"Jumat"

634 116 6
                                    


George menunggu Lucy di depan rumah miliknya sambil membaca koran pagi. George melirik jam tangannya yang ke 7 kali dalam 5 menit ini. Sambil mengetuk-ngetukkan sepatunya ke trotoar, George kembali membaca koran paginya.

Seketika dari ujung mata George melihat bayangan seseorang yang mendekat ke perpustakaan, George mengangkat wajahnya dan menemukan Lucy yang tergesa-gesa sambil melihat jam tangannya.

Senyum George mengembang, "Lucy!!" Sahut George padanya.

Lucy mengangkat wajahnya dan melihat kearah George, senyuman hangat dan lambaian tangan yang biasa didapat George saat ia menyapa Lucy tidak terlihat pagi ini. Wanita itu langsung membuang muka dan berlari ke dalam perpustakaan.

Entah perasaannya saja atau mungkin Lucy tidak mendengar kalau George memanggilnya. Bingung, George berjalan menuju perpustakaan lalu melirik ke dalamnya. Namun ia tidak melihat apa-apa, sambil mendesah ia kembali masuk ke dalam rumahnya. Menyimpan koran paginya di atas meja makan, dan mengambil biola miliknya.

George berjalan menuju jendela tempat ia dan Lucy biasanya bertemu, ia menunggu Lucy muncul. 2 menit.. 5 menit.. tapi Lucy tidak muncul juga. Akhirnya George memainkan biolanya, mungkin saja dia muncul saat aku mulai memainkannya. Batin George.

Dengan semangat ia memainkan biolanya, dengan penuh harap Lucy melihat permainan George. Namun saat ia melirik ke jendela, bukan Lucy yang ada di sana, melainkan Helen.

George berhenti memainkan biolanya, dengan kening berkerut ia bertanya pada Helen, "Hai Helen!" Sapa George, "Tumben kau.. emm.. mana Lucy?"

Helen memalingkan wajahnya ke sebelah, lalu kembali menatap George. "Dia bilang.. dia ingin membereskan meja resepsionis hari ini, biasanya dia paling semangat kalau diminta membersihkan kaca jendela.." jawab Helen, lalu ia mendesah. "Apa kalian bertengkar?"

George menggeleng. "Tidak.. apa ada yang salah dengannya?"  tanya George.

Helen mengangkat bahu. "Kemarin dia menanyakan sesuatu.. tentang.. apa aku pernah merasa kalau dadaku terasa sakit tiba-tiba.. Tapi saat aku kembali bertanya 'karena apa' dia malah menyuruhku melupakannya." Helen mendesah.

Seketika George merasa khawatir, apa mungkin Lucy terkena penyakit.. jantung? Tapi ia tidak mau memberitahu siapa-siapa? George memegang ujung bajunya, yang sering ia lakukan saat ia merasa gelisah. "Apa aku boleh ke perpustakaan?" tanya George.

"Ah.. tentu kau boleh, tapi saat sudah buka oke? Walaupun kau memaksaku untuk membiarkanmu ke sini, peraturan adalah peraturan!" kata Helen sambil mengangkat jari telunjuknya, bangga akan dirinya yang patuh pada peraturan. "Ngomong-ngomong.. bukankah seharusnya kau latihan hari ini? Untuk pentas besok?"

"Oh.. hari ini hari tenang. Para peserta beristirahat untuk persiapan besok," jawab George. "Baiklah, aku akan kesana saat istirahat makan siang. Sampai jumpa, Helen!" Ia pamit pada Helen yang berekspresi sedih saat George pamit, lalu duduk di sofa dan merebahkan dirinya.

Bayangan wajah Lucy kembali lewat, saat kemarin ia tampak pucat, nada bicaranya yang sinis, dan.. katanya hari ini dia tidak mau kemana-mana.. mungkinkah dia ke dokter?

George bangkit dari rebahannya di sofa, tidak bisa menahan dirinya untuk pergi ke perpustakaan saat itu juga. Namun langkahnya terhenti saat ponselnya berbunyi nyaring di atas meja makan. Keinginan George menuju perpustakaan kembali terhenti, ia mendesah kencang lalu mengangkat panggilan masuk tersebut.

"Halo? maaf.. aku sedang sibuk sekarang, bisa kau telfon lagi nanti?" kata George saat ia sudah mengangkat panggilan masuk dan menempelkannya di telinga.

[✓] I Love You in 10 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang