Sunshine

622 22 12
                                    

Sial umpatku dalam hati. "Boleh aku angkat telfon ini dulu ? Ini sepertinya penting karena dari rekan kerjaku. Sebentar ya." Katanya cepat. Lalu tanpa persetujuanku dia pergi menjauh ke tempat yang sekiranya tidak berisik.

"Oh.. okey." Balasku telat. Wajahku memanas. Handphone. Iya, handphone. Sial dia malah mengeluarkan benda sialan itu. sial batinku.

Aku melihatnya dari kejauhan. Sedang menikmati pemandangan indahku. Pria yang sedang kulihat adalah pria yang berumur 28 tahun, tinggi, berhidung mancung, tubuh yang ramping. Dominan Asia dan sedikit Prancis. Singkat kata dia menawan. Dan dia tunanganku ucapku dalam hati menyombong.

Dia masih berbicara dengan seseorang di telfonnya. Tunanganku ini memang gila kerja, gila terhadap apapun yang sekiranya membuat dia penasaran. Dan aku tergila-gila padanya.

Pesanan kami akhirnya datang. Dia memang tahu sekali diriku. Dari makanan kesukaan, film, musik, hingga tahu gerak gerikku. Misalnya, waktu itu aku sedang merasa capek soal pekerjaan. Tentu aku tidak mengeluh padanya soal itu. tapi hebatnya dia bisa menenangkanku tanpa diminta. Awalnya aku kira dia bisa membaca pikiranku. Lalu dengan santainya dia menjawab kalau dia memang bisa membaca pikiranku. Aku hanya nyegir waktu itu. Dia bercanda.

Aku wanita yang kaku, hanya berbicara pada sedikit orang, tidak banyak olahraga. Lalu dia memilihku. Suatu keajaiban pikirku.

Yah... Walaupun aku seperti dijatuhi ribuan batu barusan, tidak membuatku berhenti mengaguminya. Apa lagi dari jauh seperti ini. Iya, dari dulu aku memang begini. Tidak bisa lepas darinya. Cepatlah kembali ucapku dalam hati.

Dan Viola ! Dia seperti membaca telepatiku. Dia kembali menghampiriku sambil tak lepas melekatkan senyuman lebarnya.

" ah sampai dimana tadi ? " tanyanya. Aku jadi khawatir. Dia terlalu bahagia sekarang. Ada apa ?

" ohya, tentang masa depan. Pas sekali, rekan kerjaku barusan mengabari aku dengan kabar yang sangat sangat mengembirakan. Ingat project yang aku ceritakan minggu kemarin ? " tanyanya bersemangat menjawab pertanyaan tersiratku. Pekerjaan rupanya. Aku mengganguk sambil terkedip.

" perusahaan jepang yang aku targetkan akhirnya menerima tawaranku. Ini akan menjadi bisnis yang lebih besar lagi. Dan karena kita akan bekerja sama, aku akan kesana selama beberapa minggu untuk melakukan survey." Jelasnya. Tunggu..

" jadi, kamu akan ke jepang ? " tanyaku terburu-buru. " kapan ? "

" 4 hari lagi "

" berapa lama ?"

"Hanya beberapa minggu, Terresa."

" berapa lama tepatnya ? " ucapku cepat.

" mungkin 2 sampai 3 minggu " balasnya sambil mengangkat bahu.

Sekitar 10 menit yang lalu aku mengharapkan cincin. Lalu yang aku dapat malah Dylan pergi keluar negeri untuk waktu yang lumayan lama. Double sial umpatku terus menerus.

" makanlah, Terresa. Aku ada meeting 30 menit lagi. " ucapnya pelan. Aku mengangguk tanda mengerti.

"Pekerjaan yang menbosankan kan ?" Tanyaku datar.

"Ya, sangat" ucapnya kecut.

"Hmm.. Terresa"

"Ya ?" Jawabku sambil menatapnya. Memasang wajah se normal mungkin. Aku tak mau mengacaukan waktu makan ini.

"Aku akan sangat merindukan kamu nanti." Suaranya lirih. Seperti bisikan tajam. Menusuk. Tepat dihatiku.

"Aku juga, Dylan"

***

Gareka Publishing...

Cerita ini sebetulnya bagus, tapi kenapa aku merasa masih ada sesuatu yang kurang ya. Aku menatap naskah dilaptopku. Penulis ini berbakat. Di usia muda sudah banyak membuat buku. Mungkin disini bisa ditambah sesuatu. Aku membaca ulang. Menambah lagi. Membaca ulang. Lalu memeriksa naskah yang lain.

Sebetulnya aku ingin menjadi penulis. Punya buku sendiri, menulis cerita berdasarkan sesuatu yang aku alami. Lalu aku mencoba melamar pekerjaan waktu itu karena tuntutan ibuku. Dan menjadi seorang editor tidak buruk. Dan ternyata aku menyukainya.

Lalu aku mendengar handphoneku berdering. Ini Reva !

"Halo Reva.. Lama ga telfon kakak. Kamu lagi pulang ke indo ? Udah dirumah ibu ? Dari kapan ?" Tanyaku semangat.

"Iya nih. Kakak pulang makanya. Aku pulang cuma sebentar karena liburnya cuma 5 hari. Setelah itu udah harus kuliah lagi deh" jelasnya. Suara adikku riang seperti biasa. Tidak sabar untuk pulang.

" okey, lusa kakak pulang. Karena masih banyak pekerjaan jadi enggak bisa pulang cepat. Iya. Okey. Bye. " akupun menutup telfinnya.

Aku jadi senyum senyum sendiri. Sudah lama tidak melihat Reva yang menggemaskan itu pulang. Walaupun kami jauh dan sudah sama sama dewasa. Tetap saja kalau sudah bertemu, riuhnya anak kecilpun kalah. Begitulah. Aku dan adikku. Sangat dekat. Begitu muda rasanya jika kita bertemu. Percayalah. Tidak ada rahasia diantara kami.

Sudah waktunya pulang. Aku pun bangkit dari kursi kerjaku yang nyaman. Menyapa beberapa editor lain yang sepertinya lembur. Melenggang menuju lift untuk turun ke lantai dasar. Aku mengagumi sudut pandang jakarta dari dalam lift ini. Jakarta pada saat malam. Dengan banyak lampu gemerlap tapi menyimpan sesuatu yang gelap.

Suara denting berbunyi tanda aku sudah berada di lantai dasar. Baru beberapa langkah aku berjalan keluar dari lift. Dylan ! Pekikku dalam hati. Seketika itu juga dia melihat kearahku. Dia tersenyum lalu melambai kecil kearahku.

"Kejutan ! Ayo nona, aku akan mengantarkan kamu kesuatu tempat" katanya riang

Aku berkedip. Dylan memang sering memberiku kejutan kecil seperti ini.

"Akan kemana kita ?" Tanyaku tak kalah riang.

"Kesuatu tempat yang belum pernah kamu pijak" katanya sambil tersenyum.

My Lovely SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang