"Selasa" [2]

709 110 6
                                    


Lucy terbangun dengan kepalanya yang masih terasa sakit karena memikirkan semua kejadian yang terjadi kemarin malam. Dia berjalan ke kamar mandi dengan malas, menggunakan pakaiannya untuk bekerja, dan langsung keluar dari apartemennya saat semua dirasa cukup.

Ia turun dari tangga dengan hati-hati, karena apartemen Jake dekat dengan tangga mungkin saja jika seseorang menginjaknya akan terdengar. Lucy tidak mau melihat wajah Jake untuk saat ini.. hatinya belum siap.

"Lucy!!" Sahut Bibi Em yang membuat jantung Lucy berdegup kencang. Hampir saja Lucy bersiap untuk lari dari tempatnya.

"Pagi Bibi Em, hari yang cerah bukan?" sapa Lucy dengan suara yang pelan, lalu melirik pintu apartemen milik Rosechild bersaudara.

Bibi Em mengangguk tegas, "Lihat.. bunganya mulai mekar!!" kata Bibi Em menunjuk pot-pot bunga yang ada di taman kecil di apartemen.

Saat Lucy hendak melihat pot bunga itu, ia sempat melihat dari arah sampingnya kalau pintu apartemen Jake terbuka. Seketika Lucy langsung kembali berkata pada Bibi Em, "Ah.. Bibi Em, sebaiknya aku pergi duluan. Takutnya aku terlambat."

Bibi Em menatap Lucy dengan heran, "Biasanya kau duduk-duduk dulu di sini?"

Lucy menggaruk kikuk pipinya, "Aku sering terlambat Bibi.. jadi aku harus berangkat lebih pagi sebelum aku dipecat." Lucy memaksakan senyuman, "kalau begitu aku pergi dulu, Bibi Em!" Tepat saat Lucy baru selesai mengatakan itu, Jake keluar dari apartemennya dan langsung menatap Lucy.

Lucy sempat beradu pandang dengan Jake, namun Lucy memalingkan tatapannya dan langsung berjalan-bahkan berlari-menuju tempat pemberhentian bus.

Lucy melirik jam yang terlingkar di tangannya, baru jam 7.20. Dan sialnya, Lucy melihat George yang sedang mengambil koran paginya. Lucy juga tidak ingin bertemu dengan George hari ini, pikirannya benar-benar kacau.

Lucy mempercepat langkahnya, semoga saja George tidak melihatnya. Tapi untuk hari ini, harapannya tidak dikabulkan, George menyahutkan nama Lucy dengan nada yang penuh semangat, Lucy jadi merasa bersalah.

"Hei! Tumben kau datang pagi," kata George sambil berjalan kearah Lucy.

Lucy mencoba bersikap biasa, tapi pipinya terasa panas.. semoga tidak merona. "Oh.. yah.. aku bosan diomeli Helen terus karena terlalu sering telat." Lucy melirik pintu kaca perpustakaan. Semoga saja Helen berdiri di sana, jadi dia bisa langsung pergi kedalam perpustakaan. Tapi lagi-lagi dia tidak beruntung, Helen tidak ada di sana.

"Oh pasti sulit untuk menghentikan Helen kalau dia terus mengomel.." George tertawa. Lucy kembali menatap wajah George, entah kenapa ekspresi George langsung berubah. Pipinya terlihat memerah, dan hal itu juga kembali membuat wajah Lucy terasa panas.

"Ka-Kau akan pergi ke suatu tempat? Bukankah perlombaannya sudah selesai? Kau tidak perlu berlatih ditempat perkumpulan lagi, bukan?"

George seketika mengatupkan mulutnya, seperti teringat sesuatu. "Oh, yah, yah.. aku lupa mengatakan ini padamu kemarin." George berdeham. "Sebenarnya, ada salah satu juri yang mendatangiku kemarin. Dia.. menawariku untuk masuk ke sekolah musik yang ia miliki di Roma."

"Bukankah itu hebat? Lalu kau mengambilnya?" Lucy benar-benar senang mendengar kabar ini. Namun entah kenapa, wajah George tidak terlihat senang.

"Yah.. benar-benar hebat. Tapi, aku belum siap untuk.. melepas sesuatu."

"Melepas? Melepas apa? Bukankah kau benar-benar menyukai musik? Ini kesempatan emas bukan?"

George menggaruk kepalanya. "Kau."

[✓] I Love You in 10 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang