Part 9

76 57 16
                                    

       Laki-laki yang baru saja mendapat kabar baik terkait anaknya itu pun menermui anak dan istrinya yang tengah berbincang-bincang ringan dengan dua bahasa yang berbeda.

       “Hai, Sayang.” Laki-laki itu membelai lembut kepala anak kecil yang tengah mengamati raut wajah orang yang mengaku ayahnya itu semenjak orang itu membuka pintu.

       “Bagaimana? Apakah dia baik-baik saja?” Perempuan yang menemani anak itu lantas memotong taksabar hendak mendengar apa yang telah suaminya dengar dari dokter yang menangani anak mereka. Dia heran mengapa wajah laki-laki itu bisa sebegitu sumringahnya. Namun, dalam kedalaman tertentu juga seperti masih ada khawatir yang diam-diam mengendap, seperti ada rahasia, atau mungkin tanda tanya yang memenuhi relung jiwanya di kesunyian yang dia tidak bisa menjangkaunya.

       “Ya, dia baik. Kamu tenang saja."

       “Sebentar ya, Sayang.” Perempuan itu mengecup kening putrinya dan menarik tangan laki-laki itu pergi keluar ruangan bersamanya.

       “Apa maksudmu dia baik-baik saja!” Perempuan itu untuk pertama kalinya berani meninggikan suara di hadapan orang yang begitu dicintainya itu. Bukan maksudnya menginginkkan hal buruk terjadi pada putrinya, dia hanya tengah mencari tahu fakta yang sebenarnya. Fakta bahwa laki-laki itu memang mengatakan kebenaran dan bukannya hanya tengah menghiburnya saja, atau tengah tidak ingin mengatakan hal-hal buruk di hadapan anaknya.

       “Kamu tidak perlu berlebihan begitu, aku sudah menjawab dengan jujur. Dokter itu mengatakan bahwa dia akan baik-baik saja. Luka karena jatuh itu tidak akan membahayakannya. Hanya memang  ada sesuatu yang merupakan faktor genetik yang harus kita perhatikan terus menerus untuk ke depannya. Selebihnya tidak akan terjadi apa-apa, semuanya akan baik-baik saja. Dan, ya, tidak perlu cemas dengan faktor genetik itu, ini merupakan hal menarik yang perlu kita pelajari dan terus kita amati sisanya tidak akan ada sat hal pun yang akan aneh dengannya, kamu bisa percaya aku. Kita bisa sama-sama merawat dan menjaganya.” Laki-laki itu memegang tangan perempuan dengan wajah lesu di hadapannya, laki-laki itu menatap dengan penuh penekanan berusaha sebaik mungkin untuk bisa membuat orang di depannya itu percaya dan mengerti.

       “Aku tidak pernah sekalipun berbohong kepadamu, kamu tahu itu. Dia akan baik-baik saja, aku akan berusaha menjadi ayah yang baik pun kamu akan menjadi ibu yang baik untuknya. Aku tahu kamu panik karena kamu tidak ingin melewatkan sesuatu pun tentangnya aku tahu kamu ingin tahu segalanya. Sungguh, aku tidak menyembunyikan apa pun darimu. Kamu pun tahu itu. Bukankah selama ini aku selalu mengungkapkan semuanya padamu. Berhenti memandangku seolah-olah aku menyembunyikan sesuatu. Seperti biasnya, tolong percaya padaku.” Laki-laki itu semakin mempererat genggamannya, dia ingin memberikan penekanan semakin dalam.

       Perempuan itu mencoba mencerna setiap yang dikatakan oleh laki-laki itu, dia mencoba percaya dan mengiyakan. Dia tersenyum tipis sembari menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya perlahan. Perempuan itu menatap lamat-lamat netra laki-laki itu, dia mencoba meyakinkan diri bahwa tidak ada lagi yang tersembunyi di sebaliknya. Sebenarnya, dia selama ini selalu percaya pada laki-laki itu dan laki-laki itu pun tidak pernah sekalipun membuat ingkar atau membuatnya menyesal telah percaya. Namun, kali ini adalah pasal hal yang berbeda, kali ini pasal seorang anak kecil yang baru saja hadir di tengah-tengah mereka. Dia tidak ingin mudah menaruh percaya, dia ingin semua tentang anaknya adalah sempurna. Kesempurnaan dan kesempuranaan yang detail pencapaiannya telah bersemayam cantik dalam setiap tulisaannya di buk perencanaan miliknya. Pasal jadi seperti apa nantinya itu masih sesuatu yang terus diusahakan.

       “Aku hanya ingin menjadi orang tua yang baik untuknya. Aku mengerti itu pun harapanmu. Kamu paham akan segala rencana yang telah aku siapkan untuk anak itu. Aku pun tahu tidak akan membiarkan itu semua tergeletak begitu saja. Aku tahu seperti biasa kamu pun akan membantuku mewujudkan semua impian-impianku.” Perempuan itu menatap lawan bicaranya dengan penuh harap.

       “Iya, aku tahu semua yang kamu tulis, aku akan membantumu. Bukankah aku tidak pernah sekalipun melewatkan apa pun itu jika tentangmu. Anak itu adalah bagian dari kita, dia pun segalanya bagi kita. Sekali lagi, kukatan percaya padaku, dia akan baik-baik saja. Dan, semua harapanmu padanya akan kita usahakan bersama-sama. Ah, ya, tapi kamu perlu tahu bahwa menjadikannya bebas juga mungkin merupakan satu hal atau bahkan satu-satunya hal yang bisa membuatnya bahagia. Jika kebebasan itu merupakan jalan bahagianya, kamu maukan melepasnya? Membiarkannya menjadi apa pun yang diinginkannya? Meski ya, aku tahu membahas pasal ini sekarang mungkin masih terlalu cepat. Namun, kurasa ini perlu kamu mengerti sebelum dia bertumbuh dan prinsip kita pasal ini belum menyatu.”

Bersambung ...

NISRINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang