Part 10

109 58 37
                                    

       “Aku mengerti.” Perempuan itu melemparkan senyum termanis yang bisa dia lakukan saat itu sembari menggenggam tangan laki-laki itu yang tengah menggenggam tangan kanannya. Mereka berdua saling pandang, beruasaha saling menguatkan dan meyakinkan. Mereka ingin menegaskan bahwa selama mereka akan bersama-sama. Bersama untuk menjalani kehidupan di dunia ini dan melewati segala rintangannya.

       Mereka berpikir bahwa mereka akan bersama untuk selamanya dan tentu tidak akan penah meninggalkan buah cintanya. Mereka akan membesarkannya sebaik yang mereka bisa. Meski pada akhirnya mungkin tidak akan berjalan sebagaimana yang mereka inginkan, atau mungkin sesuai. Namun, mereka tidak bisa melihatnya. Semua itu masih menjadi tanya, namun yang mereka harapkan adalah bahwa semuanya akan berjalan sebagaimana yang mereka inginkan.

       Tidak sadar mereka berada terlalu lama di luar ruangan, mereka tidak sadar tengah berada di mana, di tempat yang seperti sebuah tempat keramat untuk mereka datangi. Penggemar dan penikmat karya mereka, pembenci sampai teman mereka dimungkinkan akan segera tahu akan kabar ini. Sebuah hal menarik untuk diperbincangkan ketika keluarga mereka bisa dalam waktu dekat ini selalu mengunjungi rumah sakit. Untuk hal sebelumnya di mana perempuan itu melahirkan di sana tentunya hal yang bisa di maklumi meski utnuk beberapa orang yang iri tetap saja akan menyinyiri. Dari luar pengawasan mereka sebuah lensa kamera tengah difokuskan pada dua orang itu. Dengan sekali tekan kamera itu telah menangkap berbagai pose yang dilakukan oleh dua orang itu. Sebelum dua orang itu sadar, manusia dengan pakaian normal namun dengan bagian wajah tertutup masker dan kaca mata hitam. Dengan kecepatan seperti angin, orang itu telah hilang dari pandangan.

       “Ayo, kita temui dia. Jangan tampakkan wajah yang kusut seperti baju yang belum disetrika seperti itu di hadapan putrimu. Nanti, kesayanganku itu tidak bisa tersenyum karena selalu diajari cara melipat wajah seperti itu oleh ibunya.” Laki-laki itu melempar senyum penuh ledeknya dan menarik  perempuan itu memasuki ruangan di mana anaknya berbaring lesu sembari melihat sekeliling yang sudah tergambar dengan jelas di dalam otaknya. Sungguh, bukan sebuah pemandangan yang akan menarik perhatiannya. Dulu, ini memang membuatnya banyak bertanya, terkait apa nama dan kegunaannya. Namun, dia sudah tahu meski sedikit dia bosan ada di ruangan itu, terkurung, sepi, dan tidak ada yang baru. Dia rindu bisa di rumahnya bersama berbagai benda aneh yang diberikan kepadanya. Dan, lagi di sana ada dua makhluk yang selalu sedia berada di dekatnya. Sekarang, di mana kedua makhluk itu, anak itu bertanya-tanya. Tidak terima ditinggal seorang diri di sana.

       “Ina.” Laki-laki itu memanggil putrinya dengan lembut dan senyum yang merekah. Sedang yang dipanggil hanya menoleh saja tanpa memberikan ekspresi apa pun.

       “Sayangnya Bunda kok diem aja.” Kali ini perempuan itu sudah bisa tersenyum begitu manis seperti ketika berada di dalam rumah, tidak sedari ketika anak itu membuka mata.

       “Ina kenapa? Rindu rumah-kah? Bukankah kami adalah rumah?” Anak itu memandang bingung ke arah laki-laki itu, tidak mengerti apa yang sebenarnya orang itu katakan. Rumah? Rumah itu yang mana? Tempatnya selama ini menetap bersama mereka di dunia ini kah? Lalu apa itu mereka adalah rumah?

       “Kamu ini, dia belum bisa mngerti apa yang kamu katakan. Kamu ajak bicara dia pakai bahasa biasa pun masih belum di jawabnya. Ada-ada saja.” Perempuan itu protes sembari melemparkan tawa yang sedikit ditahan.

       “Dia ini kan istimewa, lagi pula di usianya ini dia akan mengingat banyak hal dengan lebih mudah. Apa pun yang dia lihat, apa yang dia dengar, apa yang dia rasakan semuanya akan tererkam secara permanen dalam otaknya.” Laki-laki itu mendekatkan diri pada anaknya. “Di sini.” Dia menunjuk tepat pada kepala anaknya.

       “Kamu …” Perempuan itu ingin menyela.

       “Kamu harus percaya, itulah faktanya. Em, aku juga belum membuktikannya. Namun, aku harus mulai mencoba di mana letak dia benar-benar berbeda. Dokter itu, temanku. Orang yang kutemui tadi menyarankan untuk mengamati, aku akan melakukan itu. Bukankah tadi kita sudah membahas sesuatu seputar ini? Lagi, aku ingin dikenang dia sebagai orang yang bisa selalu menjadi tempatnya kembali. Seseorang yang akan bisa selalu menemaninya. Aku rumah, kamu rumah, kita adalah rumah. Kita tidak butuh bangunan secara fisik karena  kitalah rumah itu, kitalah ruang itu. Aku ingin ada aku yang selalu terekam jelas dalam ingatannya. Aku menyayangimu sayang, sangat.” Sebuah kecupan hangat penuh cinta mendarat di atas kening anak itu.

       Perempuan di seberangnya tersenyum haru, merasa tidak seperti biasanya orang itu selalu mengatakan hal-hal yang begitu bisa menyentuh hatinya. Laki-laki itu sudah lama ini selalu berkutat dengan pekerjaannya di penerbitan dan bukannya sibuk lagi mengeluarkan kata-kata manis untuk meluluhkan hatinya. Ya, dia berbeda, aneh. Mungkin, juga bisa disebut istimewa. Maka, hari ini buah hati mereka lahir dengan keistimewaan pun  salah satunya karena laki-laki itu.

Bersambung ...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 31, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NISRINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang