3 - Kesepakatan Pertama

31 7 8
                                    

Akhirnya Jenna mendapatkan metode yang cocok untuk menerapi Salma. Malam itu ia mengirim pesan singkat kepada Aditya. Dan berharap ia menyetujui metode yang akan digunakan untuk menyembuhkan Kakaknya.

Tidak berapa lama kemudian Aditya menelepon Jenna dan mengajaknya keluar.  Jenna pun setuju dan menunggu Aditya menjemputnya di kantor.

"Ada apa mengajak ku keluar larut malam begini?" tanya Jenna ingin tahu.

"Saya hanya memberikan respon cepat atas pesan singkat yang dikirim tadi." Jawab Aditya sambil berkonsentrasi menyetir.

Jenna tersenyum getir mendengar jawaban Aditya.
"Itu bukan jawaban yang ku harapkan" Ujarnya dalam hati.

Tiba-tiba Aditya menepikan mobilnya. Jenna memperhatikan kanan kiri dan sekitarnya dari dalam mobil.

Lalu Aditya berlari keluar mobil menghampiri tukang jagung bakar di seberang jalan tidak jauh dari tempat mobilnya berhenti.

Lima belas menit kemudian Aditya berlari ke mobil sambil memegang jagung bakar di kedua tangannya.

"Ini jagung bakar terenak, makanlah!" Aditya menyodorkan jagung kepada Jenna.

"Jam berapa ini?" Tanya Jenna sambil melihat jam tangannya.

"Baiklah tidak apa-apa." Ujar Jenna, ia terpaksa mengarahkan jagung itu ke mulutnya.

Aditya memandangi Jenna yang sedang merasakan sensasi makan jagung bakar. Ia tertawa kecil karena melihat Jenna seperti perempuan yang malu-malu kucing.

 "Kenapa memandangi ku seperti itu?" Jenna merasa tidak nyaman dipandangi oleh seorang laki-laki.

"Tahu anak kecil, kan ?" Ujar Aditya, dengan nada meledek.

"Anak kecil yang tidak percaya dengan makan enak, ketika ditawari, tapi belum dicoba ia pasti akan menolak makanan itu. Tapi ketika ia sudah tahu rasanya, ia akan menikmati jagung itu atau menolak karena memang tidak sesuai dengan seleranya." Kata Aditya dengan logat yang tegas.

Dengan muka malas Jenna memakan jagung bakar itu. Ketika gigitan pertama wajahnya langsung berubah. "Apa ini?" ujarnya dengan suara senang. Dan Jenna pun menghabiskan makanannya itu.

"Saya sangat menghargai pemberian seseorang. Sudah saya habiskan ini. Terima kasih ya!" ucap Jenna sambil mencari-cari tisu.

Aditya memberikan sekotak tisu kepada Jenna. Ia tertawa karena sikap Jenna yang malu-malu tapi mau itu. 

"Jadi kapan di mulainya Ibu Psikolog?" tanya Aditya.

"Saya bisa lakukan lusa." Jenna menjawab singkat.

"Jadi bisa dilakukan tanpa menulis dan memegang pulpen, kan?" Aditya bertanya.

"Pulpen akan tetap ada. Tapi tidak sekarang." Ujar Jenna.

Aditya mengangguk-angguk setuju.

"Saya punya permintaan. Boleh?" Ujar Aditya.

"Apa?" Balas Jenna.

"Bisakah terapi dilakukan di tempat kami?" tanya Aditya bersuara lirih.

"Kenapa harus di tempat kalian?" tanya Jenna.

"Karena, saya tidak bisa terus menerus ada di kota ini." Ujar Aditya. 

"ah, I see." Jenna meresponnya dengan singkat

"Saya tidak akan menelantarkan orang lain begitu saja. Ada supir keluarga untuk mengantar jemput setiap ada sesi terapi." Ujar Aditya. Ia meyakinkan Jenna agar permintaanya disetujui.

Jenna menghela napas. Ia berpikir sejenak dan mempertimbangkan permintaan Aditya.

"Dan, yang kami siapkan tentu melebihi tarif yang telah ditentukan." Tambah Aditya.

BAD SOULMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang