Dylan katanya
semoga aku salah dengar
Aku masih mematung ketika seseorang yang baru saja membuatku jatuh terjerembab ini keluar di lantai yang sama denganku. beruntung aku segera berteriak untuk membukakan pintu lift kembali ketika hampir tertutup
"Sejujurnya aku tidak mengharapkan perkenalan yang seperti ini pada tetangga baru." Kilatan giginya yang putih dan rapi tanpa cela seakan menambahkan nilai tersendiri untukku.
Dan ini pertama kalinya aku memperhatikan warna matanya yang berwarna hijau gelap
"oh.. ya. aku juga." jawabku dengan nada tinggi yang tidak aku harapkan. lengkap sudah penderitaanku sebagai wanita yang sedang tersakiti. baru saja bertemu dengan pria yang tenyata mempunyai nama sama dengan mantan tunangan paling brengsek dalam hidupmu. baru saja aku tertinggal untuk keluar lift, sekarang otakku yang membeku karena sekeras apapun aku mencoba untuk mengembalikan pikiranku pada pria yang ada di sampingku ini. aku malah melihat wajah dylan di depan wajahku
Tunggu..
"maaf, tadi kau bilang apa?" tanyaku terburu-buru. karena memang aku tidak terlalu mendengarkan apa yang dikatakan pria ini sebelumnya
"aku tinggal di kamar 107. kau bisa mampir kalau kau mau." dan langkah kami sama-sama terhenti saat itu juga.
Terlalu banyak menghembuskan nafas kali ini
"Well.. baiklah. kamarku di seberang kamarmu."
"kau bisa mampir jika ingin." kataku cepat dan mengucapkan selamat malam pada pria aneh di depan ku itu.
aku berbohong. dia tidak aneh. sama sekali tidak aneh
tanpa menunggu balasan aku membuka pintu kamarku dan menutupnya tanpa menoleh kebelakang.
***
"anakku sayang. pulanglah, ibu rindu."
"Terresa. sudah satu bulan kamu tidak pulang kerumah."
"kau ada di apartemen ? ibu akan kesana jika kau terlalu sibuk"
Pandanganku larut kedalam langit cerah yang terbentang di hadapanku. Dengan segelas teh ditangan, aku menyesap teh itu secara perlahan. Memikirkan bagaimana keadaan ibu dirumah semakin membuat dadaku sakit. Tentu saja aku tidak tega menceritakan semua yang terjadi padaku belum lama ini padanya. Dilema antara ingin dan tidak ingin pulang menerpa. Aku harus bagaimana ? Jujur saja, aku masih belum sanggup melihat wajah mereka berdua di depanku.
"Terresa, kau belum tidur juga ?" Carla memegang kedua pipiku dengan kasar dan serta merta memegang kelopak mataku sampai rasanya bola mata ini ingin keluar.
"Whooa. Aku memang tidak bisa tidur Carla. Cukup, kau tidak ingin bukan jika mataku keluar dan menyentuh tanganmu yang indah itu ?"
"Oh astaga, diamlah. Ini pasti karena text mamamu kan ?"
Aku terdiam, mungkin Carla akan dengan cepat mengetahui jika itu memang benar.
"Well.. aku hanya belum siap Carl. Kau tahu." Kataku mengangkat bahu.
Ia memelukku dengan begitu hangat.
"Okay, lupakan sejenak soal itu. Kau ingin sarapan ? Karena kulihat kau belum makan sama sekali dari tadi malam." Carla menyilangkan tangannya persis seperti yang ibuku lakukan jika aku sedang tidak mau makan.
"Kau terlalu berisik Carl, seperti nenekku." Aku tertawa sambil merangkulnya.
"Setidaknya, nenekmu tidak akan mengajakmu makan ke tempat dimana surga pria tampan berada."
Oh, baiklah. Aku melihat Carla beberapa kali menaikan alisnya.
***
Carla tidak berbohong
Carla membawaku ke tempat yang tidak begitu jauh dari apartemen. tempat yang begitu cukup nyaman dengan dekorasi sederhana yang mengingatkanmu dengan rumah ibumu. ditambah dengan cukupnya pria tampan yang bertebaran di seluruh sudut restoran ini.
carla sudah tahu apa yang biasa aku makan dipagi hari, jadi aku cukup memperhatikannya memesan kepada pelayan yang terlihat sangat tinggi itu sampai-sampai aku dan Carla harus sedikit menegakkan kepala.
"ayo kita duduk di sana" Carla seketika menuntunku ke arah yang dimaksud.
"jadi bagaimana ?" tanyanya sambil tersenyum jahil
"bagaimana apanya ?"
"kau tidak memperhatikan banyaknya pria tampan di sini ?"
"iya iya, aku memperhatikan dan sedikit tertarik pada beberapa orang" jawabku geli
"baguslah kalau kau tertarik pada beberapa orang, bagaimana jika kau mendekati salah satunya ?" carla terlihat antusias di bagian 'mendekati' seseorang.
memangnya, begitu menyedihkan kah aku ?
pesanan kami pun datang, spaghetti dan broccoli and cheese sudah di atas meja. kami makan dalam diam karena kami terbiasa menyelesaikan makan dulu setelah itu baru berbicara. sambil menyantap sarapan yang lezat ini aku melihat kembali keseluruh penjuru restoran. sampai dimana aku menemukan sosok yang terlihat familiar, pria tampan bertubuh tinggi dengan rambut yang sedikit acak-acakan. dimana aku pernah bertemu pria itu sebelumnya ?
astaga
itu Dylan
itu Dylan yang membuatku jatuh terjerembab di dalam lift
Dylan yang tinggal di seberang kamarku
astaga..
Dia melihat kearahku !
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Sister
Romancetidak banyak yang perlu diketahui dariku. aku cukup tertutup, cukup menjaga jarak dengan orang banyak, bahkan cukup membatasi menggunakan sosial media. berbeda dengan adikku. dia periang, banyak teman, dan sepertinya aktif dibanyak sosial media. dia...