Part 8

73 57 14
                                    

       “Ah, saya tahu tidak seharusnya saya berkata terlalu santai, tetapi berbelik dengan Anda. Berhubung saya sedang tidak ada jadwal pemeriksaan setelah ini, saya ingin bercakap-cakap ringan dengan Anda. Jangan salah sangka terlebih dahulu, saya tahu Anda cukup panik dan tengah tidak baik-baik saja karena begitu mengkhwatirkan putri Anda hingga akhirnya Anda untuk pertama kalinya setelah sekian lama akhirnya kembali menginjakkan kaki di rumah sakit ini. Bukankah ini suatu moment yang langka? Terakhir kali Anda datang pun karena istri Anda perlu melahirkan. Apakah Anda benar-benar tidak menyukai rumah sakit, atau mungkin tengah memegang sebuah prinsip yang dititpkan pada Anda?”

       “Dok!” Pria itu sudah mulai geram dengan kelakuan si pemilik ruangan.

       “Ayolah, kita ini teman, mengapa jadi seformal ini. Iya, saya tahu ini masih jadwalnya bekerja dan saat ini pun saya tengah berada di tempat kerja. Baiklah-baiklah kalau tidak ingin mendengar celoteh panjangku lagi. Pertama, benar putrimu baik-baik saja. Ah, ya, saya izin memanggil tuan dengan sebuatan Anda, bolehkan?”

       “Reza, ini bukan saatnya, tolonglah.” Pria itu kini benar-benar sudah memendam berbagai rasa yang siap meledak kapan saja, dia geram dengan si pemilik ruangan yang merupakan salah satu dari temannya. Reza dalam pandangan si laki-laki yang putrina tengah di rawat ini memang selalu nampak jahil dan usil. Dia benar-benar tidak bisa melihat pun membaca dengan baik situasi dan kondisi – meski sebenarnya ini hanya pandangannya saja, yang sebenarnya Reza merupakan orang yang benar-benar paham akan situasi dan kondisi kala tidak dia tidak mungkin saat ini tengah menjadi dokter yang menangani seorang pasien yang merupakan anak dari orang yang begitu terkenal ini.

       “Putrimu, siapa namanya? Ah, ya, Nisrina. Dia baik-baik saja. Kamu tenanglah, bahkan putrimu pun akan menjadi gadis yang begitu penuh ketenangan sebelumnya. Aku tidak bisa menggambarkan secara luas jika hanya diberi waktu beberapa menit ini. Dan, hanya diberi kesempatan untuk mengatakan intinya saja kepadamu karena aku tahu kamu bukan orang yang akan suka berlama-lama mendengarkan celotehku. Nisrina, putrimu itu tidak mengalami masalah apa pun karena jatuh itu. Terlepas dia tidak sadarkan diri dalam waktu yang cukup mengkhawatirkan jika menengok berapa usianya. Namun, bukan itu fokus utamnaya, itu bisa membaik dalam beberapa waktu dekat ini. Dan, yang kumiliki untuk kamu ketahui adalah bahwa dia akan menjadi gadis yang luar biasa.

       “Kau lihat bagaimana bentuk otaknya?” Pemilik ruangan itu menunjukkan sebuah lembaran hasil X-rei. Ditunjukkannya bagaimana bentuk indah dari otak Nisrina, bentuk yang manis dalam sudut pandangnya.

       “Kamu harus lihat, dia akan tumbuh jadi gadis yang luar biasa, kamu tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya, dia mungkin akan menginginkan untuk bisa menjelajah jauh. Terlepas menjelajar dalam artian fisik atau sekadar dengan melalui sesuatu yang bisa mewakilinya. Aku tidak bisa menebak lebih ajuh. Namun, jika kamu bersedia mengamati. Ah, maaf, kamu kan memang orang yang selalu pandai mengamati. Amati bagaimana dia tumbuh, kamu akan menemukan keistimewaanya. Oh ya, mungkin kamu perlu mengajaknya bicara, mungkin kamu akan menemukan sesuatu dalam keahliannya di bidang itu. Entahlah, aku tertarik dengan perkembangannya. Kuharap aku bisa mendengar bagaimana dia di masa depan lewat kamu, Teman.” Si pemilik ruangan menimpali pria itu dnegan senyumannya yang begitu tulus dan ramah.

       “Sebenarnya aku tidak paham dengan benar arti dari setiap perkataanmu. Namun, iya aku suka mengamati, dia anak kecil yang sedikit berbeda entah bagaimana nantinya. Jika benar yang kamu ucapkan bahwa dia tidak mengalami suatu masalah pun maka sungguh aku bersyukur. Dan, terima kasih karena telah menanganinya walaupun itu memang salah satu tugasmu. Dan, pasal bagaimana nantinya dia akan tumbuh, kamu bisa hadir ke rumahku mungkin sekali waktu, lagi pula kita sudah lama tidak pernah berbincang. Kamu bisa menemaniku mengamati, meski sebenarnya aku masih belum menemukan sisi mana yang harus aku amati dnegan teliti terkait putriku ini.” Kuduanya berjabat tangan, lalu saling menimpali senyum. Si pemilik ruangan pun mengantar ayah dari pasiennya meninggalkan ruangan.

       Si pemilik ruangan mengamati temannya itu pergi  memasuki sebuah ruanggan di mana anaknya di rawat. Dari sana dia memandang dengan senyum penuh keingintahuan, rasa tertarik yang begitu kuat menyelimuti jiwanya. Entah, nantinya dia akan bisa benar-benar bisa mengamati anak kecil yang menjadi sebab pertemuan mereka kali ini bersama laki-laki tadi atau tidak, yang pasti dia ingin tahu, benar ingin melihat anak itu tumbuh. Baginya ini seperti sebuah penemuan yang sangat berharga, dia belum pernah melihat sesuatu yang semenarik ini. Bahkan, dia tidak melihat itu dalam diri putranya yang telah tumbuh dan bisa berbicara.

Bersambung ...

NISRINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang