Dandelion

379 17 2
                                    

Dua hari kemudian.....

Bandara Soekarno-Hatta

karena kita hari ini berangkat cepat dari rumah untuk mengantisipasi kemacetan yang bisa membuat Dylan terlambat, alhasil kami sama sama menunggu disalah satu cafe setelah memesan beberapa menu.

"Apakah selama disana kamu akan menyempatkan waktu untuk bermain Skype denganku?" Tanyaku tanpa basa basi.

"Terresa, jika aku sempat maka aku akan segera menghubungimu dengan segala cara" katanya sambil tersenyum. Senyumnya menular hingga aku ikut tersenyum juga. Setidaknya aku menjadi sedikit lebih tenang.

lalu kami sama sama terdiam untuk beberapa saat. larut dalam pikiran masing masing. hanya suara musik di cafe ini lah yang mengisi pikiran kami untuk beberapa saat. warna hijau lumut yang mendominasi, beberapa lukisan tergantung dan diantaranya terlihat rumit, tapi menenangkan. aku hanya melihat isi dari cangkirku sambil memutar mutar benda itu.

"Hei, aku tak suka kamu terlihat seperti itu saat aku mau pergi jauh." Katanya sambil duduk disampingku. Dia merangkulku.
"Aku akan baik baik saja dan kita baik baik saja" katanya lagi. Kali ini sambil mengecup keningku.
Jangan menangis
"Apakah aku tidak bisa ikut saja denganmu?" Tanyaku penuh harap.

"Terresa, kau punya pekerjaan yang harus dikerjakan. Begitu pula aku. Tolong jangan begini Terresa." Katanya memelas.

"Hanya beberapa minggu, Terresa. setelah aku pulang dari jepang kita akan bersenang-senang. Kau yang memilih tempatnya. Kemanapun tempat yang kau tunjuk. Aku akan membawamu kesana. Aku janji." Lanjutnya.

Aku tidak menjawab. hanya bersandar dipundaknya. Dylan benar. Batinku. Hanya beberapa minggu. Setelah itu akan bersenang senang. Aku memikirkan beberapa kegiatan selain bekerja agar waktu berjalan cepat. Aku merasakan tangannya berada dirambutku. Sentuhannya pelan. Sangat pelan. Lalu dia mengecup keningku sekali lagi. Dan sentuhan tadi tiba-tiba hilang.
"Sudah waktunya, Terresa"

"Tolong, beri aku waktu sedikit lagi"

"Hei, kau tak mau aku ketinggalan pesawatku kan ?" Katanya sambil bercanda. Dia bangkit. Menarikku juga. Tanda mengajak. Dylan terus berbicara padaku, tentang apapun
Aku mendengarkan, tetapi sedikit. Aku lebih fokus memandang wajahnya. Memegang tangannya. Menikmati saat ini. Begitu dekat.

Lalu kita sampai dipintu yang akan memisahkan kita.

"Tidakkah seharusnya kita membeli makanan. Atau sesuatu ?" Tanyaku ragu.

"Tidak Terresa, jika tujuanmu untuk mengulur waktu. Aku akan menghubungimu jika sempat. Hati hati selama menyetir. Aku tak mau kau lecet sedikitpun saat aku diluar negeri" katanya. Mukanya melembut. Memelukku. Jangan menangis. Jangan menangis.
Dia mengusap pipiku. Ada air mata disana. "Aku pergi ya"
Dia melepaskan genggamannya. Oh, tuhan. Kuatkan aku. Aku mencoba tersenyum. Memberikan lambaian seadanya. Melihat dia berjalan semakin menjauhiku. Sesuatu seperti jarum menusuk nusuk di dadaku. Kakiku lemas.
Dia melihatku sebentar sebelum betul betul menghilang. Aku mencoba tersenyum lagi. Dan dia tersenyum juga padaku. Lalu dia menghilang.

***

Tbc.....
Sudah part 4. Yeay ! Mungkin untuk part 4 ini lebih sedikit. Karena memang cuma nyeritain tentang Dylan yang mau pergi jauh. Semoga suka yaaaa. Terimakasih yang mau baca cerita yang ga seberapa ini ^^

My Lovely SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang