Part 1

257 95 47
                                    

       Suara tangis memenuhi seluruh ruang yang terang itu. Di bawah gemerlapnya lampu, beberapa makhluk tersedu-sedu menahan haru. Ada yang tersenyum begitu tulus, senyum yang menggambarkan kebahagiaan dan kelegaan. Sebuah pengungkapan syukur atas harapan yang akhirnya menjadi kenyataan. Meski dengan napas tersenggal dan perasaan sakit di bagian bawah tubuhnya. Makhluk itu mencoba membelai makhluk mungil di sampingnya.

      Makhluk mungil itu terus menangis tanpa henti, dia belum bisa memahami apa yang sebenarnya tengah terjadi padanya. Dia tidak tahu harus melakukan apa, kecuali menangis dengan sekencangnya. Matanya kabur melihat sekitar. Namun, dari penglihatannya samar tergambar sosok-sosok yang begitu besar. Dia merasa takut, merasa bingung. Dia ingin sebuah ketenangan. Beberapa hari yang telah lalu dia masih bisa menikmati berbagai benda cair yang menenggelamkan dirinya, kini entah di mana cairan itu. Dia bertanya-tanya dalam dirinya terkait apa yang telah dilakukannya. Salahkah nalurinya? Salahkan gerakan mendorong yang dia lakukan beberapa saat sebelumnya? Apakah seharusnya dia diam saja? Tapi, naluri itu membawanya untuk terus bergerak mendorong hingga akhirnya dia sampai di sini. Di tempat baru yang masih begitu asing.

       Sesosok makhluk yang paling jangkung dan dengan warna tubuh lebih hitam daripada makhluk yang tengah menyentuhnya itu memandangnya dengan begitu dalam. Ada air yang menggenang dalam matanya, seakan siap untuk jatuh kapan saja. Hingga gerakan tangannya yang terlihat begitu kuat itu menghilangkannya. Dia tidak menyentuh tubuh makhluk mungil itu kecuali baru satu kali, dia hanya menempelkan bibir yang dimilikinya dengan warna yang cukup gelap itu pada bagian wajah si makhluk mungil. Hangat, yang makhluk itu rasa ketika bibir itu melekat dalam pipinya. Sayangnya, belum puas makhluk itu mempelajari apa maksudnya, makhluk jangkung itu kembali menjauhinya, kembali sebatas memandang dengan penuh makna.

       Sampai saat itu, yang dilakukan makhluk mungil itu hanya menerka-nerka. Hanya mencoba belajar dari sekitarnya yang masih nampak begitu samar. Entah sudah berapa menit atau berapa jam dia hadir ke dunia baru, dunia yang sangat jauh berbeda dengan dunianya yang sebelumnya. Di dunia barunya ini nampak begitu terang, begitu luas, dan ada wana-warna yang dia belum tahu apa, ada benda-benda yang dia belum tahu kegunaannya. Pada ruangan yang tertutup itu, semilir angin menerpa wajahnya, lembut. Namun, lama kelamaan membuatnya merasakan dingin, meski yang sebenarnya dia masih belum tahu, apa itu dingin. Yang dia tahu udara itu tidak menyenangkan untuknya. Udara itu tidak membuatnya merasa nyaman dan merasa betah untuk bertahan lama-lama di dunia barunya. Udara itu membuatnya lupa pasal tubuhnya yang telah terbalut rupa-rupa hingga ada hangat yang menyelimutinya.

       Sembari mengamati tangis itu tetap menyelimuti, dia belum tahu caranya berhenti. Dia masih mencari caranya, caranya untuk bisa menikmati dunia baru yang masih begitu asingnya ini. Sampai tiba-tiba tetes manis yang dimasukkan ke dalam mulut mungilnya itu memaksa mulutnya menutup. Dia tidak ingin benda yang ukurannya tak terlalu besar itu masuk ke dalam mulutnya. Namun, nalurinya memaksa untuk terus menghisapnya. Dia tidak tahu mengapa, tapi air itu begitu nikmat untuk ditinggal pergi. Lagi dan lagi hingga akhirnya dia menemukan cara berhenti. Ya, meminum air itu adalah salah satu cara yang dia rasa dapat memberinya ketenangan, bisa memberinya kenikmatan, bisa membuatnya menghentikan tangisan. Nalurinya terus bekerja, sampai tiba-tiba sesuatu dalam tubuhnya yang makhluk lain sebut sebagai perut, rasanya penuh terisi. Entah bagaimana jalannya, rasa yang manis dan begitu nikmat itu, seakan mulai hambar dan tak enak lagi. Dia ingin berhenti meminum itu. Namun, tangis itu seakan ingin muncul lagi.

       Makhluk yang sedari tadi memberi makhluk mungil itu makan menggoyang-goyangkan tubuhnya dengan perlahan. Nyaman, makhluk mungil itu akhirnya menemukan rasa baru. Meski belum sepenuhnya paham karena ini baru pengalaman pertamanya dan belum ada yang memberikan penjelasan padanya dengan lebih mendalam. Tangisnya pun berhenti hingga matanya memilih terpejam. Dia masuk ke dalam kegelapan mimpinya. Kosong, masih belum ada apa-apa di sana. Belum ada cerita ataupun perjalanan hidup yang dapat mengganggu tidurnya.

Bersambung ...

NISRINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang