desember 2022 19.53
putriAprilianti
KAMU SEDANG MEMBACA
(SA)mudra (MA)risa
DiversosBagaimana jika mereka dipertemukan dengan nasib yang sama? Lalu akan kah Marisa membuktikan pada Ayah nya, bahwa ia akan menikah dengan pengusaha sukses seperti yang Ayah nya minta?