Chapter 7

210 10 0
                                    


Di sebuah kamar, terdapat tiga orang yang sedang bercanda ria. Yaitu Nazneen, keyfa, dan Disti. Mereka sedang membicarakan saat awal-awal mereka masuk pesantren dulu.

"Dis, aku masih ingat banget. Saat pertama kali kita masuk pesantren, aku ngeliat kamu meluk-meluk ibu kamu, sambil nangis kaya anak kecil karena nggak mau ditinggalin," ucap Keyfa mengingatnya. Nazneen dan keyfa pun tertawa terbahak-bahak sedangkan sang empu yang dibicarakan, hanya memasang wajah cemberut.

"iihhh ... apaan sih, kamu juga awal masuk pesantren ngak bisa ngapa-ngapain. Masa cuci pakaian di tinggalin smpai berhari-hari, sampai pakaiannya pada luntur,"ucap Disti sambil tertawa. sedangkan Keyfa merasa malu, mengingat kejadian beberapa tahun lalu.

Nazneen ikut terlarut ke dalam pembicaraan teman-temannya. Setidaknya dengan cara seperti ini bisa mengurangi kesedihan Nazneen. Yah, Nazneen tidak pernah membicarakan masalah pernikahannya karena teman-temannya masih belum mengetahui tentang pernikahannya. Orang-orang di rumah pun tidak mengetahui apa-apa, karena yang mereka lihat selama ini seperti tidak terjadi apa-apa. Nazneen tidak ingin menceritakannya, karena dia menganggap ini adalah kesalahannya.

"Neen, kenapa melamun?" tanya Disti .

"ehh ... aku ngak apa-apa kok."

"beneran?" tanya keyfa lagi

"Iya, beneran. Aku hanya lagi mikirin buku Diaryku,:?" jawabnya sendu.

Kedua temannya pun saling lempar pandangan. Lalu, kembali melihat ke arah Nazneen.

••••••

Saat in Nazneen sedang berjalan untuk pulang ke rumah Pesantren, yang dia tinggalkannya selama beberapa bulan ini. Rumah yang menjadi saksi keretakan rumah tangganya sejak awal, karena tidak adanya cinta Gus Fariz yang diberikan untuknya.

Sampai ingin memasuki rumah, Nazneen bertemu pak kiyai yang sedang bersantai didepan sambil menyeruput teh hangat ditemani gorengan.

"Assalamualikum Abi," ucap Nazneen menyalami tangan pak Kiyai yang kini menjadi mertuanya.

"wa'alaikumsalam nak, dari mana, nak?" tanya pak Kiyai.

"Dari asarama abi, habis ketemu sama teman-teman Nazneen," jawabnya.

"Duduk dulu nak, ada yang ingin Abi bicarakan,"pinta pak Kiyai.

Nazneen pun duduk disamping pak Kiyai.

"Abi mau tanya, bagaiaman keadaan rumah tanggamu? Apa baik-baik saja, nak?" tanya pak Kiyai. Sontak membuat Nazneen mematung di tempat. Dia bingung harus berbicara bagaimana, apa dia harus jujur atau tidak. Namun, Nazneen tidak ingin mengambil resiko dia terpaksa berbohong karena tidak ingin terjadi pertengkaran pada keluarga pak kiyai.

"ehhm ... alhamdulillah baik-baik saja Abi," jawabnya gugup, tapi berusaha setengah mungkin.

"Alhamdulillah, kalau baik-baik saja abi ikut senang," seru pak kiyai sambil tersenyum.

'Maafkan Nazneen, Nazneen nggak mau Abi sampai marah sama kak Fariz. Bagaimanapun ini adalah kesalahan Nazneen,' gumamnya dalam hati.

"Tiga minggu lagi kamu akan ujian kan, nak?" tanya pak Kiyai.

"iya, Bi."

"Rencanamu apa, nak setelah lulus?" tanya pak kiyai.

"Nazneen berencana untuk memenuhi wasiat Ibu Bi, Nazneen akan kuliah," balasnya.

"Baiklah, nak Abi tidak akan melarang apa yang ingin kamu lakukan. Selama itu baik menurutmu, Abi akan dukung. Apalagi ibumu yang menyuruhnya," jawab pak Kiyai.

"Abi setuju dengan rencana Nazneen?"

" Iya, Abi setuju. Ibumu pernah bilang kepada Abi dan Umi sebelum meninggal. Bahwa ibumu menginginkanmu menjadi orang yang sukses. Serta semua warisan ibu mu, akan Abi berikan kepadamu setelah lulus nanti."

Cintai Aku GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang